BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Larutan adalah campuran antara dua
atau lebih komponen atau zat yang homogen yang saling melarutkan masing-masing
penyusunnya sehingga tidak dapat dibedakan secara fisik.
Sifat koligatif larutan adalah sifat
fisis yang hanya bergantung pada jumlah atau kuantitas partikel dalam larutan
dan tidak bergantung pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan.
Ada empat jenis sifat koligatif
larutan, yaitu; penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik
didih, dan tekanan osmosis.
Sifat koligatif larutan merupakan
konsep dalam kimia fisika yang banyak digunakan dalam industri farmasi,
misalnya untuk membuat cairan infus yang mana harus isotonik dengan cairan
darah. Pembuatan cairan isotonik ini menggunakan konsep tekanan osmosis. Peran
sifat koligatif larutan dalam industri farmasi juga dapat ditemukan pada
pembuatan obat herbal.
Hubungan sifat koligatif larutan
dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti
obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah dan jaringan pada tubuh
manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh,
maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan
hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah.
Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan
pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan
farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh
pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada
basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka
dilakukanlah percobaan sifat koligatif larutan untuk menunjukkan pengaruh
tonisitas terhadap sel dan menunjukkan penurunan titik beku ( Tf)
serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf).
B. Tujuan Praktikum
a.
Mengamati
peristiwa osmosis antara kentang dengan larutan NaCl 5%, larutan glukosa 30%,
dan aquadest yang meliputi keadaan hipertonik, hipotonik dan isotonik.
b.
Menghitung
jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori Umum
Tonisitas
larutan dapat ditentukan menggunakan salah satu metode berikut ini. Pertama
dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan obat diperiksa berdasarkan
efek yang timbul ketika disuspensi dengan darah.Berbagai efeknya itu telah
dijelaskan dimuka. Husa dan rekan-rekannya telah menggunakan metode ini.
Kemudian
mereka mencoba sebuah metode kuantitatif yang dikembangkan hunter berdasarkan
pada kenyataan bahwa suatu larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin
dalam perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya. Atas
dasar tersebut dapat ditentukan factor van’t Hoff, i, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari
data krioskopik,koefisien keaktifan28 dan koefisien osmosis
(Martin,1990).
Husa
menemukan kenyataan bahwa obat-obatan yang memiliki nilai i yang sesuai sebagaimana yang telah diukur dengan cara penurunan
titik beku atau dengan persamaan teoretisnya dapat menghemolisis sel-sel darah
merah manusia.Berdasarkan hal inilah Husa menyarankan pembatasan istilah
larutan-larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama dengan
membrane-membrane yang dipengaruhinya (Martin,1990).
Metode kedua yang dipakai
untuk mengukur tionisitas suatu larutan didasarkan pada metode untuk menentukan
sifat koligatif larutan.Goyan dan Reck28 mengadakan
perubahan-perubahan pada teknik Hill-Baldes2 9 untuk mengukur
tonisitas.Metode ini didasarkan atas pengukuran perubahan temperature yang naik
dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkan dalam senuah
ruang dengan kelembapan yang tetap (Martin,1990).
Sifat
koligatif larutan adalah sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada
banyaknya partikel zat terlarut bukan pada jenis zat atau komponen yang ada
dalam larutan (Anonim, 2000).
Larutan
adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan
masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan secara fisik ((Sumardjo, 2006).
Sebab-sebab
kelarutan, seringkali dikatakan bahwa kelarutan itu disebabkan oleh gaya-gaya
molekular. Bahwa ini tidak benar dapat dilihat dari kenyataan bahwa dua gas
bercampur dalam semua perbandingan dan memiliki kelarutan yang saling tidak
terbatas, pencampuran bukan disebabkan oleh aksi timbal-balik, tetapi oleh gerak
molekul dan kenyataan bahwa keadaan bercampur sangat mungkin dari keadaan tidak
bercampur. Kelarutan timbal balik gas karenanya adalah aspek dari awal
statistik hukum kedua (Sumardjo, 2006).
Pada
larutan elektrolit mengalami peruraian (disosiasi), misalnya larutan NaCl
mengalami ionisasi menjadi ion Na dan Cl. Dalam pembahasan sifat-sifat
koligatif larutan elektrolit Van’t Hoff memodifikasi persamaan sifat koligatif
larutan non-elektrolit dengan menambahkan suatu ketetapan yang sering disebut
dengan faktor Van Hoff (i) dimana adalah perbandingan antara harga
sifat-sifat koligatif yang diukur dan harga sifat koligatif yang terhitung
(Sumardjo, 2006).
Untuk
larutan non-elektrolit, nilai i=1 sedangkan untuk larutan elektrolit (Sumardjo,
2006).
Terdapat
empat sifat fisika yang penting dan berubah secara perbandingan lurus dengan
banyaknya partikel zat terlarut yaitu:
1. Penurunan Tekanan Uap
Jika suatu
solut (yang tidak dapat menguap) dilarutkan dalam solven (yang dapat menguap)
tekanan uap larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut
murni. Hal ini disebabkan karena pada permukaan larutan terdapat interaksi
antara zat terlarut dan pelarut sehingga laju penguapan tersebut berkurang
akibatnya tekanan uap larutan menjadi turun. Selisih antara tekanan uap pelarut
murni dengan tekanan uap larutan disebut penurunan
tekanan uap (ΔP).
Volatil adalah kecenderungan suatu
zat untuk berubah menjadi gas. Kecenderungan molekul untuk melarikan diri dari
fase cair ke gas tergantung pada seberapa banyak zat terlarut yang ditambahkan.
Penguapan molekul zat pelarut dalam larutan selalu mengarah pada penguapan yang
besar karena volume yang ditempati oleh molekul dalam bentuk gas. Tetapi pada
saat ditambahkan zat terlarut maka penguapan akan berkurang karena ditekan
dengan asanya zat terlarut sehingga hanya terdapat sedikit molekul pelarut pada
bagian permukaan larutan. Sehingga volume zat pelarut yang berada didalam
fase gas lebih kecil dan tekanan uap uap untuk larutan akan lebih rendah
dibandingkan pelarut murni.
Zat terlarut jika dimasukkan ke
dalam pelarut maka akan terjadi penurunan tekanan uap. Tekanan uap tersebut
akan berpengaruh pada penurunan titik beku
Pada suhu tertentu, tekanan uap
pelarut murni Po atmosfer dan tekanan uap larutan P atmosfer.
Penurunan tekanan uap dirumuskan sebagai ;
ΔP = Po – P
Tekanan uap
larutan ideal berlaku hukum Raoult ;
P = X1 Po
karena,
X1 = (1- X2), maka ;
P = (1- X2)
Po
= Po – X2 Po
ΔP = X2 Po
Dimana X1 dan X2 masing-masing
adalah fraksi mol pelarut dan zat terlarut. Dari persamaan terlihat, harga ΔP
berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Makin banyak partikel zat
terlarut, berarti makin besar pula penurunan tekanan uapnya. ΔP dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul zat terlarut yang sukar menguap dengan mengukur
tekanan uap larutan dan menghitung fraksi molnya (Ahmad, 1996).
2. Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih suatu larutan dapat
lebih tinggi maupun lebih rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada
kemudahan zat terlarut itu menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat
terlarut itu tak atsiri (tidak menguap) misalnya gula, larutan air itu mendidih
pada suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air.
Dalam hal larutan etil alkohol-air,
eti alkohol (titik didih 78,3 ) mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk
menjadi uap air daripada air. Tekanan uap larutan (jumlah tekanan uap etil
alkohol dan tekanan uap air) sama dengan tekanan atmosfer pada temperatur dibawah
100 . Artinya, titik didih larutan terletak dibawah titik didih air murni.
Hukum sifat koligatif tidak berlaku untuk larutan dengan zat-zat terlarut
atsiri, seperti larutan etil alkohol-air (Keenan, 1984)
A
= Titik didih air pada 100 dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 100 dan tekanan
uap kurang dari 1 atm, dimana larutan belum mendidih.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan
suhu lebih besar dari 100 dimana larutan
mendidih.
Jika titik didih pelarut (Tb
) dan titik didih larutan (Tb), maka kenaikan titik didih dapat
dirumuskan ;
Tb
= Tb - Tb
Pada penentuan Tb satuan
konsentrasi yang digunakan adalah molalitas (m) karena tidak dipengaruhi oleh
suhu. Satuan molaritas tidak sesuai, karena suhu mempengaruhi volume larutan.
Besarnya
kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai ;
Tb = Kb m
atau
Tb = Kb x x
dimana
;
W = massa zat terlarut (g)
M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
P = massa zat pelarut (g)
Kb = tetapan kenaikan titik didih ( /mol)
(Chang, 2003)
3. Penurunan Titik Beku
Akibat lain dari turunnya tekanan
uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku
pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0
Jika air murni didinginkan pada 0 ,
maka air tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm.
Tetapi bila dalam kedalamnya dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti
gula, maka pada suhu 0 ternyata larutan belum membeku. Tekanan uap
permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal ini dapat tercapai bila suhu larutan
diturunkan.
Setelah tekanan uap mencapai 1 atm,
larutan akan membeku. Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0
atau lebih rendah dari titik beku pelarutnya. Turunya titik beku larutan
dari titik beku pelarutnya disebut penurunan
titik beku ( Tf).
Jika titik beku pelarut Tf
dan titik beku larutan Tf maka penurunan titik beku dapat
dirumuskan ;
Tf = Tf - Tf
A
= Titik beku air pada 0 dan tekanan uap 1 atm.
B
= Titik pada 0 dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
larutan belum membeku.
C
= Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih kecil dari 0
dimana larutan membeku.
Besarnya Tf larutan juga
dapat bergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
Menurut
Raoult untuk larutan yang sangat encer berlaku ;
Tf = Kf m
atau
Tf = Kf x x
dimana
;
W = massa zat terlarut (g)
M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
P = massa zat pelarut (g)
Kf = tetapan kenaikan titik beku ( /mol)
(Ketut, 2004)
Tabel Titik Didih (Tb),
Titik Beku (Tf), Tetapan Titik Didih Molal (Kb) dan
Tetapan Penurunan Titik Beku Molal (Kf) Berbagai Pelarut.
4. Tekanan Osmotik (Osmosis)
Osmosis adalah proses berpindahnya
molekul-molekul pelarut dari encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput
membran/penyekat semipermeabel.
Peristiwa osmosis kelihatanya
berlawanan dengan pengalaman dimana penyebaran partikel (difusi) umumnya
terjadi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke rendah. Pada osmosis larutan
dipisahkan oleh selaput semipermeable sehingga difusi terjadi dari arah
sebaliknya.
Difusi ini hanya terjadi pada
molekul-molekul pelarut atau zat-zat yang berukuran kecil, sedangkan molekul
berukuran besar tertahan oleh membran.
Tekanan osmotik tergolong sifat
koligatif, karena hanya bergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada
jenisnya. Berrdasarkan percobaan Van’t Hoff (1885) mendapatkan bahwa untuk
larutan encer rumusan tekanan osmotik mempunyai kesamaan dengan tekanan suatu
gas.
Pada suhu (T) tetap, tekanan osmotik
berbanding lurus dengan konsentrasi. Secara matematis ditulis ;
(T tetap)
Pada
konsentrasi (C) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.
(C tetap)
Gabungan
dari dua persamaan diatas, diperoleh ;
atau
(tetap)
karena
konsentrasi berbanding terbalik dengan volume, maka untuk n mol zat terlarut
berlaku ;
(tetap)
dimana
K adalah suatu tetapan yang sama besarnya dengan tetapan gas R. Persamaan
menjadi ;
π v = n R T
Rumus
ini mirip dengan persmaan gas ideal pv = nRT. Persamaan selanjutnya juga dapat
ditulis ;
π = R T
untuk
n/v = M maka ;
π = M R T
dimana
;
π = Tekanan osmotik (atm)
M = Molaritas larutan (mol/L)
R = Tetapan gas (0,0821 L atm mol-1K-1)
T = Suhu mutlak (K)
(Syukri,
2005)
B.
Uraian Bahan
1.
Aquadest (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling/aquadest
Rumus Kimia : H2O
Berat Molekul : 18,02
Rumus Bangun : H-O-H
Pemerian
: Cairan jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan
hipotonik
2.
Natrium Klorida (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain : Natrium Klorida
Rumus Kimia : NaCl
Berat Molekul : 58,44
Rumus Bangun : Na-Cl
Pemerian
: Hablur
heksahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin
Kelarutan :
Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian mendidih dan lebih kurang 10
bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan
isotonis
3.
Glukosa 30% (Ditjen POM, 1979)
Nama
Resmi : GLUCOSUM
Nama
Lain : Glukosa
Rumus
Kimia : C6H12O6
Pemerian : Hablur tidak
berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis
Kelarutan : Mudah larut dalam
air, sangat mudah larut dalam air mendidih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai larutan
hipertonis
4. Kentang (Setiadi, 2009)
Regnum :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta/spermatophyta
Kelas :
Magnoliopsida/Dycotyledonae
Subkelas :
Asteridae
Ordo :
Solanales/Tubiflorae (berumbi)
Famili :
Solanaceae (berbunga terompet)
Genus :
Solanum
Spesies :
Solanum tuberosum.
Nama binomial :
Solanum tuberosum LINN.
Kegunaan :
sebagai sampel
C. Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
a. Menghitung
jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
Hitunglah banyaknya
dextrose yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan dibuat
larutan dextrose sebanyak 100 ml ? (gunakan ketiga metode perhitungan)
b. Menentukan
tonisitas dari larutan dekstrosaa 30%
Tentukan tonisitas dari 100 ml larutan
glukosa 30 %
c. Membuat
larutan NaCl fisiologis, larutan dekstrosa isotonis dan 30 %
Buat larutan di bawah ini:
·
Larutan NaCl fisiologis
·
Larutan dekstrosa isotonis
·
Larutan glukosa 30 %
d. Pengamatan
terhadap penggunaan larutan isotonis, hipertonis, dan hipotonis
1.
Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong
kentang dengan ukuran 2x1 cm sebanyak 3 potong. Usahakan beratnya sama.
2.
Masukkan kentang ke dalam larutan NaCl
fisiologis, Larutan glukosa 30 % dan aquades. Biarkan selama 30 menit.
3.
Keluarkan dari larutan kemudian letakkan di
atas tissue, kemudian timbang, lalu amati.
BAB III
CARA KERJA
A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum antara lain
cawan porselin, erlenmeyer 1000 ml, gelas kimia 250 ml, pinset, pisau cutter,
timbangan analitik.
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum antara
lain aluminium foil, aquadest, glukosa 30%, kentang, NaCl 0,9%, tissue
C. Langkah Percobaan
1. Dibersihkan
kentang dari kulitnya. Dipotong kentang dengan ukuran
2x1 cm sebanyak 3 potong. Diusahakan beratnya
sama.
2. Dimasukkan
kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis, Larutan glukosa 30% dan aquadest. Dibiarkan
selama 60 menit.
3. Dikeluarkan
dari larutan kemudian diletakkan di atas tissue, kemudian ditimbang, lalu diamati.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
a. Tabel
Ø Menghitung bahan pengisotonis
Larutan Isotonis (100 ml)
|
Banyaknya zat (g)
|
NaCl
|
0,9 gram
|
Glukosa
|
30 gram
|
Ø Pengamatan terhadap larutan
isotonis, hipertonis dan hipotonis
Parameter
yang diamati
|
Sebelum
direndam
|
Setelah
direndam selama 60 menit dalam
|
||
Larutan
isotonis
|
Larutan
hipotonis
|
Larutan
hipertonis
|
||
Berat
(g)
|
NaCl 0,9%: 2,198 gram
|
2,6177 gram
|
||
Glukosa 30%: 4,752 gram
|
2,3060 gram
|
|||
Aquadest : 5,221 gram
|
3,7242
gram
|
|||
Keadaan
|
NaCl
: normal
|
Normal
(tetap)
|
||
Glukosa:
normal
|
Mengecil
|
|||
Aquades
: normal
|
Membesar
|
Ø
b.
Perhitungan
Ø Menghitung
bahan pengisotonis
NaCl
0,9% :
Glukosa 30% :
1. Metode Penurunan Titik Beku
Dik : PTB
Titik beku
darah = 0,52
0,09x = 0,52
x
=
=
5,77
2.
Metode Ekuivalen NaCl
Dik : BM = 180
Liso
= 1,9
E = 17 x
= 17 x
= 0,17
0,17 ekuivalen
dengan 1% NaCl
0,17x = 1
x =
= 5,88%
B.
Pembahasan
Tonisitas
adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh
membran semipermiabel.
Sifat koligatif larutan merupakan
sifat fisik larutan yang bergantung pada jumlah partikel larutan namun tidak tergantung
pada jenis larutan. Sifat koligatif larutan ini dibedakan menjadi sifat
koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit yang
dibedakan pada kemampuannya untuk mengion.
Hipertonik terjadi ketika
konsentrasi pelarut lebih tinggi dari konsentrasi zat terlarut, sementara
hipotonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih rendah dari konsentrasi zat
terlarut. Sementara itu isotonis terjadi ketika konsentrasi larutan dan tekanan
osmotiknya sama.
Tonisitas mempengaruhi pergerakan
cairan antar sel, contohya air yang bergerak dari tempat yang bertonisitas
rendah (hipotonik) ke daerah yang bertonisitas tinggi (hipertonik), sehingga
tonisitas antara keduanya seimbang. Secara harfiah tonisitas berarti kemampuan
suatu larutan untuk memvariasikan ukuran maupun bentuk sel dengan cara mengubah
jumlah air dalam sel tersebut apakah menciut ataukah menggembung sel tersebut.
Manfaat dari perhitungan tonisitas dalam bidang farmasi
yaitu :
1. Untuk mengetahui larutan yang masuk
ke dalam tubuh isotonis atau tidak dengan sel dalam tubuh seperti pemasukan
cairan NaCl (infus) ke dalam tubuh.
2. Untuk memudahkan dalam
memformulasikan produk terhadap organ organ yang sensitif seperti : mata,
hidung dan telinga.
Pada
praktikum kali ini kita menggunakan alat antara lain cawan porselin, pipet
tetes, pisau cutter, erlenmeyer, pinset, gelas kimia dan timbangan analitik.
Dan bahan-bahan yang digunakan yaitu kentang, NaCl 0,9%, glukosa 30%, aquadest,
aluminium foil dan tissue.
Pada
percobaan pengamatan terhadap larutan isotonis, hipertonis dan hipotonis
pertama-tama kita menyiapkan alat dan bahan, kemudian kentang dibersihkan dari
kulitnya dan dipotong dengan ukuran
2x1 cm sebanyak 3 potong dan diusahakan
beratnya sama. Lalu tiap potongan kentang tersebut dimasukkan ke dalam larutan
isotonis yaitu larutan NaCl fisiologis, larutan hipertonis yaitu larutan
glukosa 30% dan dimasukkan juga dalam larutan hipotonis yaitu aquadest dan
dibiarkan selama 60 menit. Setelah itu, kentang dikeluarkan dari ketiga larutan
tersebut dan diletakkan di atas tissue/aluminium foil, ditimbang beratnya lalu
diamati.
Dari
percobaan di atas diperoleh hasil antara lain untuk NaCl berat kentang
mula-mula (sebelum direndam) yaitu 2,598 gram, dan setelah direndam beratnya
menjadi 2,6177 gram. Untuk larutan glukosa 30% berat kentang mula-mula yaitu
3,248 gram, dan setelah direndam beratnya menjadi 2,3060 gram. Dan untuk
aquadest berat kentang mula-mula yaitu 3,262 gram dan setelah direndam beratnya
menjadi 3,7242 gram.
Pengamatan
dengan melihat keadaan kentang diperoleh hasil antara lain keadaan kentang
sebelum direndam ke dalam tiga larutan di atas adalah normal, dan setelah
direndam dengan NaCl fisiologis keadaannya masih tetap normal, namun setelah
direndam dengan glukosa 30% keadaanya menjadi mengecil dan setelah direndam
dengan aquadest keadaannya menjadi membesar.
Dari
hasil di atas dapat disimpulkan bahwa apabila kentang direndam dengan larutan
NaCl 0,9% yang bersifat isotonis, tidak terjadi perubahan yang signifikan,
namun setelah direndam dengan glukosa 30% yang bersifat hipertonis, berat
kentang tersebut menjadi menurun dan bentuknya menjadi mngecil, hal ini
menandakan terjadinya krenasi yaitu air dari dalam sel kentang keluar yang
mengakibatkan sel kentang tersebut menjadi kekurangan air dan akhirnya
mengkerut atau mengecil, namun peristiwa krenasi ini bersifat reversible dan
tidak berlangsung lama, karena sel kentang akan dengan cepat menyesuaikan diri
dengan larutan yang ada di dalam selnya. Dan ketika kentang direndam dengan
aquadest yang bersifat hipotonis, berat kentang tersebut menjadi lebih besar,
hal ini dikarenakan sel kentang mengalami plasmolisis yang mana air masuk ke
dalam sel tersebut dan mengakibatkan sel membengkak dan akhirnya sel menjadi
pecah, dan hal ini yang tidak diinginkan dalam pembuatan suatu sediaan farmasi.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu
- Berat
kentang sebelum direndam dalam:
·
NaCl 0,9% :
2,598 gram
·
Glukosa 30% :
3,248 gram
·
Aquadest :
3,262 gram
2. Berat
kentang setelah direndam dalam:
·
NaCl 0,9% :
2,6177 gram (tidak tejadi perubahan)
·
Glukosa 30% :
2,3060 gram (mengecil) mengalami
krenasi karena direndam dalam larutan
hipertonis
·
Aquadest :
3,7242 gram (membesar) mengalami
plasmolisis
karena direndam dalam larutan hipotonis
B. Saran
1. Disarankan
kepada para asisten untuk lebih
membimbing para praktikannya
2. Alat
dan bahan praktikum harus lebih dilengkapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,2000 Kimia
Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2000
Chang,
Raymond. Kimia Dasar. Jakarta:
Erlangga. 2004
Damayanti,
Restu. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Kurnia Utama. 2003
Dirjen
POM. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979
Drs.
Hiskia Ahmad. Kimia Dasar. Bandung:
Citra Aditya Bakti. 1996
G. Svehla, Vogel. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 1985
Ketut,
Juliantara. Kimia Larutan. Jakarta: Edukasi Kompasana. 2009
S, Syukri. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi
Bandung. 2005
Diamati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar