Sabtu, 27 Desember 2014

Tonisitas

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Larutan adalah campuran antara dua atau lebih komponen atau zat yang homogen yang saling melarutkan masing-masing penyusunnya sehingga tidak dapat dibedakan secara fisik.
Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis yang hanya bergantung pada jumlah atau kuantitas partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan.
Ada empat jenis sifat koligatif larutan, yaitu; penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.
Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang banyak digunakan dalam industri farmasi, misalnya untuk membuat cairan infus yang mana harus isotonik dengan cairan darah. Pembuatan cairan isotonik ini menggunakan konsep tekanan osmosis. Peran sifat koligatif larutan dalam industri farmasi juga dapat ditemukan pada pembuatan obat herbal.
Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah dan jaringan pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif larutan untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel dan menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf).
B. Tujuan Praktikum
a.   Mengamati peristiwa osmosis antara kentang dengan larutan NaCl 5%, larutan glukosa 30%, dan aquadest yang meliputi keadaan hipertonik, hipotonik dan isotonik.
b.   Menghitung jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Tonisitas larutan dapat ditentukan menggunakan salah satu metode berikut ini. Pertama dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan obat diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensi dengan darah.Berbagai efeknya itu telah dijelaskan dimuka. Husa dan rekan-rekannya telah menggunakan metode ini.
Kemudian mereka mencoba sebuah metode kuantitatif yang dikembangkan hunter berdasarkan pada kenyataan bahwa suatu larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya. Atas dasar tersebut dapat ditentukan factor van’t Hoff, i, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari data krioskopik,koefisien keaktifan28 dan koefisien osmosis (Martin,1990).
Husa menemukan kenyataan bahwa obat-obatan yang memiliki nilai i yang sesuai sebagaimana yang telah diukur dengan cara penurunan titik beku atau dengan persamaan teoretisnya dapat menghemolisis sel-sel darah merah manusia.Berdasarkan hal inilah Husa menyarankan pembatasan istilah larutan-larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama dengan membrane-membrane yang dipengaruhinya (Martin,1990).
Metode kedua yang dipakai untuk mengukur tionisitas suatu larutan didasarkan pada metode untuk menentukan sifat koligatif larutan.Goyan dan Reck28 mengadakan perubahan-perubahan pada teknik Hill-Baldes2 9 untuk mengukur tonisitas.Metode ini didasarkan atas pengukuran perubahan temperature yang naik dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkan dalam senuah ruang dengan kelembapan yang tetap (Martin,1990).
Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut bukan pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan (Anonim, 2000).
Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan secara fisik ((Sumardjo, 2006).
Sebab-sebab kelarutan, seringkali dikatakan bahwa kelarutan itu disebabkan oleh gaya-gaya molekular. Bahwa ini tidak benar dapat dilihat dari kenyataan bahwa dua gas bercampur dalam semua perbandingan dan memiliki kelarutan yang saling tidak terbatas, pencampuran bukan disebabkan oleh aksi timbal-balik, tetapi oleh gerak molekul dan kenyataan bahwa keadaan bercampur sangat mungkin dari keadaan tidak bercampur. Kelarutan timbal balik gas karenanya adalah aspek dari awal statistik hukum kedua (Sumardjo, 2006).
Pada larutan elektrolit mengalami peruraian (disosiasi), misalnya larutan NaCl mengalami ionisasi menjadi ion Na dan Cl. Dalam pembahasan sifat-sifat koligatif larutan elektrolit Van’t Hoff memodifikasi persamaan sifat koligatif larutan non-elektrolit dengan menambahkan suatu ketetapan yang sering disebut dengan faktor Van Hoff (i) dimana adalah perbandingan antara harga sifat-sifat koligatif yang diukur dan harga sifat koligatif yang terhitung (Sumardjo, 2006).
Untuk larutan non-elektrolit, nilai i=1 sedangkan untuk larutan elektrolit (Sumardjo, 2006).
Terdapat empat sifat fisika yang penting dan berubah secara perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yaitu:
1.    Penurunan Tekanan Uap
Jika suatu solut (yang tidak dapat menguap) dilarutkan dalam solven (yang dapat menguap) tekanan uap larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni. Hal ini disebabkan karena pada permukaan larutan terdapat interaksi antara zat terlarut dan pelarut sehingga laju penguapan tersebut berkurang akibatnya tekanan uap larutan menjadi turun. Selisih antara tekanan uap pelarut murni dengan tekanan uap larutan disebut penurunan tekanan uap (ΔP).
Volatil adalah kecenderungan suatu zat untuk berubah menjadi gas. Kecenderungan molekul untuk melarikan diri dari fase cair ke gas tergantung pada seberapa banyak zat terlarut yang ditambahkan. Penguapan molekul zat pelarut dalam larutan selalu mengarah pada penguapan yang besar karena volume yang ditempati oleh molekul dalam bentuk gas. Tetapi pada saat ditambahkan zat terlarut maka penguapan akan berkurang karena ditekan dengan asanya zat terlarut sehingga hanya terdapat sedikit molekul pelarut pada bagian permukaan larutan. Sehingga volume  zat pelarut yang berada didalam fase gas lebih kecil dan tekanan uap uap untuk larutan akan lebih rendah dibandingkan pelarut murni.
Zat terlarut jika dimasukkan ke dalam pelarut maka akan terjadi penurunan tekanan uap. Tekanan uap tersebut akan berpengaruh pada penurunan titik beku
Pada suhu tertentu, tekanan uap pelarut murni Po atmosfer dan tekanan uap larutan P atmosfer. Penurunan tekanan uap dirumuskan sebagai ;
                   ΔP = Po – P
Tekanan uap larutan ideal berlaku hukum Raoult ;
              P = X1 Po
karena,          X1 = (1- X2),  maka ;
P = (1- X2) Po
 = Po – X2 Po
ΔP = X2 Po
Dimana X1 dan X2 masing-masing adalah fraksi mol pelarut dan zat terlarut. Dari persamaan terlihat, harga ΔP berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut, berarti makin besar pula penurunan tekanan uapnya. ΔP dapat digunakan untuk menentukan berat molekul zat terlarut yang sukar menguap dengan mengukur tekanan uap larutan dan menghitung fraksi molnya (Ahmad, 1996).
2.    Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih suatu larutan dapat lebih tinggi maupun lebih rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut itu tak atsiri (tidak menguap) misalnya gula, larutan air itu mendidih pada suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air.
Dalam hal larutan etil alkohol-air, eti alkohol (titik didih 78,3 ) mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi uap air daripada air. Tekanan uap larutan (jumlah tekanan uap etil alkohol dan tekanan uap air) sama dengan tekanan atmosfer pada temperatur dibawah 100 . Artinya, titik didih larutan terletak dibawah titik didih air murni. Hukum sifat koligatif tidak berlaku untuk larutan dengan zat-zat terlarut atsiri, seperti larutan etil alkohol-air (Keenan, 1984)
A = Titik didih air pada 100  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 100  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana  larutan belum mendidih.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih besar dari 100  dimana larutan mendidih.
Jika titik didih pelarut (Tb ) dan titik didih larutan (Tb), maka kenaikan titik didih dapat dirumuskan ;
Tb = Tb - Tb
Pada penentuan Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah molalitas (m) karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Satuan molaritas tidak sesuai, karena suhu mempengaruhi volume larutan.
Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai ;
                          Tb = Kb m
atau
                         Tb = Kb x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kb = tetapan kenaikan titik didih ( /mol)
(Chang, 2003)
3.    Penurunan Titik Beku
Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0
Jika air murni didinginkan pada 0 , maka air tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm. Tetapi bila dalam kedalamnya dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti gula, maka pada suhu 0  ternyata larutan belum membeku. Tekanan uap permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal ini dapat tercapai bila suhu larutan diturunkan.
Setelah tekanan uap mencapai 1 atm, larutan akan membeku. Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0  atau lebih rendah dari titik beku pelarutnya. Turunya titik beku larutan dari titik beku pelarutnya disebut penurunan titik beku ( Tf).
Jika titik beku pelarut Tf  dan titik beku larutan Tf maka penurunan titik beku dapat dirumuskan ;
             Tf = Tf  - Tf  
A = Titik beku air pada 0  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 0  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
       larutan belum membeku.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih kecil dari 0
       dimana larutan membeku.
Besarnya Tf larutan juga dapat bergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
Menurut Raoult untuk larutan yang sangat encer berlaku ;
                         Tf = Kf m
atau
                         Tf = Kf x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kf = tetapan kenaikan titik beku ( /mol)
(Ketut, 2004)
Tabel Titik Didih (Tb), Titik Beku (Tf), Tetapan Titik Didih Molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku Molal (Kf) Berbagai Pelarut. 
4.    Tekanan Osmotik (Osmosis)
Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput membran/penyekat semipermeabel.
Peristiwa osmosis kelihatanya berlawanan dengan pengalaman dimana penyebaran partikel (difusi) umumnya terjadi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke rendah. Pada osmosis larutan dipisahkan oleh selaput semipermeable sehingga difusi terjadi dari arah sebaliknya.
Difusi ini hanya terjadi pada molekul-molekul pelarut atau zat-zat yang berukuran kecil, sedangkan molekul berukuran besar tertahan oleh membran.
Tekanan osmotik tergolong sifat koligatif, karena hanya bergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada jenisnya. Berrdasarkan percobaan Van’t Hoff (1885) mendapatkan bahwa untuk larutan encer rumusan tekanan osmotik mempunyai kesamaan dengan tekanan suatu gas.
Pada suhu (T) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan konsentrasi. Secara matematis ditulis ;
                          (T tetap)
Pada konsentrasi (C) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.
               (C tetap)
Gabungan dari dua persamaan diatas, diperoleh ;                                   
atau
                                       (tetap)
karena konsentrasi berbanding terbalik dengan volume, maka untuk n mol zat terlarut berlaku ;
                                       (tetap)
dimana K adalah suatu tetapan yang sama besarnya dengan tetapan gas R. Persamaan menjadi ;
                                    π v = n R T
Rumus ini mirip dengan persmaan gas ideal pv = nRT. Persamaan selanjutnya juga dapat ditulis ;
                                      π =  R T
untuk n/v = M maka ;
                                      π = M R T
dimana ;
        π = Tekanan osmotik (atm)
       M = Molaritas larutan (mol/L)
        R = Tetapan gas (0,0821 L atm mol-1K-1)
        T = Suhu mutlak (K)
(Syukri, 2005)
B. Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi                      : AQUA DESTILLATA
Nama Lain                         : Air suling/aquadest
Rumus Kimia                    : H2O
Berat Molekul                    : 18,02
Rumus Bangun                : H-O-H
Pemerian                           : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa
Penyimpanan                   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                          : Sebagai larutan hipotonik
2. Natrium Klorida (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi                      : NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain                         : Natrium Klorida
Rumus Kimia                    : NaCl
Berat Molekul                    : 58,44
Rumus Bangun                : Na-Cl
Pemerian                           : Hablur heksahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin
 Kelarutan                          : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian mendidih dan lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan                   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                          : Sebagai larutan isotonis
3. Glukosa 30% (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi                      : GLUCOSUM
Nama Lain                         : Glukosa
Rumus Kimia                    : C6H12O6
Pemerian                           : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis
Kelarutan                           : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih
Penyimpanan                   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                          : Sebagai larutan hipertonis
4. Kentang (Setiadi, 2009)
    Regnum                            : Plantae
    Divisi                                  : Magnoliophyta/spermatophyta
    Kelas                                  : Magnoliopsida/Dycotyledonae
    Subkelas                           : Asteridae
    Ordo                                   : Solanales/Tubiflorae (berumbi)
    Famili                                 : Solanaceae (berbunga terompet)
    Genus                                : Solanum
    Spesies                              : Solanum tuberosum.
    Nama binomial                 : Solanum tuberosum LINN.
    Kegunaan                         : sebagai sampel

C. Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
a.    Menghitung jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
Hitunglah banyaknya dextrose yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan dibuat larutan dextrose sebanyak 100 ml ? (gunakan ketiga metode perhitungan)
 b.  Menentukan tonisitas dari larutan dekstrosaa 30%
      Tentukan tonisitas dari 100 ml larutan glukosa 30 %
 c.   Membuat larutan NaCl fisiologis, larutan dekstrosa isotonis dan 30 %
Buat larutan di bawah ini:
·         Larutan NaCl fisiologis
·         Larutan dekstrosa isotonis
·         Larutan glukosa 30 %
d. Pengamatan terhadap penggunaan larutan isotonis, hipertonis, dan hipotonis
1.    Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong kentang dengan ukuran 2x1 cm sebanyak 3 potong. Usahakan beratnya sama.
2.    Masukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis, Larutan glukosa 30 % dan aquades. Biarkan selama 30 menit.
3.    Keluarkan dari larutan kemudian letakkan di atas tissue, kemudian timbang, lalu amati.
BAB III
CARA KERJA
A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum antara lain cawan porselin, erlenmeyer 1000 ml, gelas kimia 250 ml, pinset, pisau cutter, timbangan analitik.
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain aluminium foil, aquadest, glukosa 30%, kentang, NaCl 0,9%, tissue
C. Langkah Percobaan
1.    Dibersihkan kentang dari kulitnya. Dipotong kentang dengan ukuran 2x1 cm sebanyak 3 potong. Diusahakan beratnya sama.
2.    Dimasukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis, Larutan glukosa 30% dan aquadest. Dibiarkan selama 60 menit.
3.    Dikeluarkan dari larutan kemudian diletakkan di atas tissue, kemudian ditimbang, lalu diamati.



 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
a. Tabel
Ø  Menghitung bahan pengisotonis
Larutan Isotonis (100 ml)
Banyaknya zat (g)
NaCl
0,9 gram
Glukosa
30 gram

Ø  Pengamatan terhadap larutan isotonis, hipertonis dan hipotonis
Parameter yang diamati
Sebelum direndam
Setelah direndam selama 60 menit dalam
Larutan isotonis
Larutan hipotonis
Larutan hipertonis
Berat (g)
NaCl 0,9%: 2,198 gram
2,6177 gram




Glukosa 30%: 4,752 gram





2,3060 gram



Aquadest : 5,221 gram                
3,7242 gram
Keadaan
NaCl : normal
Normal (tetap)




Glukosa: normal



Mengecil


Aquades : normal
Membesar



Ø   
b. Perhitungan
Ø  Menghitung bahan pengisotonis
NaCl 0,9%              :
Glukosa 30%         :
            1. Metode Penurunan Titik Beku
Dik : PTB
Titik beku darah = 0,52
0,09x = 0,52
x =
= 5,77
2. Metode Ekuivalen NaCl
Dik : BM = 180
Liso = 1,9
E = 17 x
= 17 x
= 0,17


0,17 ekuivalen dengan 1% NaCl
0,17x = 1
x =
= 5,88%
B. Pembahasan
Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Sifat koligatif larutan merupakan sifat fisik larutan yang bergantung pada jumlah partikel larutan namun tidak tergantung pada jenis larutan. Sifat koligatif larutan ini dibedakan menjadi sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit yang dibedakan pada kemampuannya untuk mengion.
Hipertonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih tinggi dari konsentrasi zat terlarut, sementara hipotonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih rendah dari konsentrasi zat terlarut. Sementara itu isotonis terjadi ketika konsentrasi larutan dan tekanan osmotiknya sama.
Tonisitas mempengaruhi pergerakan cairan antar sel, contohya air yang bergerak dari tempat yang bertonisitas rendah (hipotonik) ke daerah yang bertonisitas tinggi (hipertonik), sehingga tonisitas antara keduanya seimbang. Secara harfiah tonisitas berarti kemampuan suatu larutan untuk memvariasikan ukuran maupun bentuk sel dengan cara mengubah jumlah air dalam sel tersebut apakah menciut ataukah menggembung sel tersebut.
Manfaat dari perhitungan tonisitas dalam bidang farmasi yaitu :
1.    Untuk mengetahui larutan yang masuk ke dalam tubuh isotonis atau tidak dengan sel dalam tubuh seperti pemasukan cairan NaCl (infus) ke dalam tubuh.
2.    Untuk memudahkan dalam memformulasikan produk terhadap organ organ yang sensitif seperti : mata, hidung dan telinga.
Pada praktikum kali ini kita menggunakan alat antara lain cawan porselin, pipet tetes, pisau cutter, erlenmeyer, pinset, gelas kimia dan timbangan analitik. Dan bahan-bahan yang digunakan yaitu kentang, NaCl 0,9%, glukosa 30%, aquadest, aluminium foil dan tissue.
Pada percobaan pengamatan terhadap larutan isotonis, hipertonis dan hipotonis pertama-tama kita menyiapkan alat dan bahan, kemudian kentang dibersihkan dari kulitnya dan dipotong dengan ukuran 2x1 cm sebanyak 3 potong dan diusahakan beratnya sama. Lalu tiap potongan kentang tersebut dimasukkan ke dalam larutan isotonis yaitu larutan NaCl fisiologis, larutan hipertonis yaitu larutan glukosa 30% dan dimasukkan juga dalam larutan hipotonis yaitu aquadest dan dibiarkan selama 60 menit. Setelah itu, kentang dikeluarkan dari ketiga larutan tersebut dan diletakkan di atas tissue/aluminium foil, ditimbang beratnya lalu diamati.
Dari percobaan di atas diperoleh hasil antara lain untuk NaCl berat kentang mula-mula (sebelum direndam) yaitu 2,598 gram, dan setelah direndam beratnya menjadi 2,6177 gram. Untuk larutan glukosa 30% berat kentang mula-mula yaitu 3,248 gram, dan setelah direndam beratnya menjadi 2,3060 gram. Dan untuk aquadest berat kentang mula-mula yaitu 3,262 gram dan setelah direndam beratnya menjadi 3,7242 gram.
Pengamatan dengan melihat keadaan kentang diperoleh hasil antara lain keadaan kentang sebelum direndam ke dalam tiga larutan di atas adalah normal, dan setelah direndam dengan NaCl fisiologis keadaannya masih tetap normal, namun setelah direndam dengan glukosa 30% keadaanya menjadi mengecil dan setelah direndam dengan aquadest keadaannya menjadi membesar.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa apabila kentang direndam dengan larutan NaCl 0,9% yang bersifat isotonis, tidak terjadi perubahan yang signifikan, namun setelah direndam dengan glukosa 30% yang bersifat hipertonis, berat kentang tersebut menjadi menurun dan bentuknya menjadi mngecil, hal ini menandakan terjadinya krenasi yaitu air dari dalam sel kentang keluar yang mengakibatkan sel kentang tersebut menjadi kekurangan air dan akhirnya mengkerut atau mengecil, namun peristiwa krenasi ini bersifat reversible dan tidak berlangsung lama, karena sel kentang akan dengan cepat menyesuaikan diri dengan larutan yang ada di dalam selnya. Dan ketika kentang direndam dengan aquadest yang bersifat hipotonis, berat kentang tersebut menjadi lebih besar, hal ini dikarenakan sel kentang mengalami plasmolisis yang mana air masuk ke dalam sel tersebut dan mengakibatkan sel membengkak dan akhirnya sel menjadi pecah, dan hal ini yang tidak diinginkan dalam pembuatan suatu sediaan farmasi.










BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu
  1. Berat kentang sebelum direndam dalam:
·         NaCl 0,9%                       : 2,598 gram
·         Glukosa 30%                  : 3,248 gram
·         Aquadest                         : 3,262 gram
2.    Berat kentang setelah direndam dalam:
·         NaCl 0,9%                       : 2,6177 gram (tidak tejadi perubahan)
·         Glukosa 30%                  : 2,3060 gram (mengecil) mengalami
krenasi karena direndam dalam larutan hipertonis
·         Aquadest                         : 3,7242 gram (membesar) mengalami
plasmolisis  karena direndam dalam larutan hipotonis
B. Saran
1.    Disarankan kepada para  asisten untuk lebih membimbing para praktikannya
2.    Alat dan bahan praktikum harus lebih dilengkapi.












DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2000  Kimia Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2000
Chang, Raymond. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. 2004
Damayanti, Restu. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Kurnia Utama. 2003

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979

Drs. Hiskia Ahmad. Kimia Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996
G. Svehla, Vogel. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 1985

Ketut, Juliantara. Kimia Larutan. Jakarta: Edukasi Kompasana. 2009
S, Syukri. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2005







SKEMA KERJA
Bersihkan kentang dari kulitnya



Potong kentang dengan ukuran  2x1 cm sebanyak 3 potong



Masukkan dalam larutan NaCl 0,9%, glukosa 30% dan aquadest



Biarkan selama 60 menit



Keluarkan dan letakkan di atas tissue




Ditimbang




Diamati 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar