BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makin tinggi
suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula tingkat kebutuhannya, dalam
hal ini termasuk kebutuhan akan sistem penghantaran informasi, sistem
koordinasi, dan sistem pengaturan, di samping kebutuhan akan organ pemasok dan
organ sekresi.
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia
kefarmasian sangat penting untuk dapat mempelajari karakteristik obat secara efisien, akurat dan dapat memberikan efek terapi dengan
mengetahui efek fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Sistem saraf
pusat manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus
dan saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Susunan
saraf pusat terdiri atas otak besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang
belakang dan diliputi oleh selaput otak (metix) yang terdiri atas pachmenix dan
leptomenix. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat anti konvulsi, psikotropik, anestetik umum
hipnotik-sedatif, antiparkinson, analgesik, antipiretik serta anti inflamasi.
Adapun yang melatarbelakangi untuk melakukan percobaan
ini yaitu untuk mengetahui dan melihat secara langsung efek-efek yang
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut pada sistem saraf otonom dasn sistem saraf
pusat, maka kita menggunakan hewan coba seperti mencit (Mus musculus) dengan
pemberian secara oral maupun dengan inteaperitonial dengan menggunakan hewan
tersebut maka kita dapat melihat efek yang terjadi misalnya grooming, straub,
piloereksi dan lain
B.
Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami efek obat-obat sedatif hipnotik
dan obat-obat anestetik terhadap sistem saraf pusat mencit (Mus musculus).
C.
Tujuan Percobaan
1. Mengamati efek obat hipnotik-sedatif yaitu fenobarbital
dan diazepam terhadap hewan coba mencit (Mus
musculus).
2. Mengamati efek obat anastetik umum dari eter dan alkohol
pada mencit (Mus musculus).
3. Mengamati efek obat stimulan yaitu amitripilin terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).
4. Menentukan efek obat antidepresan yakni fenobarbital
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
D.
Prinsip
Percobaan
1. Penentuan efek obat anestesi misalnya eter dan alkohol
terhadap mencit (Mus musculus) dengan
cara memasukkannya kedalam toples yang berisi obat diatas berdasarkan
pengamatan terhadap onset, durasi, laju respirasi, dan aktivitas mencit melalui
mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan mencit (Mus musculus)
2. Penentuan efek obat hipotik sedatif seperti diazepam dan
fenobarbital terhadap mencit (Mus musculus) dengan pemberian onset, durasi, laju respirasi, dan
aktivitas mencit melalui mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan
mencit (Mus musculus).
3. Penentuan efek obat stimulan seperti
amitripilin terhadap mencit (Mus musculus)
dengan cara memasukkannya kedalam toples yang berisi obat
diatas berdasarkan pengamatan terhadap onset, durasi, laju respirasi, dan
aktivitas mencit melalui mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan
mencit (Mus musculus).
4. Penentuan
efektivitas pemberian obat antidepresan yakni fenobatbital berdasarkan frekuensi dan
durasi diam dari mencit (Mus Musculus).
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori
Umum
Sistem saraf adalah
satu dari dua sistem kontrol utama tubuh, selain sistem endokrin. Sistem saraf
dibentuk oleh jaringan interaktif kompleks dari tiga jenis dasar sel saraf –
neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron (Sherwood, 2001).
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat
(SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang
merupakan sel-sel
saraf yang terletak di luar
otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf
yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi
eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke
jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari perifer ke SSP
(Mycek, 2001).
Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari
susunan saraf pusat keorgan efektor melalui jenis serat saraf pusat ke organ
efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf
pascaganglion (Sulistia, 2009)
Secara umum daoat dikatakan bahwa system
simpatis dan para simpatis memperlihatkan fungsi yang antgonistik . Bila yang
satu menghambat suatu fungsi organ maka yang lainnya memacu fungsi organ
tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah pengaruhb saraf
simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis. (Sulistia, 2009)
Sistem saraf
dibedakan atas dua divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri
dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel
saraf yang terletak diluar otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang
masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi eferen
yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan
tepi, serta divisi eferen yang membawa infomasi dari perifer ke SSP.
A. Sistem
Saraf Otonom
Sistem Saraf Otonom (SSO) bersama-sama dengan sistem
endokrin mengkoordinasi pengaturan dan integrasi fungsi-fungsi tubuh. Sistem
endokrin mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui hormon yang
kadarnya bervariasi dalam darah. Sebaliknya, sistem saraf mengantarkannya
melalui transmisi impul listrik secara cepat melalui serabut-serabut saraf yang
berakhir pada organ efektor dan efek khusus akan timbul sebagai akibat
pelepasan subtansi neuromediator. Obat-obat otonom bekerja dengan cara
menstimulasi sistem saraf otonom atau dengan cara menghambat kerja sistem saraf
ini (Mycek, 2001).
Ada dua segi yang sangat penting dari pengaturan
sirkulasi oleh saraf: Pertama, pengaturan saraf dapat berfungsi dengan sangat
cepat, beberapa dari efek saraf mulai terjadi dalam satu detik dan mencapai
perkembangan penuh dalam lima sampai 30 detik. Kedua, sistem saraf merupakan
suatu cara untuk mengatur bagian besar dari sirkulasi secara serentak, walaupun
sering mengurangi aliran darah ke jaringan-jaringan lain. (Pearce, 2006).
Sistem saraf
otonom membawa implus saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui (James , 2002):
1. Sistem
Saraf Tepi Eferen otonom
Sistem ini merupakan system dimana tidak dipengaruhi
kesadaran dalam mengatur kebutuhan sehari-hari. Sistem saraf otonom ini terdiri
atas saraf motorik visera yang
menginervasi otot polas organ visera, otot jantung, pembuluh darah, dan
kelenjar endokrin.
2. Sistem
Saraf Tepi Eferen Somatik
Sistem ini merupakan kesadaran yang mengatur
fingsi-fingsi seperti kontraksi otot untuk memindahkan suatu benda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan
parasimpatis memperlihatkan fungsi yang antagonistic. Bila satu menghambat satu
fungsi organ maka yang lain memacu fungsi organ tersebut. Contoh yang jelas
ialah midriasis terjadi di bawah pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah
pegaruh parasimpatis. Namun terkadang fungsi kedua system tersebut dapdt juga
saling melangkapi misalnya padafungsi seksual. Sehingga dapat dikatakan bahwa
system simpatis berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar
tubuh dengan reaksi berupa perlawanan diri yang dikenal sebagi fight or flight reaction. Sedangkan
system parasimpatis berperan dalam fungsi konversi dan reverse tubuh (Mardjono,
2009).
Sistem saraf otonom
bergantung pada sistem saraf pusat, dan antar keduanya dihubungkan dengan
urat-urat saraf eferen dan eferen. Juga memiliki sifat-sifat seolah-olah
sebagai bagian sisten saraf pusat, yang telah bermigrasi dari saraf pusat guna
mencapai kelenjar, pembuluh darah, jantung, paru-paru dan usus. Oleh karena
sistem saraf otonom itu terutama berkenaan dengan dalam pengendalian
organ-organ dalam secara tidak sadar, maka kadang-kadang juga disebut susunan
saraf tak sadar (Wilson, 2002).
Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan
mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang
mempengaruhi SSP dapat bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan
atau pengakhiran kerja nurotransmiter. (Mycek, 2001).
Adapun reseptor-reseptor simpatis yaitu
dan
dimana
terbagi menjadi (Mardjono, 2009):
a. Reseptor
1 adrenergik, reseptor ini
terdapat pada otot polos (pembuluh darah, saluran kemih, kelamin dan usus) dan
jantung.
b. Reseptor
2 adrenergik, reseptor pada
ujung saraf adrenergik atau pada pembuluh darah
c. Reseptor
1 adrenergik, reseptor ini
terdapat pada pembuluh darah.
d. Reseptor
2 adrenergik, reseptor ini
terdapat pada otot polos dan jantung atau paru-paru.
e. Reseptor
3 adrenergik, reseptor ini
terdapat pada jaringan adipose (lemak)
Reseptor
pada parasimpatis, yaitu (Mardjono,
2009):
1. Muskarinik
a. M1
di ganglia dan berbagai kelenjar
b. M2
di jantung
c. M3
di otot polos dan kelenjar
d. M4
masih dalam penelitian
2. Nikotinik
Reseptor nikotinik terdapat di ganglia otomom. Adrenal
medula dan SSP disebut reseptor nikotinik neuronal (NN), sedangkan reseptor
nikotinik yang terdapat disambungkan saraf otot yang disebut dengan reseptor
nikotinik otot (Nm).
B.
Sistem Saraf Pusat
1. Anastesia
Anastesia adalah hilangnya sensasi nyeri (sakit) yang
diserttai atau tidak disertainya hilangnya kesadaran. Anatesi terbagi dua yaitu
anastesi umum dan anastesi lokal.
Begantung pada dalamnya pembuisan, anastetik umum dapat memberikan efek
analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri dan efek anastesia yaitu analgesia yang
disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anastetik lokal hanya dapat menimbulkan
efek analgesia. Anastetik umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan
anastetik lokal bekerja langsung pada serabut saraf perifer (Mardjono, 2009).
Teknik pemberian obat anastetik umum terbagi dua, yaitu :
(Mycek, 2001):
a. Anastetik
inhalasi : gas tawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran. Obat ini
dibrikan sebagai uap melalui saluran nafas.
b. Anastetik
intravena : toipental, diazepam, dan ketamin. Obat-obat ini dapat diberikan
dalam bentuk supositoria secara rectal.
Anastetik telah di ketahui menghambat fungsi reseptor
glutamat dan meningkatkan transmisi asam y-aminobuturat (GABA) (M. J. Neal,
2006).
2. Hipnotik-Sedatif
Hipnotik dan sedative merupakan golongan obat pendepresi
susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang
ringan yaitu menyebabkan ngantuk, menidurkan, hingga berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati (M. Mardjono. 2009).
Sedatif berfungsi menurunkan aktifitas, mengurangi
ketegangan dan menenangkan penggunanya. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur alamiah
mengenai sifat-sifat EEG-nya (T. Hoan. 2010).
Pengikatan GABA ke reseptornya membuka saluran Cl. Keadaan ini akan memacu hiperpolarisasi dan
menghambat letupan neuron dan mengakibatkan keadaan hipnotik sedatif (MJ mycek.
2001).
3. Stimulan
Stimulan dalah obat-obat yang meningkatkan aktivitas
sistem saraf pusat. Stimulan yang paling meluas penggunaannya adalah kafein,
nikotin, amfetamin, dan kokain. Stimulan menyebabkan meningkatnya detak
jantung, mempercepat pernafasan dan meningkatnya suhu badan serta menurunnya nafsu
makan. Stimulan dapat menimbulkan kecanduan fisik (Santrock, 2003).
Stimulan sususan
saraf pusat memiliki dua golongan obat yang bekerja terutama pada susunan saraf
pusat (SSP). Golongan pertama yaitu stimulan psikomotor, menimbulkan eksitasi
dan euforia, mengurangi perasaan lelah dan meningkatkan aktivitas motorik.
Kelompok kedua, obat-obat psikotomimetik atau halusinogen, menimbulkan
perubahan mendasar dalam pola pemikiran dan perasaan, dan sedikit berpengaruh
pada sambungan otak dan sumsum tulang belakang. Sebagai suatu kesatuan,
stimulant susunan saraf pusat (SSP) sedikit sekali digunakan dalam klinik
tetapi penting dalam masalah penyalahgunaan obat, selain obat depresan SSP dan
narkotik (Mycek,2001).
4. Antidepresan
Depresi adalah gangguan efektif ditandai oleh ganguan
mood yang berhubungan dengan perubahan
perilaku, energi, nafsu makan, tidur, dan berat badan (M. J. Neal, 2006).
Serotonin atau 5-hidroksitriptamin (5HT) sebagai
neurotransmiter pada kominikasi antar
neuron-neuron otak. Jika serotonin kurang pada saraf-saraf otak maka akan
terjadi depresi (T. Hoan, 2010).
Dan begitu pula dengan norepinefrin jika kurang maka akan
minimbulkan depresi. Dengan menghambat jalan utama pengeluaran neurotransmitter
dan juga menghambat reseptor serotonik, a-adrenergik, histamine, dan muskarinik
akan minmbulkan efek antidepresan (Mycek, 2001).
B.
Uraian
Bahan
a.
Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Etanol/Etanol
Pemerian : Cairan tak berwarna,
jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam
air, dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,
terlindungi dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Zat tambahan.
b.
Amitriptilin (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : AMITRIPTYLINI
HYDROCHLORIDUM
Sinonim : Amitriptilina
Hidroklorida
Pemerian : Serbuk hablur atau hablur
kecil, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air,
dalam 1,5 bagian etanol (95%) P, dalam 1,2 bagian kloroform P, dan dalam 1
bagian methanol P, praktis tidak larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Antidepresan.
c. Aquadest
(Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
d.
Diazepam (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : DIAZEPAMUM
Sinonim : Diazepam
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau
hamper putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau, rasa mula-mula tidak
mempunyai rasa, kemudian pahit.
Kelarutan
: Agak sukar larut
dalam air, tidak larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Sedativum.
e. Eter
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : AETHER ANAESTHETICUS
Sinonim : Eter Anastesi
Pemerian : Cairan transparan, tidak
berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah
terbakar, campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada
kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air,
dapat campur dengan etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak dan
dengan minyak atsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah kering tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Kegunaan : Anastesi umum.
f. Fenobarbital
(Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : PHENOBARBITALUM
Sinonim : Fenobarbital Luminal
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur,
putih tidak berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam
air, larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida
dan dalam larutan alkali karbonat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Hipnotikum, sedativum.
C.
Uraian
Obat
a. Amitriptilin
(Dirjen POM
1979: 84)
Zat aktif : Amitriptilin
Golongan Obat : Psikofarmaka
Indikasi : Amitriptilin digunakan pada
keadaan ansietas dan depresi
Kontra indikasi : Jangan diberikan pada penderita
skizofrenia, aritmia, infark jantung,
kelainan jantung bawaan, dan antidepresan trisiklik
Efek samping : Efek
samping berupa rasa kering dimulut, sembelit, retensi urin, sedasi, leukopenia,
nausea, postural hipotensi, dizziness, tremor, skin rash
Farmakodinamik : Menghambat
Reuptake serotonin, dan norepinefrin di prasinaps membrane sel sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi serotonin dan norepinefrin disusun saraf pusat
Interaksi obat :Senyawa ini berinteraksi dengan
guanetidin dan klonidin
Dosis obat : Dosis
awal 3-4 tablet,kemudian ditingkatkan sampai 6 tablet dalam dosis terbagi.
Dosis dapat ditingkatkan bertahap setiap minggu tergantung dari respon klinik
penderita dan tidak meebihi 12 tablet perhari.
b. Diazepam
(Dirjen POM
1979: 362)
Zat
aktif : Diazepam
Golongan
Obat : Antiepilepsi atau antikonvulsi
Indikasi : Pemakaian jangka
pendek pada ansietas atau insomnia,
tambahan pada putus alcohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme
otot.
Kontra
indikasi : Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis,
insufisiensi pulmoner akut, glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut,
trimester pertama k ehamilan, bayi premature, tidak boleh atau ansietas yang
disertai dengan depresi
Efek
samping : Susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, fertigo,
sakit kepala, mimpi buruk, efek amnesia, gangguan pada saluran cerna
Farmakokinetik : Tempat yang pasti dan mekanisme
kerja benzodiasepin belum diketahui pasti tapi efek obat disebabkan oleh
penghambatan neurotransmitter g- aminobutiryc acid ( GABA)
Farmakodinamik : Bekerja
pada limbic, thalamus, hipotalamus, dan sistem saraf pusat dan menghasilkan
efek ansiolitik, sedatif, hipnotik
Interaksi
obat : Interaksi dengan obat lain
Dosis
obat : 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg
sehari dalam dosis terbagi
c.
Phenobarbital
Zat
aktif : Luminal / Fenobarbial
Golongan
Obat : Antikonvulsan
Indikasi : Antikonvulsan, Hipnotik sedatif
Kontra
indikasi : Hipersensitif terhadap penyakit hati, porfiria, kehamilan, penyakit
hati dan ginjal, psikoneurosis, hipoksia seperti asma, anemia berat
Efek
samping : Sakit kepala,
Depresi, Pusing , Perut tak nyaman, Mabuk, Hiperaktif
Interaksi
obat : Asam Valproat, MAOI, Kortikosteroid, antikoagulan, griseofulvin,
doksisiklin, estradiol, estrogen dan Progesteron.
Dosis
obat : Anak 1-3 tahun 1-3 mg/kg BB 6-9 menit sebelum operasi
D.
Uraian
Hewan Coba
a. Mencit
(Mus musculus)
Klasifikasi Mencit (Malole,1989).
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Sub phyllum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
b. Karakteristik
Mencit (Mus musculus) (Malole,1989)
1.
Mencit adalah hewan pengerat yang dapat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam
jumlah banyak.
2.
Dapat hidup dalam berbagai iklim baik di
dalam kandang maupun secara bebas sebagai hewan liar, oleh karena itu mencit
banyak digunakan di laboratorium.
3.
Mudah ditangani, memiliki sifat fotofobik
(takut pada cahaya) maka cenderung berkumpul sesamanya. Mereka
lebih efektif pada malam hari daripada siang hari karena kehadiran manusia
mengganggu dari aktifitas mencit.
4.
Mencit
mencapai umur 2 - 3 tahun, dan jika sedang menyusui akan mempertahankan
sarangnya.
5.
Lama
kehamilan 19 - 21 hari (4 - 12 ekor sekali lahir)
6.
Mulai
dikawinkan: jantan 50 haris, betina 50 –
60 hari
7.
Walaupun
ukuran tubuh relatif kecil namun denyut jantungnya 400/menit
8.
Konsumsi
oksigennya 1,7 ml/gr/hari
9.
Luas
permukaan tubuh 20 gram 36 cm2
10. Kecepatan respirasi/menit 136 – 216
11.
Volume
darah (% BB) : 7,5
12. Suhu tubuh (oC) 27,9 – 38,2
13. Tekanan darah 47/106
14. Volume tidal 0,15 ml
E.
Prosedur
Kerja
1.
Anastesi
a. Alkohol
1) Disiapkan
toples yang telah dibasahi alcohol
2) Dimasukan
mencit lalu ditutup
3) setelah
mencit pingsan di keluarkan dan diletakan di platform, lalu ditest hilang rasa
sakitnya dengan menusuk kulitnya atau jepit ekornya dengan pinset
4) Dicatat
onset dan durasinya
b. Eter
1) Disiapkan
toples yang telah dibasahi eter
2) Dimasukan
mencit lalu ditutup
3) Setelah
mencit pingsan di keluarkan dan diletakan di platform, lalu ditest hilang rasa
sakitnya dengan menusuk kulitnya atau jepit ekornya dengan pinset
4) Dicatat
onset dan durasinya
2.
Stimulan
1) Disiapkan
wadah berisi air
2) Mencit
dimasukan kemudian diberi perlakuan berupa gelombang
3) Dihitung frekuensi dan durasi mencit
4) Setelah
itu mencit diberikan amitriptilin secara oral
5) Masukan
mencit ke dalam wadah berisi air
6) Hitung
frekuensi dan durasi diam
3.
Anti
depresan
1) Mencit diberikan fenobarbital secara oral
2) Diikat
ekornya dengan benang godam, kemudian di gantung dengan statif
3) Dihitung
frekwensi dan durasi diam pada mencit
4.
Hipnotik
sedatif
1) Mencit
dibeikan fenobarbital secara oral dan diletakan di platform
2) Dicatat
onset dan durasinya.
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat
yang Digunakan
Adapun
alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu batang pengaduk, benang
godam, Erlenmeyer, gelas kimia, kanula, labu takar 10 mL, lap halus, lap kasar,
sendok tanduk, spoit insulin 1 mL, statif,
stopwatch, timbangan analitik.
B. Bahan yang Digunakan
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu aluminium foil,
amytripilin, aquadest, alcohol 96%, diazepam, eter, fenobarbital, kertas
timbang, platform, tissue.
C. Hewan Coba yang Digunakan
Adapun
hewan coba yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu mencit (Mus musculus).
D. Cara Kerja
a. Penyiapan Hewan Coba
1. Dipilih mencit jantan yang sehat
2. Mencit dipuasakan selama kurang lebih 8 jam
3. Mencit ditimbang dan dikelompokkan berdasarkan berat badannya
4. Mencit diberi tanda menggunakan spidol.
b. Penyiapan
Bahan
a) Pembuatan
sediaan amytriptilin
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Ditimbang tablet amytriptilin dengan berat rata-rata 207,17 mg.
3. Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4. Ditimbang bobot 4,04 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5
ml.
b) Pembuatan
sediaan diazepam
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Ditimbang tablet diazepam dengan berat rata-rata 126,2 mg.
3. Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4. Ditimbang bobot 2,460 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5
ml.
c) Pembuatan
sediaan Phenobarbital
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Ditimbang tablet Phenobarbital dengan berat rata-rata 199,6 mg.
3. Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4. Ditimbang bobot 2,466 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5
ml.
E.
Perlakuan pada Hewan Coba
a. Onset
dan Durasi Barbiturat Kerja Pendek
·
Disiapkan mencit yang telah diketahui
beratnya
·
Mencit disuntik dengan diazepam sebanyak 0,76
mL
·
Diletakkan di atas platform
·
Dicatat waktu mulai tidur dan lama tidurnya
mencit
b. Onset
dan Durasi Barbiturat Kerja Pendek
·
Disiapkan mencit dengan berat yang telah
diketahui
·
Mencit disuntik dengan fenobarbital sebanyak
0,83 mL
·
Mencit diletakkan di atas platform
·
Dicatat waktu mulai tidur dan lama tidurnya
mencit
c. Onset
dan Durasi Anastesi Umum
·
Disiapkan mencit dengan berat yang telah
diketahui
·
Mencit diletakkan dalam toples, tutup toples
dan catat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
·
Dibuka tutup toples, dan dimasukkan kapas
yang telah dibasahi eter sebanyak 1,5 mL
·
Ditutup toples sampai mencit teranastesi
·
Amati gejala yang timbul sebelum mencit
teranastesi
·
Keluarkan mencit dan tusuk kulitnya dengan
jarum suntik dan jepit ekornya dengan pingset untuk test hilangnya rasa sakit
d. Onset dan Durasi Anastesi Umum
·
Disiapkan mencit dengan berat yang telah
diketahui
·
Mencit diletakkan dalam toples, tutup toples
dan catat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
·
Dibuka tutup toples, dan dimasukkan kapas
yang telah dibasahi alkohol sebanyak 0,75 mL
·
Ditutup toples sampai mencit teranastesi
·
Amati gejala yang timbul sebelum mencit
teranastesi
·
Keluarkan mencit dan tusuk kulitnya dengan
jarum suntik dan jepit ekornya dengan pingset untuk test hilangnya rasa sakit
e. Stimulan
SSP/Antidepresi
·
Disiapkan mencit yang telah diketahui
beratnya
·
Mencit digantung pada statif dengan
menggunakan benang godam
·
Dihitung frekuensi dan durasi diam 2’ dan 4’
·
Diberikan obat ke mencit yaitu dengan obat
Amitriptilin sebanyak 0,66 mL
·
Mencit digantung pada statif dengan
menggunakan benang godam
·
Dihitung frekuensi dan durasi diam 2’ dan 4’
·
Dicatat hasil pengamatannya
BAB IV
DATA PENGAMATAN
A.
Tabel pengamatan
1. Anastesi
Nama Obat
|
Berat mencit
|
Onset
|
Durasi
|
Alkohol
|
20 g
|
1 jam 1 menit
|
1 jam 21 menit
|
Eter
|
21 g
|
1 jam 30 menit
|
24 menit
|
2. Hipnotik Sedativ
Nama Obat
|
Berat mencit
|
Onset
|
Durasi
|
Fenobarbital
|
24 g
|
7 menit 10 detik
|
1 jam 21 menit
|
Diazepam
|
23 g
|
1 jam 5 menit
|
7 menit 5 detik
|
3. Stimulan SSP
Nama Obat
|
Berat mencit
|
Sebelum pemberian
|
Setelah
pemberian
|
||||||
Perlakuan I
|
Perlakuan II
|
Perlakuan III
|
|||||||
F
|
D
|
F
|
D
|
F
|
D
|
F
|
D
|
||
Amitriptilin
|
20 g
|
13
|
2
|
12
|
2
|
9
|
2
|
7
|
2
|
Ket : F = frekuensi gerak D= Durasi gerak (menit)
BAB V
PEMBAHASAN
Sistem
syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang
disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal
antara berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan sistem saraf terdiri
dari dua bagian, pusat dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari neuron sensorik,
kelompok neuron yang disebut ganglia, dan saraf menghubungkan mereka satu sama
lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua saling berhubungan melalui jalur
saraf yang kompleks. Di sistem saraf enterik, suatu subsistem dari sistem saraf
perifer, memiliki kapasitas, bahkan ketika dipisahkan dari sisa dari sistem
saraf melalui sambungan primer oleh saraf vagus, untuk berfungsi dengan mandiri
dalam mengendalikan sistem gastrointestinal.
Neuron
mengirimkan sinyal ke sel lain sebagai gelombang elektrokimia perjalanan
sepanjang serat tipis yang disebut akson, yang menyebabkan zat kimia yang
disebut neurotransmitter yang akan dirilis di persimpangan yang disebut
sinapsis. Sebuah sel yang menerima sinyal sinaptik mungkin bersemangat, terhambat,
atau sebaliknya dimodulasi. Sensory neuron diaktifkan oleh rangsangan fisik
menimpa mereka, dan mengirim sinyal yang menginformasikan sistem saraf pusat
negara bagian tubuh dan lingkungan eksternal. Motor neuron, terletak baik dalam
sistem saraf pusat atau di perifer ganglia, menghubungkan sistem saraf otot
atau organ-organ efektor lain. Sentral neuron, yang pada vertebrata sangat
lebih banyak daripada jenis lain, membuat semua input dan output mereka koneksi
dengan neuron lain. Interaksi dari semua jenis bentuk neuron sirkuit neural
yang menghasilkan suatu organisme persepsi dari dunia dan menentukan perilaku.
Seiring dengan neuron, sistem saraf mengandung sel-sel khusus lainnya yang
disebut sel-sel glial (atau hanya glia), yang menyediakan dukungan struktural
dan metabolik.
Anestetika umum adalah obat yang dapat
menimbulkan anatesia atau narkosa yaitu suatu keadaan depresi umum yang
bersifat reversible dari berbagai pusat di SSP, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan, sehingga efek mirip keadaan pingsang
Anestetika digunakan pada pembedahan dengan
maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri, memblokir reaksi
refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta menimbulkan pelemasan otot
(relaksasi). Anestetika umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesia untuk pembedahan umumnya digunakan
kombinasi hipmotika, analgetika, dan relaksansia otot.
Anastetik umum merupakan depresan SSP,
dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap,
dan anastetik parenteral. Pada percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan
hanyalah anastetik menguap dan anastetik parenteral.
Hipnotik atau obat tidur
(hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam hari dalam
dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur,
mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang
lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa
(obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada
dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika tidak.
Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan.
Antidepresan adalah obat untuk mengatasi atau
mencegah depresi mental. Antidepresan juga didefinisikan sebagai senyawa yang
mampu melakukan perbaikan pada gejala depresi.
Stimulan Sistem saraf pusat (SSP) adalah obat
stimulan yang mempercepat proses fisik dan mental.
Pemanfaatan hewan coba pada percobaan ini sangatlah penting, karena tanpa
hewan coba tersebut maka fungsi dari laboratorium tidak dapat berlangsung,
misalnya penentuan parameter farmakokinetik dari suatu obat. Selain itu
pengguna hewan coba juga banyak dilakukan pada penelitian di bidang fisiologi,
farmakologi, biokimia, patologi, zoologi, dan untuk diagnosis. Selain itu,
hewan memiliki struktur tubuh yang hampir sama dengan manusia.
Sebelum dilakukan praktikum, hewan
coba mencit (Mus musculus) terlebih
dahulu dipuasakan selama ± 8 jam dimaksudkan agar efek biologis pada perlakuan
saat praktikum akan mudah terlihat. Hewan coba mencit (Mus musculus) yang digunakan
adalah yang berjenis kelamin jantan karena hormon hewan jantan lebih rendah
daripada hormon hewan betina sehingga memudahkan pada pengamatan efek dari
perlakuan yang diberikan.
Pada percobaan SSP kita akan melakukan beberapa perlakuan
pada hewan coba yaitu hipnotik sedative dengan menggunakan obat diazepam dan
fenobarbital, anastesi umum menggunakan eter dan alcohol dan percobaan
antidepresan menggunakan obat amitripilin.
Pada
percobaan ini dilakukan pengujian efek anestetik terhadap hewan coba (mencit).
Pengujian dilakukan dengan mengamati waktu tidur mencit. Dalam hal ini akan
diuji berapa mula kerja obat dan lamanya obat tersebut bekerja. Mula kerja obat
dikenal dengan nama onset dan lamanya kerja obat dikenal dengan nama durasi.
Pertama-tama
mencit ditimbang dan diberi tanda dengan menggunakan asam pikrat bisa juga
dengan spidol. Mencit I yang telah
ditandai kemudian diberikan perlakuan dengan cara mencit dimasukkan dalam
toples kemudian diberikan kapas yang mengandung eter dan diamati tingkah laku
mencit serta pada menit keberapa mencit mulai mencit mulai pingsan atau
tertidur. Prosedur yang hampir sama dilakukan untuk mencit V yang di beri
alcohol. Diperoleh hasil dari kedua zat anestesi tadi, alkohol 96% memiliki
onset 1 jam 1 menit dan durasi 1 jam 21 menit sedangkan eter memilik onset 1
jam 30 menit dan durasi 24 menit. Hal ini tidak sesuai dengan litertur yang
menyatakan eter memiliki onset lebih cepat dari pada alkohol.
Mekanisme kerja
anestetik. Tidak diketahui bagaimana anestetik menghasilkan efeknya. Potensi
anestetik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak dan anestetik bias terlarut
dalam lapisan ganda lipid pada membrane sel, memperluas membran, dan
meningkatkan sifat cairannya.
Pada
percobaan hipnotik sedatif menggunakan diazepam dan phenobarbital. Mencit
II dengan berat 24 g diberi
phenonbarbital sebanyak secara oral lalu digantung ekor mencit di statif.
Mencit IV dengan berat 23 g diberi diberi diazepam secara oral. Diperoleh hasil
phenobarbital memilik onset 7 menit 10 detik dan durasi 1 jam 21 menit
sedangkan diazepam memiliki onset 1 jam 5 menit dan durasi 7 menit 5 detik. Hal
ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa obat golongan barbiturat memiliki kerja lebih
cepat dibandingkan dengan obat-obat golongan benzodiazepin.
Mekanisme kerja obat pada
tahap pertama reseptor dalam keadaan kosong, tidak aktif dan saluran klorida
berpasangan tertutup, pada tahap kedua terjadi pengikatan GABA yang menyebabkan
saluran ion klorida membuka, pada tahap ketiga reseptor mengikat GABA yang
diperkuat oleh benzodiazepine maupun barbiturate. Dimana pada benzodiazepine
yaitu mempercepat frekuensi pembukaan kanal Cl- dan barbiturate
yaitu memperlama pembukaan kanal Cl- yang menyebabkan banyak kanal
Cl- yang masuk.
Pada
percobaan stimulan SSP menggunakan amitriptilin. Mencit III dengan berat 20 g
sebelumnya dimasukan didalam wadah berisi air selama 2 menit, kemudian di
berikan amitriptilin secara oral, dan dimasukan kembali ke wadah berisi air
diamati frekuensi gerak mencit setiap 2 menit. Diperoleh hasil pergerakan
mencit sebelum dan sesudah sama.
Pada percobaan stimulan SSP/antidepresan
menggunakan amitripilin diperoleh hasil yaitu frekuensi gerak pada perlakuan I
yaitu 12 kali dan durasinya 2 menit, pada perlakuan II frekuensi geraknya yaitu
9 kali dan durasinya 2 menit, dan pada perlakuan III frekuensi geraknya yaitu 7
kali dan durasinya selama 2 menit.
Adapun kesalahan-kesalahan
yang terjadi pada percobaan yang dapat disebabkan pada berbagai faktor, antara
lain:
1. Kesalahan
dalam membuat pengenceran obat sehingga tidak sesuai dengan dosis.
2. Obat
yang diberikan tidak mencapai dosis, sehingga tidak menghasilkan efek
farmakodinamik yang diharapkan.
3. Alat
yang digunakan sudah tidak memadai dan tidak steril sehingga tidak sesaui
dengan yang ditimbang.
4. Cara
pemberian suspensi atau senyawa yang tidak sesuai sehingga obat memberikan efek
yang lain.
5. Pengamatan
dan perlakuan yang salah dari praktikan sehingga tidak diperoleh hasil yang
diharapkan.
Hasil
Diskusi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang
kompleks ysng bersambungan terutama dari jaringan saraf. Sistem saraf terbagi
menjadi dua golongan yaitu :
1. Sistem saraf pusat (SSP) atau Sistem Saraf Sentral,
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (Spinal cord)
2. Sistem Saraf Perifer yang terdiri dari :
a. Aferen (sensorik)
b. Eferen (Motorik)
Aktivitas integrative
Output Motorik
·
Input Sensorik :
Sistem saraf menerima stimulus melalui reseptor yang terletak didalam tubuh
baik eksternal maupun internal. Eksternal reseptornya somatic, sedangkan
internal reseptornya visceral.
·
Aktivitas integrative
: reseptor yang mengubah stimulus menjadi impuls yang menjalar disepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis.
·
Output Motorik :
impuls dari otak dan medulla spinalis yang memperoleh respon dari otot dan
kelenjar tubuh.
Secara
fungsional, sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem
eferen:
1. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari
reseptor sensorik ke SSP.
2. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke
otot dan kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua
subdivisi.
a. Divisi somatik (volunter)
berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respons
motorik volunter pada otot rangka.
b. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons
involunter pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi
impuls saraf melalui dua jalur
1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada
medulla spinalis.
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada
medulla spinalis.
Obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anasntetik
umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif (menybebakan tidur ),
psikotropika (menghilangkan gangguan jiwa) anti kunvulsi (menghilangkan
kejang), anagetik (mengurangi rasa sakit) , opioid,
analgetik-antipiretik-antiinflamasi dan perangsang susunan saraf pusat.
Obat – Obat Hipnotik sedative

Pengikatan
GABA kereseptornya pada membrane sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan
efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan
hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan
meniadakan pembentukan kerja. Benzodiazepine terikat pada sisi spesifik dan
beranfinitas tinggi dari membrane sel
yang terpisah tapi dekat reseptor GABA. Pengikatan benzodiazepine memacu
afinitas reseptor GAB, untuk neotransmiter yang bersangkutan, sehingga saluran
klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu
hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Efek klinis berbagai
benzodiazepine tergantung pada afinitas ikatan obat masing – masing pada
kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.

Barbiturate
barangkali mengganggu transport natrium dan kalium melewati membrane sel. Ini
mengakibatkan inhibisi aktifitas system reticular mesensefalik. Transmisi
polisinaptik SSP dihambat. Barbiturate juga meningkatkan fungsi GABA memasukkan
klorida ke dalam neuron, meskipun obatnya tidak terikat pada reseptor
benzodaizepin.
Anastesi
Anatesi
umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi atau narkosa (yun. An = tanpa,
ainthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum dari pelbagai pusat di
SSP yang bersifat reversibel, diamana seluruh perasaan dan kesadaraan
ditiadakan sehingga agak mirip keadaan pingsan.
Anastesi umum terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Anastesi
inhalasi
Obat ini diberikan sebagai uap melalui
saluran nafas. Keuntungannya adalah resopsinya cepat memelalui paru-paru
seperti juga ekskersinya melalui gelembung paru ( alveoli) yang biasanya dal
keadaan utuh, pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu setiap waktu dapat
dihentikan. Oabt ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi. Dewasa ini
senyawa kuno eter, kloroform, trikloetilen dan sklopropan .praktis tidak
digunakan karana efek sampingnya. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah
gas tertawa, halotan, enfluranm isofliran dan sevofluran.
2. Anastesi
intravena
Obat-obat ini juga dapat diberikan
dalam sediaan suppositoria secara rektal tetapi resorpsinya kurang teratur.
Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anastesi total, atau
memeliharanya juga sebagi anastesi pada pembedahn singkat. Obat-obat yang temasuk
golongan ini adalah tiopental, diazepam. Midazolam, ketamin, propofol.
Kedalaman anastesi dapat dapat dibagi menjadi
suatu seri dari stadium berturut-turut yaitu:
1. Stadium I - analgesia : hilangnya sensai nyeri
akibat gangguan transmisi sensorik oada trakus spinotalamus. Penderita sadar
dan dapat diajak berbicara. Pada saat mendekati stadium II tercapai penurunan
kepekaan rasa nyeri.
2. Stadium
II – gelisah : penderita mengalami derililium dan tingkah laku kekerasan.
Tekanan darah meningkat dan ireguler . pernafasaan mugkin meningkat. Untuk
menghindari anastesi ini , dapat
diberikan barbiturat kerja singkat , seperti natrium tiopental yang
diberikan secara intravena sebelum anastesi
inhalasi.
3. Stadium
III- anastesi pembedahan : respirasi regular dan relaksasi otot rangka terjadi
pada stadium ini, refleks mata menurun secara progresif, sampai pergerakan bola
mata berhenti terinfeksi. Pembedahan dapat dilakukan selama stadium ini.
4. Stadium
IV – paralisis medular : deprsi kuat pusat pernafasan dan pusat vasomotor terjadi pada stadium ini. Kematian dapat
terjadi.
Mekanisme kerja anestetik. Tidak diketahui
bagaimana anestetik menghasilkan efeknya.Potensi anestetik berhubungan dengan
kelarutan dalam lemak dan anestetik bisa terlarut dalam lapisan ganda lipid
pada membrane sel,memperluas membrane,dan meningkatkan sifat cairannya .
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
hasil percobaan dari masing-masing obat yang telah diujikan pada hewan coba,
dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1. Pada
percobaan anastesi, alkohol memiliki onset lebih cepat yaitu 1 jam 1 menit dan
durasi lebih lama yaitu 1 jam 21 menit, pada mencit 20 gram dibandingkan dengan
eter yang memiliki onset 1 jam 30 menit dan durasi 24 menit terhadap mencit 21
gram.
2. Pada
percobaan hipnotik sedatif, dizepam memiliki onset 1 jam 5 menit dan durasi 7
menit 5 detik pada mencit 23 gram.
3. Pada
percobaan anti depresan SSP, amitriptylin memiliki efek anti depresan SSP yaitu
sebelum pemberian obat didapat frekuensi geraknya 13 dan durasi geraknya 2
menit. Setelah diberi obat amitriptylin di dapat pada perlakuan 1 didapat
frekuensi geraknya 12 dan durasi geraknya 2 menit, pada perlakuan kedua didapat
hasil frekuensi geraknya 9 dan durasi geraknya 2 menit, dan pada perlakuan
ketiga didapat frekuensi geraknya dan
durasi geraknya 2 menit.
4. Stimulan,
fenobarbital memiliki onset lebih cepat yaitu 7 menit 10 detik, dan durasi
lebih lama 1 jam 21 menit pada mencit 24
gram. Pergerakan mencit sebelum diberikan obat stimulant dan sesudah diberikan
obat adalah sama.
B. Saran
Sebaiknya disediakan meja
khusus untuk melakukan percobaan terhadap mencit ataupun kelinci atau dibedakan
antara meja tempat menulis dengan meja tempat
praktikum, serta sebaiknya
para asisten tetap membimbing praktikannya selama melakukan percobaan sehingga
mengurangi kesalahan dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2004. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Anonim. 2013.”Penuntun farmakologi praktikum dan Toksikologi II”.Makassar:Universitas
Muslim Indonesia
Ditjen
POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Malole, Dipramono. C. S. U.
1989. Penggunaan Hewan - Hewan Percobaan
diLaboratorium.Bogor.Pusat antar Universitas bioteknologi IPB.
Mardjono,
mahar. 2007. Farmaskologi dan Terapi. Balai
Penerbit Fakultas Universitas Indonesia. Jakarta.
Mycek, marry. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.
Widya Medika. Jakarta.
Neal,
M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis
edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sherwood,
Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari
Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sulistia,
dkk, 2007 “ Farmakologi Dan Terapi”,
Departemen Farmakologik dan Terapeutik, Jakarta
Yulianah Elin, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta.
LAMPIRAN
A.
Obat yang digunakan
1. Alkohol
2. amitriptilin
3. Diazepam
4. Eter
5. Phenobarbital
B.
Perhitungan Dosis
1. Amitiptilin
Dik : Dosis obat 25 mg
Berat Etiket 25 mg/tablet
Berat rata-rata 207,17
mg
Dosis
Mencit
-
Dosis mencit 20 g = Dosis obat x Faktor konversi
= 25 x 0,0026
= 0,065 mg
-
Dosis mencit 30 g
Mencit
30 g = Berat
yang dicari x
Dosis diketahui
Berat yang dosisnya
diketahui
= 30 g x 0,065mg
20 g
= 0,0975 mg
-
Volume pemberian (Vp) untuk mencit 20 g
Vp
= Berat
yang dicari x vp
maksimal
Berat maksimal
= 20 g x
1 ml
30 g
=0,66 ml
-
Larutan
stok 5 ml = Jumlah larutan
stok x
Dosis max.
Volume pemberian max.
= 5 ml x 0,0975 mg
1 ml
=
0,4875 mg/5 ml
-
Berat yang ditimbang=
Berat
larutan stok x Beratrata-rata
Berat etiket
= 0,4875 mg
x 207,17 mg
25 mg
= 4,04 mg
2. Diazepam
Dik : Dosis obat 10 mg
Berat Etiket 5 mg/tablet
Berat rata-rata 126,2 mg
Dosis
Mencit
-
Dosis mencit 20 g = Dosis obat x Faktor konversi
=
5 mg x 0,0026
= 0,026 mg
-
Dosis mencit 30 g
Mencit
30 g = Berat
yang dicari x
Dosis diketahui
Berat yang dosisnya
diketahui
= 30 g x 0,026 mg
20 g
= 0,039 mg
-
Dosis mencit 23 g
Mencit
23 g = Berat
yang dicari x
Dosis diketahui
Berat yang dosisnya
diketahui
= 23 g x 0,026 mg
20 g
= 0,0299 mg
-
Volume pemberian (Vp) untuk mencit 26 g
Vp
= Berat
yang dicari x vp
maksimal
Berat maksimal
= 23 g x
1 ml
30 g
=0,76 ml
-
Larutan
stok 5 ml = Jumlah larutan
stok x
Dosis max.
Volume pemberian max.
= 5 ml x 0,039 mg
1 ml
= 0,195 mg/5 ml
-
Berat yang ditimbang=
Berat
larutan stok x Beratrata-rata
Berat etiket
= 0,195 mg x 126,5 mg
5 mg
= 2,460 mg
3. phenobabital
Dik : Dosis obat 30 mg
Berat Etiket 30 mg/tablet
Berat rata-rata 199,6 mg
Dosis
Mencit
-
Dosis mencit 20 g = Dosis obat x Faktor konversi
=
30 mg x 0,0026
= 0,078 mg
-
Dosis mencit 30 g
Mencit
30 g = Berat
yang dicari x
Dosis diketahui
Berat yang dosisnya
diketahui
= 30 g x 0,078 mg
20 g
= 0,117 mg
-
Dosis mencit 24 g
Mencit
24 g = Berat
yang dicari x
Dosis diketahui
Berat yang dosisnya
diketahui
= 24 g x 0 mg
20 g
= 0,624 mg
-
Volume pemberian (Vp) untuk mencit 24 g
Vp
= Berat
yang dicari x vp
maksimal
Berat maksimal
= 24 g x
1 ml
30 g
=0,83 ml
-
Larutan
stok 5 ml = Jumlah larutan
stok x
Dosis max.
Volume pemberian max.
= 5 ml x 0,117mg
1 ml
= 0,585 mg/ 5 ml
-
Berat yang ditimbang=
Berat
larutan stok x Beratrata-rata
Berat etiket
= 0,585mg x
126,5 mg
30 mg
= 2,466 mg
C.
Nama
paten obat
1. Ampitriptilin
-
Trilin®
2. Diazepam
-
Lovium®
-
Metalium®
-
Paralium®
-
Stesolid®
-
Trakinon®
-
Valisanbe®
-
Valium®
3.
Phenobarbital
D.
Skema
kerja
1. Anastesi
umum
Alkohol
|
Dimasukan
toples berisi
|
Mencit
|
eter
|
Catat
onset dan durasi
|
2.
Mencit
|
Catat
onset dan durasi
|
Ekor
mencit digantung
|
Fenobarbital
|
diazepam
|
3.
Stimulat SSP
Mencit
|
Diberi
amitriptilin
|
Diletakan
di wadah berisi air
|
Cata
frekuensi dan durasi gerak
|
Diletakan
di wadah berisi air
|
Diazepam Eter
Fenobarbital Alkohol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar