Sabtu, 27 Desember 2014

Fartok II - Sistem Saraf Pusat

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Makin tinggi suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula tingkat kebutuhannya, dalam hal ini termasuk kebutuhan akan sistem penghantaran informasi, sistem koordinasi, dan sistem pengaturan, di samping kebutuhan akan organ pemasok dan organ sekresi.
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia kefarmasian sangat penting untuk dapat mempelajari karakteristik obat  secara efisien, akurat  dan dapat memberikan efek terapi dengan mengetahui efek fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Sistem saraf pusat manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Susunan saraf pusat terdiri atas otak besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang belakang dan diliputi oleh selaput otak (metix) yang terdiri atas pachmenix dan leptomenix. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat anti konvulsi, psikotropik, anestetik umum hipnotik-sedatif, antiparkinson, analgesik, antipiretik serta anti inflamasi.
Adapun yang melatarbelakangi untuk melakukan percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan melihat secara langsung efek-efek yang ditimbulkan oleh obat-obat tersebut pada sistem saraf otonom dasn sistem saraf pusat, maka kita menggunakan hewan coba seperti mencit (Mus musculus) dengan pemberian secara oral maupun dengan inteaperitonial dengan menggunakan hewan tersebut maka kita dapat melihat efek yang terjadi misalnya grooming, straub, piloereksi dan lain
B.   Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek obat-obat sedatif hipnotik dan obat-obat anestetik terhadap sistem saraf pusat mencit (Mus musculus).
C.   Tujuan Percobaan
1.    Mengamati efek obat hipnotik-sedatif yaitu fenobarbital dan diazepam terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).
2.    Mengamati efek obat anastetik umum dari eter dan alkohol pada mencit (Mus musculus).
3.    Mengamati efek obat stimulan yaitu amitripilin terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).
4.    Menentukan efek obat antidepresan yakni fenobarbital terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).


D.   Prinsip Percobaan
1.    Penentuan efek obat anestesi misalnya eter dan alkohol terhadap mencit (Mus musculus) dengan cara memasukkannya kedalam toples yang berisi obat diatas berdasarkan pengamatan terhadap onset, durasi, laju respirasi, dan aktivitas mencit melalui mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan mencit (Mus musculus)
2.    Penentuan efek obat hipotik sedatif seperti diazepam dan fenobarbital terhadap mencit (Mus musculus) dengan pemberian onset, durasi, laju respirasi, dan aktivitas mencit melalui mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan mencit (Mus musculus).
3.    Penentuan efek obat stimulan seperti amitripilin terhadap mencit (Mus musculus) dengan cara memasukkannya kedalam toples yang berisi obat diatas berdasarkan pengamatan terhadap onset, durasi, laju respirasi, dan aktivitas mencit melalui mekanisme touch respon, pasivitas, dan kegelisahan mencit (Mus musculus).
4.    Penentuan efektivitas pemberian obat antidepresan yakni fenobatbital berdasarkan frekuensi dan durasi diam dari mencit (Mus Musculus).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Teori Umum
Sistem saraf adalah satu dari dua sistem kontrol utama tubuh, selain sistem endokrin. Sistem saraf dibentuk oleh jaringan interaktif kompleks dari tiga jenis dasar sel saraf – neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron (Sherwood, 2001).
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel saraf yang terletak di luar otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari perifer ke SSP (Mycek, 2001).
Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat keorgan efektor melalui jenis serat saraf pusat ke organ efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf pascaganglion (Sulistia, 2009)
Secara umum daoat dikatakan bahwa system simpatis dan para simpatis memperlihatkan fungsi yang antgonistik . Bila yang satu menghambat suatu fungsi organ maka yang lainnya memacu fungsi organ tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah pengaruhb saraf simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis. (Sulistia, 2009)
Sistem saraf dibedakan atas dua divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel saraf yang terletak diluar otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan tepi, serta divisi eferen yang membawa infomasi dari perifer ke SSP.
A.   Sistem Saraf Otonom
Sistem Saraf Otonom (SSO) bersama-sama dengan sistem endokrin mengkoordinasi pengaturan dan integrasi fungsi-fungsi tubuh. Sistem endokrin mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui hormon yang kadarnya bervariasi dalam darah. Sebaliknya, sistem saraf mengantarkannya melalui transmisi impul listrik secara cepat melalui serabut-serabut saraf yang berakhir pada organ efektor dan efek khusus akan timbul sebagai akibat pelepasan subtansi neuromediator. Obat-obat otonom bekerja dengan cara menstimulasi sistem saraf otonom atau dengan cara menghambat kerja sistem saraf ini (Mycek, 2001).
Ada dua segi yang sangat penting dari pengaturan sirkulasi oleh saraf: Pertama, pengaturan saraf dapat berfungsi dengan sangat cepat, beberapa dari efek saraf mulai terjadi dalam satu detik dan mencapai perkembangan penuh dalam lima sampai 30 detik. Kedua, sistem saraf merupakan suatu cara untuk mengatur bagian besar dari sirkulasi secara serentak, walaupun sering mengurangi aliran darah ke jaringan-jaringan lain. (Pearce, 2006).
Sistem  saraf otonom membawa implus saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui (James , 2002):
1.  Sistem Saraf Tepi Eferen otonom
Sistem ini merupakan system dimana tidak dipengaruhi kesadaran dalam mengatur kebutuhan sehari-hari. Sistem saraf otonom ini terdiri atas  saraf motorik visera yang menginervasi otot polas organ visera, otot jantung, pembuluh darah, dan kelenjar endokrin.
2.    Sistem Saraf Tepi Eferen Somatik
Sistem ini merupakan kesadaran yang mengatur fingsi-fingsi seperti kontraksi otot untuk memindahkan suatu benda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan fungsi yang antagonistic. Bila satu menghambat satu fungsi organ maka yang lain memacu fungsi organ tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi di bawah pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah pegaruh parasimpatis. Namun terkadang fungsi kedua system tersebut dapdt juga saling melangkapi misalnya padafungsi seksual. Sehingga dapat dikatakan bahwa system simpatis berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar tubuh dengan reaksi berupa perlawanan diri yang dikenal sebagi fight or flight reaction. Sedangkan system parasimpatis berperan dalam fungsi konversi dan reverse tubuh (Mardjono, 2009).
Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat, dan antar keduanya dihubungkan dengan urat-urat saraf eferen dan eferen. Juga memiliki sifat-sifat seolah-olah sebagai bagian sisten saraf pusat, yang telah bermigrasi dari saraf pusat guna mencapai kelenjar, pembuluh darah, jantung, paru-paru dan usus. Oleh karena sistem saraf otonom itu terutama berkenaan dengan dalam pengendalian organ-organ dalam secara tidak sadar, maka kadang-kadang juga disebut susunan saraf tak sadar (Wilson, 2002).
Sebagian besar  obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja nurotransmiter. (Mycek, 2001).
Adapun reseptor-reseptor simpatis yaitu  dan  dimana terbagi menjadi  (Mardjono, 2009):
a.    Reseptor 1 adrenergik, reseptor ini terdapat pada otot polos (pembuluh darah, saluran kemih, kelamin dan usus) dan jantung.
b.    Reseptor 2 adrenergik, reseptor pada ujung saraf adrenergik atau pada pembuluh darah
c.    Reseptor 1 adrenergik, reseptor ini terdapat pada pembuluh darah.
d.     Reseptor 2 adrenergik, reseptor ini terdapat pada otot polos dan jantung atau paru-paru.
e.    Reseptor 3 adrenergik, reseptor ini terdapat pada jaringan adipose (lemak)
Reseptor pada parasimpatis, yaitu  (Mardjono, 2009):
1.    Muskarinik
a.    M1 di ganglia dan berbagai kelenjar
b.    M2 di jantung
c.    M3 di otot polos dan kelenjar
d.    M4 masih dalam penelitian


2.    Nikotinik
Reseptor nikotinik terdapat di ganglia otomom. Adrenal medula dan SSP disebut reseptor nikotinik neuronal (NN), sedangkan reseptor nikotinik yang terdapat disambungkan saraf otot yang disebut dengan reseptor nikotinik otot (Nm).
B.   Sistem Saraf Pusat
1.    Anastesia
Anastesia adalah hilangnya sensasi nyeri (sakit) yang diserttai atau tidak disertainya hilangnya kesadaran. Anatesi terbagi dua yaitu anastesi  umum dan anastesi lokal. Begantung pada dalamnya pembuisan, anastetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri dan efek anastesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anastetik lokal hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anastetik umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan anastetik lokal bekerja langsung pada serabut saraf perifer (Mardjono, 2009).
Teknik pemberian obat anastetik umum terbagi dua, yaitu : (Mycek, 2001):
a.    Anastetik inhalasi : gas tawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran. Obat ini dibrikan sebagai uap melalui saluran nafas.
b.    Anastetik intravena : toipental, diazepam, dan ketamin. Obat-obat ini dapat diberikan dalam bentuk supositoria secara rectal.
Anastetik telah di ketahui menghambat fungsi reseptor glutamat dan meningkatkan transmisi asam y-aminobuturat (GABA) (M. J. Neal, 2006).
2.    Hipnotik-Sedatif
Hipnotik dan sedative merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan ngantuk, menidurkan, hingga berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati (M. Mardjono. 2009).
Sedatif berfungsi menurunkan aktifitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEG-nya (T. Hoan. 2010).
Pengikatan GABA ke reseptornya membuka saluran Cl.  Keadaan ini akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron dan mengakibatkan keadaan hipnotik sedatif (MJ mycek. 2001).


3.    Stimulan
Stimulan dalah obat-obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf pusat. Stimulan yang paling meluas penggunaannya adalah kafein, nikotin, amfetamin, dan kokain. Stimulan menyebabkan meningkatnya detak jantung, mempercepat pernafasan dan meningkatnya suhu badan serta menurunnya nafsu makan. Stimulan dapat menimbulkan kecanduan fisik (Santrock, 2003).
Stimulan sususan saraf pusat memiliki dua golongan obat yang bekerja terutama pada susunan saraf pusat (SSP). Golongan pertama yaitu stimulan psikomotor, menimbulkan eksitasi dan euforia, mengurangi perasaan lelah dan meningkatkan aktivitas motorik. Kelompok kedua, obat-obat psikotomimetik atau halusinogen, menimbulkan perubahan mendasar dalam pola pemikiran dan perasaan, dan sedikit berpengaruh pada sambungan otak dan sumsum tulang belakang. Sebagai suatu kesatuan, stimulant susunan saraf pusat (SSP) sedikit sekali digunakan dalam klinik tetapi penting dalam masalah penyalahgunaan obat, selain obat depresan SSP dan narkotik (Mycek,2001).

4.    Antidepresan
Depresi adalah gangguan efektif ditandai oleh ganguan mood  yang berhubungan dengan perubahan perilaku, energi, nafsu makan, tidur, dan berat badan (M. J. Neal, 2006).
Serotonin atau 5-hidroksitriptamin (5HT) sebagai neurotransmiter  pada kominikasi antar neuron-neuron otak. Jika serotonin kurang pada saraf-saraf otak maka akan terjadi depresi (T. Hoan, 2010).
Dan begitu pula dengan norepinefrin jika kurang maka akan minimbulkan depresi. Dengan menghambat jalan utama pengeluaran neurotransmitter dan juga menghambat reseptor serotonik, a-adrenergik, histamine, dan muskarinik akan minmbulkan efek antidepresan (Mycek, 2001).
B.   Uraian Bahan
a.    Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi               : AETHANOLUM
Sinonim                     : Etanol/Etanol
Pemerian                   : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan                  : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan                 : Zat tambahan.
b.    Amitriptilin (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi               : AMITRIPTYLINI HYDROCHLORIDUM
Sinonim                     : Amitriptilina Hidroklorida
Pemerian                 : Serbuk hablur atau hablur kecil, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau.
Kelarutan                 : Larut dalam 1 bagian air, dalam 1,5 bagian etanol (95%) P, dalam 1,2 bagian kloroform P, dan dalam 1 bagian methanol P, praktis tidak larut dalam eter P.
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                 : Antidepresan.
c.    Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi               : AQUA DESTILLATA
Sinonim                     : Air suling
Pemerian                   : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                 : Sebagai pelarut.
d.    Diazepam (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi                : DIAZEPAMUM
Sinonim                      : Diazepam
Pemerian                    : Serbuk hablur, putih atau hamper putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau, rasa mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit.
Kelarutan                    : Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Kegunaan                  : Sedativum.
e.    Eter (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi               : AETHER ANAESTHETICUS
Sinonim                     : Eter Anastesi
Pemerian                   : Cairan transparan, tidak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah terbakar, campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan                  : Larut dalam 10 bagian air, dapat campur dengan etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak dan dengan minyak atsiri.
Penyimpanan           : Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Kegunaan                 : Anastesi umum.
f.     Fenobarbital (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi               : PHENOBARBITALUM
Sinonim                     : Fenobarbital Luminal
Pemerian                   : Hablur atau serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan                  : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                 : Hipnotikum, sedativum.
C.   Uraian Obat
a.    Amitriptilin (Dirjen POM 1979:  84)
Zat aktif                   : Amitriptilin
Golongan Obat      : Psikofarmaka
Indikasi                   : Amitriptilin digunakan pada keadaan ansietas dan  depresi
Kontra indikasi      : Jangan diberikan pada penderita skizofrenia,  aritmia, infark jantung, kelainan jantung bawaan, dan antidepresan trisiklik
Efek samping        : Efek samping berupa rasa kering dimulut, sembelit, retensi urin, sedasi, leukopenia, nausea, postural hipotensi, dizziness, tremor, skin rash
Farmakodinamik   : Menghambat Reuptake serotonin, dan norepinefrin di prasinaps membrane sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan norepinefrin disusun saraf pusat
Interaksi obat         :Senyawa ini berinteraksi dengan guanetidin dan klonidin
Dosis obat              : Dosis awal 3-4 tablet,kemudian ditingkatkan sampai 6 tablet dalam dosis terbagi. Dosis dapat ditingkatkan bertahap setiap minggu tergantung dari respon klinik penderita dan tidak meebihi 12 tablet perhari.
b.    Diazepam (Dirjen POM 1979:  362)
Zat aktif                   : Diazepam
Golongan Obat      : Antiepilepsi atau antikonvulsi
Indikasi                   : Pemakaian jangka pendek pada  ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alcohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Kontra indikasi      : Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner akut, glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama k ehamilan, bayi premature, tidak boleh atau ansietas yang disertai dengan depresi 
Efek samping        : Susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, fertigo, sakit kepala, mimpi buruk, efek amnesia, gangguan pada saluran cerna
Farmakokinetik      : Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiasepin belum diketahui pasti tapi efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmitter g- aminobutiryc acid ( GABA)
Farmakodinamik   : Bekerja pada limbic, thalamus, hipotalamus, dan sistem saraf pusat dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik
Interaksi obat           :        Interaksi dengan obat lain
Dosis obat              : 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari dalam dosis terbagi
c.    Phenobarbital
Zat aktif                   : Luminal / Fenobarbial
Golongan Obat      : Antikonvulsan
Indikasi                   : Antikonvulsan, Hipnotik sedatif
Kontra indikasi      : Hipersensitif terhadap penyakit hati, porfiria, kehamilan, penyakit hati dan ginjal, psikoneurosis, hipoksia seperti asma, anemia berat
Efek samping         : Sakit kepala, Depresi, Pusing , Perut tak nyaman, Mabuk, Hiperaktif
Interaksi obat         : Asam Valproat, MAOI, Kortikosteroid, antikoagulan, griseofulvin, doksisiklin, estradiol, estrogen dan Progesteron.
Dosis obat              : Anak 1-3 tahun 1-3 mg/kg BB 6-9 menit sebelum operasi
D.   Uraian Hewan Coba
a.    Mencit (Mus musculus)
Klasifikasi Mencit (Malole,1989).
Kingdom                          : Animalia
Phyllum                           : Chordata
Sub phyllum                   : Vertebrata
Class                                : Mamalia
Sub class                         : Theria
Ordo                                  : Rodentia
Familia                             : Muridae
Genus                              : Mus
Species                            : Mus musculus
b.    Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Malole,1989)
1.        Mencit adalah hewan pengerat yang dapat berkembang  biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak.
2.       Dapat hidup dalam berbagai iklim baik di dalam kandang maupun secara bebas sebagai hewan liar, oleh karena itu mencit banyak digunakan di laboratorium.
3.       Mudah ditangani, memiliki sifat fotofobik (takut pada cahaya) maka cenderung berkumpul sesamanya.  Mereka lebih efektif pada malam hari daripada siang hari karena kehadiran manusia mengganggu dari aktifitas mencit.
4.       Mencit mencapai umur 2 - 3 tahun, dan jika sedang menyusui akan mempertahankan sarangnya.
5.       Lama kehamilan 19 - 21 hari (4 - 12 ekor sekali lahir)
6.       Mulai dikawinkan:  jantan 50 haris, betina 50 – 60 hari
7.       Walaupun ukuran tubuh relatif kecil namun denyut jantungnya 400/menit
8.       Konsumsi oksigennya 1,7 ml/gr/hari
9.       Luas permukaan tubuh 20 gram 36 cm2
10.   Kecepatan respirasi/menit 136 – 216
11.      Volume darah (% BB) : 7,5
12.    Suhu tubuh (oC) 27,9 – 38,2
13.    Tekanan darah 47/106
14.    Volume tidal 0,15 ml
E.   Prosedur Kerja
1.    Anastesi
a.    Alkohol
1)    Disiapkan toples yang telah dibasahi alcohol
2)    Dimasukan mencit lalu ditutup
3)    setelah mencit pingsan di keluarkan dan diletakan di platform, lalu ditest hilang rasa sakitnya dengan menusuk kulitnya atau jepit ekornya dengan pinset
4)    Dicatat onset dan durasinya
b.    Eter
1)    Disiapkan toples yang telah dibasahi eter
2)    Dimasukan mencit lalu ditutup
3)    Setelah mencit pingsan di keluarkan dan diletakan di platform, lalu ditest hilang rasa sakitnya dengan menusuk kulitnya atau jepit ekornya dengan pinset
4)    Dicatat onset dan durasinya
2.    Stimulan
1)    Disiapkan wadah berisi air
2)    Mencit dimasukan kemudian diberi perlakuan berupa gelombang
3)    Dihitung  frekuensi dan durasi mencit
4)    Setelah itu mencit diberikan amitriptilin secara oral
5)    Masukan mencit ke dalam wadah berisi air
6)    Hitung frekuensi dan durasi diam
3.    Anti depresan
1)    Mencit  diberikan fenobarbital secara oral
2)    Diikat ekornya dengan benang godam, kemudian di gantung dengan statif
3)    Dihitung frekwensi dan durasi diam pada mencit
4.    Hipnotik sedatif
1)    Mencit dibeikan fenobarbital secara oral dan diletakan di platform
2)    Dicatat onset dan durasinya.



BAB III
METODE KERJA
A.   Alat yang Digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu batang pengaduk, benang godam, Erlenmeyer, gelas kimia, kanula, labu takar 10 mL, lap halus, lap kasar, sendok tanduk, spoit insulin 1 mL,  statif,  stopwatch, timbangan analitik.
B.   Bahan yang Digunakan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu aluminium foil, amytripilin, aquadest, alcohol 96%, diazepam, eter, fenobarbital, kertas timbang, platform, tissue.
C.   Hewan Coba yang Digunakan
Adapun hewan coba yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu mencit (Mus musculus).
D.   Cara Kerja
a.  Penyiapan Hewan Coba
1.  Dipilih mencit jantan yang sehat
2.  Mencit dipuasakan selama kurang lebih 8 jam
3.  Mencit ditimbang dan dikelompokkan berdasarkan berat badannya
4.  Mencit diberi tanda menggunakan spidol.

b.  Penyiapan Bahan
a)    Pembuatan sediaan amytriptilin
1.  Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2.  Ditimbang tablet amytriptilin dengan berat rata-rata 207,17 mg.
3.  Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4.  Ditimbang bobot 4,04 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5 ml.
b)    Pembuatan sediaan diazepam
1.  Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2.  Ditimbang tablet diazepam dengan berat rata-rata 126,2 mg.
3.  Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4.  Ditimbang bobot 2,460 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5 ml.
c)    Pembuatan sediaan Phenobarbital
1.  Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2.  Ditimbang tablet Phenobarbital dengan berat rata-rata 199,6 mg.
3.  Tablet yang akan ditimbang digerus terlebih dahulu.
4.  Ditimbang bobot 2,466 mg dan dilarutkan dengan aqua pro injeksi 5 ml.
E.   Perlakuan pada Hewan Coba
a.    Onset dan Durasi Barbiturat Kerja Pendek
·         Disiapkan mencit yang telah diketahui beratnya
·         Mencit disuntik dengan diazepam sebanyak 0,76 mL
·         Diletakkan di atas platform
·         Dicatat waktu mulai tidur dan lama tidurnya mencit
b.    Onset dan Durasi Barbiturat Kerja Pendek
·         Disiapkan mencit dengan berat yang telah diketahui
·         Mencit disuntik dengan fenobarbital sebanyak 0,83 mL
·         Mencit diletakkan di atas platform
·         Dicatat waktu mulai tidur dan lama tidurnya mencit
c.    Onset dan Durasi Anastesi Umum
·         Disiapkan mencit dengan berat yang telah diketahui
·         Mencit diletakkan dalam toples, tutup toples dan catat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
·         Dibuka tutup toples, dan dimasukkan kapas yang telah dibasahi eter sebanyak 1,5 mL
·         Ditutup toples sampai mencit teranastesi
·         Amati gejala yang timbul sebelum mencit teranastesi
·         Keluarkan mencit dan tusuk kulitnya dengan jarum suntik dan jepit ekornya dengan pingset untuk test hilangnya rasa sakit
d.     Onset dan Durasi Anastesi Umum
·         Disiapkan mencit dengan berat yang telah diketahui
·         Mencit diletakkan dalam toples, tutup toples dan catat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
·         Dibuka tutup toples, dan dimasukkan kapas yang telah dibasahi alkohol sebanyak 0,75 mL
·         Ditutup toples sampai mencit teranastesi
·         Amati gejala yang timbul sebelum mencit teranastesi
·         Keluarkan mencit dan tusuk kulitnya dengan jarum suntik dan jepit ekornya dengan pingset untuk test hilangnya rasa sakit
e.    Stimulan SSP/Antidepresi
·         Disiapkan mencit yang telah diketahui beratnya
·         Mencit digantung pada statif dengan menggunakan benang godam
·         Dihitung frekuensi dan durasi diam 2’ dan 4’
·         Diberikan obat ke mencit yaitu dengan obat Amitriptilin sebanyak 0,66 mL
·         Mencit digantung pada statif dengan menggunakan benang godam
·         Dihitung frekuensi dan durasi diam 2’ dan 4’
·         Dicatat hasil pengamatannya


BAB IV
DATA PENGAMATAN
A.     Tabel pengamatan
1.    Anastesi
Nama Obat
Berat mencit
Onset
Durasi
Alkohol
20 g
1 jam 1 menit
1 jam 21 menit
Eter
21 g
1 jam 30 menit
24 menit

2.    Hipnotik Sedativ
Nama Obat
Berat mencit
Onset
Durasi
Fenobarbital
24 g
7 menit 10 detik
1 jam 21 menit
Diazepam
23 g
1 jam 5 menit
7 menit 5 detik





3.  Stimulan SSP
Nama Obat
Berat mencit
Sebelum pemberian
Setelah pemberian
Perlakuan I
Perlakuan II
Perlakuan III
F
D
F
D
F
D
F
D
Amitriptilin
20 g
13
2
12
2
9
2
7
2

Ket : F = frekuensi gerak         D= Durasi gerak (menit)








BAB V
PEMBAHASAN
Sistem syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal antara berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan sistem saraf terdiri dari dua bagian, pusat dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari neuron sensorik, kelompok neuron yang disebut ganglia, dan saraf menghubungkan mereka satu sama lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua saling berhubungan melalui jalur saraf yang kompleks. Di sistem saraf enterik, suatu subsistem dari sistem saraf perifer, memiliki kapasitas, bahkan ketika dipisahkan dari sisa dari sistem saraf melalui sambungan primer oleh saraf vagus, untuk berfungsi dengan mandiri dalam mengendalikan sistem gastrointestinal.
Neuron mengirimkan sinyal ke sel lain sebagai gelombang elektrokimia perjalanan sepanjang serat tipis yang disebut akson, yang menyebabkan zat kimia yang disebut neurotransmitter yang akan dirilis di persimpangan yang disebut sinapsis. Sebuah sel yang menerima sinyal sinaptik mungkin bersemangat, terhambat, atau sebaliknya dimodulasi. Sensory neuron diaktifkan oleh rangsangan fisik menimpa mereka, dan mengirim sinyal yang menginformasikan sistem saraf pusat negara bagian tubuh dan lingkungan eksternal. Motor neuron, terletak baik dalam sistem saraf pusat atau di perifer ganglia, menghubungkan sistem saraf otot atau organ-organ efektor lain. Sentral neuron, yang pada vertebrata sangat lebih banyak daripada jenis lain, membuat semua input dan output mereka koneksi dengan neuron lain. Interaksi dari semua jenis bentuk neuron sirkuit neural yang menghasilkan suatu organisme persepsi dari dunia dan menentukan perilaku. Seiring dengan neuron, sistem saraf mengandung sel-sel khusus lainnya yang disebut sel-sel glial (atau hanya glia), yang menyediakan dukungan struktural dan metabolik.
Anestetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anatesia atau narkosa yaitu suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari berbagai pusat di SSP, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga efek mirip keadaan pingsang
Anestetika digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri, memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestetika umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesia untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipmotika, analgetika, dan relaksansia otot.
Anastetik umum merupakan depresan SSP, dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap, dan anastetik parenteral. Pada percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan hanyalah anastetik menguap dan anastetik parenteral.
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur, mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan.
Antidepresan adalah obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Antidepresan juga didefinisikan sebagai senyawa yang mampu melakukan perbaikan pada gejala depresi.
Stimulan Sistem saraf pusat (SSP) adalah obat stimulan yang mempercepat proses fisik dan mental.
Pemanfaatan hewan coba pada percobaan ini sangatlah penting, karena tanpa hewan coba tersebut maka fungsi dari laboratorium tidak dapat berlangsung, misalnya penentuan parameter farmakokinetik dari suatu obat. Selain itu pengguna hewan coba juga banyak dilakukan pada penelitian di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, zoologi, dan untuk diagnosis. Selain itu, hewan memiliki struktur tubuh yang hampir sama dengan manusia.
            Sebelum dilakukan praktikum, hewan coba mencit (Mus musculus) terlebih dahulu dipuasakan selama ± 8 jam dimaksudkan agar efek biologis pada perlakuan saat praktikum akan mudah terlihat. Hewan coba mencit (Mus musculus)  yang digunakan adalah yang berjenis kelamin jantan karena hormon hewan jantan lebih rendah daripada hormon hewan betina sehingga memudahkan pada pengamatan efek dari perlakuan yang diberikan.
Pada percobaan SSP kita akan melakukan beberapa perlakuan pada hewan coba yaitu hipnotik sedative dengan menggunakan obat diazepam dan fenobarbital, anastesi umum menggunakan eter dan alcohol dan percobaan antidepresan menggunakan obat amitripilin.
Pada percobaan ini dilakukan pengujian efek anestetik terhadap hewan coba (mencit). Pengujian dilakukan dengan mengamati waktu tidur mencit. Dalam hal ini akan diuji berapa mula kerja obat dan lamanya obat tersebut bekerja. Mula kerja obat dikenal dengan nama onset dan lamanya kerja obat dikenal dengan nama durasi.
Pertama-tama mencit ditimbang dan diberi tanda dengan menggunakan asam pikrat bisa juga dengan spidol.  Mencit I yang telah ditandai kemudian diberikan perlakuan dengan cara mencit dimasukkan dalam toples kemudian diberikan kapas yang mengandung eter dan diamati tingkah laku mencit serta pada menit keberapa mencit mulai mencit mulai pingsan atau tertidur. Prosedur yang hampir sama dilakukan untuk mencit V yang di beri alcohol. Diperoleh hasil dari kedua zat anestesi tadi, alkohol 96% memiliki onset 1 jam 1 menit dan durasi 1 jam 21 menit sedangkan eter memilik onset 1 jam 30 menit dan durasi 24 menit. Hal ini tidak sesuai dengan litertur yang menyatakan eter memiliki onset lebih cepat dari pada alkohol.
Mekanisme kerja anestetik. Tidak diketahui bagaimana anestetik menghasilkan efeknya. Potensi anestetik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak dan anestetik bias terlarut dalam lapisan ganda lipid pada membrane sel, memperluas membran, dan meningkatkan sifat cairannya.
Pada percobaan hipnotik sedatif menggunakan diazepam dan phenobarbital. Mencit II  dengan berat 24 g diberi phenonbarbital sebanyak secara oral lalu digantung ekor mencit di statif. Mencit IV dengan berat 23 g diberi diberi diazepam secara oral. Diperoleh hasil phenobarbital memilik onset 7 menit 10 detik dan durasi 1 jam 21 menit sedangkan diazepam memiliki onset 1 jam 5 menit dan durasi 7 menit 5 detik. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa  obat golongan barbiturat memiliki kerja lebih cepat dibandingkan dengan obat-obat golongan benzodiazepin.
Mekanisme kerja obat pada tahap pertama reseptor dalam keadaan kosong, tidak aktif dan saluran klorida berpasangan tertutup, pada tahap kedua terjadi pengikatan GABA yang menyebabkan saluran ion klorida membuka, pada tahap ketiga reseptor mengikat GABA yang diperkuat oleh benzodiazepine maupun barbiturate. Dimana pada benzodiazepine yaitu mempercepat frekuensi pembukaan kanal Cl­- dan barbiturate yaitu memperlama pembukaan kanal Cl­- yang menyebabkan banyak kanal Cl­- yang masuk.
Pada percobaan stimulan SSP menggunakan amitriptilin. Mencit III dengan berat 20 g sebelumnya dimasukan didalam wadah berisi air selama 2 menit, kemudian di berikan amitriptilin secara oral, dan dimasukan kembali ke wadah berisi air diamati frekuensi gerak mencit setiap 2 menit. Diperoleh hasil pergerakan mencit sebelum dan sesudah sama.
Pada percobaan stimulan SSP/antidepresan menggunakan amitripilin diperoleh hasil yaitu frekuensi gerak pada perlakuan I yaitu 12 kali dan durasinya 2 menit, pada perlakuan II frekuensi geraknya yaitu 9 kali dan durasinya 2 menit, dan pada perlakuan III frekuensi geraknya yaitu 7 kali dan durasinya selama 2 menit.
Adapun kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan yang dapat disebabkan pada berbagai faktor, antara lain:
1.    Kesalahan dalam membuat pengenceran obat sehingga tidak sesuai dengan dosis.
2.    Obat yang diberikan tidak mencapai dosis, sehingga tidak menghasilkan efek farmakodinamik yang diharapkan.
3.    Alat yang digunakan sudah tidak memadai dan tidak steril sehingga tidak sesaui dengan yang ditimbang.
4.    Cara pemberian suspensi atau senyawa yang tidak sesuai sehingga obat memberikan efek yang lain.
5.    Pengamatan dan perlakuan yang salah dari praktikan sehingga tidak diperoleh hasil yang diharapkan.
Hasil Diskusi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks ysng bersambungan terutama dari jaringan saraf. Sistem saraf terbagi menjadi dua golongan yaitu :
1.    Sistem saraf pusat (SSP) atau Sistem Saraf Sentral, terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (Spinal cord)
2.    Sistem Saraf Perifer yang terdiri dari :
a.    Aferen (sensorik)
b.    Eferen (Motorik)
Sistem Saraf diatur dalam tiga cara :                Input Sensorik
                                                                         Aktivitas integrative
                                                                                           Output Motorik
·         Input Sensorik : Sistem saraf menerima stimulus melalui reseptor yang terletak didalam tubuh baik eksternal maupun internal. Eksternal reseptornya somatic, sedangkan internal reseptornya visceral.
·         Aktivitas integrative : reseptor yang mengubah stimulus menjadi impuls yang menjalar disepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis.
·         Output Motorik : impuls dari otak dan medulla spinalis yang memperoleh respon dari otot dan kelenjar tubuh.
Secara fungsional, sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen:
1.     Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP.
2.     Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua subdivisi.
a. Divisi somatik (volunter)  berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunter pada otot rangka.
b. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
1)  Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
2)  Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anasntetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif (menybebakan tidur ), psikotropika (menghilangkan gangguan jiwa) anti kunvulsi (menghilangkan kejang), anagetik (mengurangi rasa sakit) , opioid, analgetik-antipiretik-antiinflamasi dan perangsang susunan saraf pusat.
Obat – Obat Hipnotik sedative
*      Benzodiazepin
Pengikatan GABA kereseptornya pada membrane sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja. Benzodiazepine terikat pada sisi spesifik dan beranfinitas tinggi dari membrane sel  yang terpisah tapi dekat reseptor GABA. Pengikatan benzodiazepine memacu afinitas reseptor GAB, untuk neotransmiter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Efek klinis berbagai benzodiazepine tergantung pada afinitas ikatan obat masing – masing pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.
*      Barbiturat
Barbiturate barangkali mengganggu transport natrium dan kalium melewati membrane sel. Ini mengakibatkan inhibisi aktifitas system reticular mesensefalik. Transmisi polisinaptik SSP dihambat. Barbiturate juga meningkatkan fungsi GABA memasukkan klorida ke dalam neuron, meskipun obatnya tidak terikat pada reseptor benzodaizepin.
Anastesi
Anatesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi atau narkosa (yun. An = tanpa, ainthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum dari pelbagai pusat di SSP yang bersifat reversibel, diamana seluruh perasaan dan kesadaraan ditiadakan sehingga agak mirip keadaan pingsan.
Anastesi umum terbagi menjadi dua, yaitu:
1.  Anastesi inhalasi
Obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resopsinya cepat memelalui paru-paru seperti juga ekskersinya melalui gelembung paru ( alveoli) yang biasanya dal keadaan utuh, pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu setiap waktu dapat dihentikan. Oabt ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi. Dewasa ini senyawa kuno eter, kloroform, trikloetilen dan sklopropan .praktis tidak digunakan karana efek sampingnya. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah gas tertawa, halotan, enfluranm isofliran dan sevofluran.
2.  Anastesi intravena
          Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rektal tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anastesi total, atau memeliharanya juga sebagi anastesi pada pembedahn singkat. Obat-obat yang temasuk golongan ini adalah tiopental, diazepam. Midazolam, ketamin, propofol.
Kedalaman anastesi dapat dapat dibagi menjadi suatu seri dari stadium berturut-turut yaitu:
1.   Stadium I - analgesia : hilangnya sensai nyeri akibat gangguan transmisi sensorik oada trakus spinotalamus. Penderita sadar dan dapat diajak berbicara. Pada saat mendekati stadium II tercapai penurunan kepekaan rasa nyeri.
2.  Stadium II – gelisah : penderita mengalami derililium dan tingkah laku kekerasan. Tekanan darah meningkat dan ireguler . pernafasaan mugkin meningkat. Untuk menghindari anastesi ini , dapat  diberikan barbiturat kerja singkat , seperti natrium tiopental yang diberikan secara  intravena sebelum anastesi inhalasi.
3.  Stadium III- anastesi pembedahan : respirasi regular dan relaksasi otot rangka terjadi pada stadium ini, refleks mata menurun secara progresif, sampai pergerakan bola mata berhenti terinfeksi. Pembedahan dapat dilakukan selama stadium ini.
4.  Stadium IV – paralisis medular : deprsi kuat pusat pernafasan dan pusat vasomotor  terjadi pada stadium ini. Kematian dapat terjadi.
Mekanisme kerja anestetik. Tidak diketahui bagaimana anestetik menghasilkan efeknya.Potensi anestetik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak dan anestetik bisa terlarut dalam lapisan ganda lipid pada membrane sel,memperluas membrane,dan meningkatkan sifat cairannya .










BAB VI
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari hasil percobaan dari masing-masing obat yang telah diujikan pada hewan coba, dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1.    Pada percobaan anastesi, alkohol memiliki onset lebih cepat yaitu 1 jam 1 menit dan durasi lebih lama yaitu 1 jam 21 menit, pada mencit 20 gram dibandingkan dengan eter yang memiliki onset 1 jam 30 menit dan durasi 24 menit terhadap mencit 21 gram.
2.    Pada percobaan hipnotik sedatif, dizepam memiliki onset 1 jam 5 menit dan durasi 7 menit 5 detik pada mencit 23 gram.
3.    Pada percobaan anti depresan SSP, amitriptylin memiliki efek anti depresan SSP yaitu sebelum pemberian obat didapat frekuensi geraknya 13 dan durasi geraknya 2 menit. Setelah diberi obat amitriptylin di dapat pada perlakuan 1 didapat frekuensi geraknya 12 dan durasi geraknya 2 menit, pada perlakuan kedua didapat hasil frekuensi geraknya 9 dan durasi geraknya 2 menit, dan pada perlakuan ketiga didapat frekuensi geraknya  dan durasi geraknya 2 menit.
4.    Stimulan, fenobarbital memiliki onset lebih cepat yaitu 7 menit 10 detik, dan durasi lebih lama 1 jam 21 menit  pada mencit 24 gram. Pergerakan mencit sebelum diberikan obat stimulant dan sesudah diberikan obat adalah sama.

B.   Saran
Sebaiknya disediakan meja khusus untuk melakukan percobaan terhadap mencit ataupun kelinci atau dibedakan antara meja tempat menulis dengan meja tempat  praktikum, serta sebaiknya para asisten tetap membimbing praktikannya selama melakukan percobaan sehingga mengurangi kesalahan dalam praktikum.









DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2004. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Anonim. 2013.”Penuntun farmakologi praktikum dan Toksikologi II”.Makassar:Universitas Muslim Indonesia
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Malole, Dipramono. C. S. U. 1989. Penggunaan Hewan - Hewan Percobaan diLaboratorium.Bogor.Pusat antar Universitas bioteknologi IPB.
Mardjono, mahar. 2007. Farmaskologi dan Terapi. Balai Penerbit Fakultas Universitas Indonesia. Jakarta.
Mycek, marry. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika. Jakarta.
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sulistia, dkk, 2007 “ Farmakologi Dan Terapi”, Departemen Farmakologik dan Terapeutik, Jakarta
Yulianah Elin, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi.  PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta.






LAMPIRAN
A.   Obat yang digunakan
1.    Alkohol
2.    amitriptilin
3.    Diazepam
4.    Eter
5.    Phenobarbital
B.   Perhitungan Dosis
1.    Amitiptilin
Dik : Dosis obat 25 mg
         Berat Etiket 25 mg/tablet
         Berat rata-rata 207,17  mg
Dosis Mencit
-         Dosis mencit 20 g =  Dosis obat x Faktor konversi
                                  =  25 x 0,0026
                                  =  0,065 mg
-         Dosis mencit 30 g
Mencit 30 g =     Berat yang dicari      x  Dosis diketahui
                        Berat yang dosisnya diketahui

                     =       30 g   x 0,065mg
                              20 g

                            =     0,0975 mg
-         Volume pemberian (Vp)  untuk mencit 20 g
Vp =     Berat yang dicari      x  vp maksimal
               Berat maksimal

= 20 g   x 1 ml
     30 g

=0,66 ml


-         Larutan stok 5 ml  =     Jumlah larutan stok      x  Dosis max.
                                    Volume pemberian max.
                                 =   5 ml   x 0,0975 mg
                                      1 ml
                                            = 0,4875 mg/5 ml
-          Berat yang ditimbang=   Berat larutan stok x  Beratrata-rata
                                                 Berat etiket

                                      = 0,4875 mg   x 207,17  mg
                                           25 mg

                                                  =   4,04 mg

2.    Diazepam
Dik : Dosis obat 10 mg
         Berat Etiket 5 mg/tablet
         Berat rata-rata 126,2 mg
Dosis Mencit
-         Dosis mencit 20 g =  Dosis obat x Faktor konversi
                                  = 5 mg x 0,0026
                                  =  0,026 mg

-         Dosis mencit 30 g
Mencit 30 g =     Berat yang dicari      x  Dosis diketahui
                        Berat yang dosisnya diketahui

                     =       30 g   x 0,026 mg
                              20 g

                            =     0,039 mg
-         Dosis mencit 23 g
Mencit 23 g =     Berat yang dicari      x  Dosis diketahui
                        Berat yang dosisnya diketahui

                     =       23 g   x 0,026 mg
                              20 g

                            =     0,0299 mg
-         Volume pemberian (Vp)  untuk mencit 26 g
Vp =     Berat yang dicari      x  vp maksimal
               Berat maksimal

= 23 g   x 1 ml
     30 g

=0,76 ml
-         Larutan stok 5 ml  =     Jumlah larutan stok      x  Dosis max.
                                    Volume pemberian max.
                                 =   5 ml   x 0,039 mg
                                       1 ml
                                            =   0,195 mg/5 ml
-          Berat yang ditimbang=   Berat larutan stok x  Beratrata-rata
                                                 Berat etiket
                                     
= 0,195 mg   x 126,5 mg
                                           5 mg

                                                    =   2,460 mg
3.    phenobabital
Dik : Dosis obat 30 mg
         Berat Etiket 30 mg/tablet
         Berat rata-rata 199,6 mg
Dosis Mencit
-         Dosis mencit 20 g =  Dosis obat x Faktor konversi
                                  = 30 mg x 0,0026
                                  =  0,078 mg
-         Dosis mencit 30 g
Mencit 30 g =     Berat yang dicari      x  Dosis diketahui
                        Berat yang dosisnya diketahui

                     =       30 g   x 0,078 mg
                              20 g

                            =     0,117 mg
-         Dosis mencit 24 g
Mencit 24 g =     Berat yang dicari      x  Dosis diketahui
                        Berat yang dosisnya diketahui

                     =       24 g   x 0 mg
                              20 g

                            =     0,624 mg
-         Volume pemberian (Vp)  untuk mencit 24 g
Vp =     Berat yang dicari      x  vp maksimal
               Berat maksimal

= 24 g   x 1 ml
     30 g

=0,83 ml


-         Larutan stok 5 ml  =     Jumlah larutan stok      x  Dosis max.
                                    Volume pemberian max.
                                 =    5 ml   x 0,117mg
                                       1 ml
                                            =    0,585 mg/ 5 ml
-          Berat yang ditimbang=   Berat larutan stok x  Beratrata-rata
                                               Berat etiket
= 0,585mg   x  126,5 mg
                                            30 mg

                                                  =   2,466 mg



C.   Nama paten obat
1.    Ampitriptilin
-     Trilin®
2.    Diazepam
-     Lovium®
-     Metalium®
-     Paralium®
-     Stesolid®
-     Trakinon®
-     Valisanbe®
-     Valium®
3.    Phenobarbital







D.    Skema kerja
1.    Anastesi umum
Alkohol
Dimasukan toples berisi
Mencit
eter
Catat onset dan durasi
 





2.   
Mencit
Catat onset dan durasi
Ekor mencit digantung
Fenobarbital
diazepam
Hipnotik sedatif



3.    Stimulat SSP
Mencit
Diberi amitriptilin
Diletakan di wadah berisi air
Cata frekuensi dan durasi gerak
Diletakan di wadah berisi air
 















 
               Diazepam                                                       Eter

 
                Fenobarbital                                                  Alkohol



Tidak ada komentar:

Posting Komentar