BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia
peningkatan penyakit yang berhubungan dengan jantung juga semakin meningkat . Meskipun pelayanan kesehatan dan kedokteran
juga semakin meningkat dan didasarkan pada sistem kedokteran modern,
tetapi pemakaian obat-obat jauh dari keadaan optimal dan rasional
karena banyaknya masyarakat
yang bergantung pada obat yang beredar sekarang ini tanpa mengetahui dosis dan
efek yang dikandung oleh obat yang dikonsumsi tersebut, serta bagaimana cara
penggunaan obat yang dikonsumsi dengan baik. Pemakaian obat yang
tidak rasional tersebut merupakan
masalah serius dalam pelayanan kesehatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak
negatif yang terjadi.
Pada zaman sekarang ini seseorang sangat mudah terkena
penyakit karena disebabkan mobilitas atau kesibukan yang cukup tingga,
sehiingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh tidak begitu baik. Misalnya
makanan instan yang kita ketahui bersama mengandung banyak bahan pengawet dan
bahan-bahan berbahya lainnya.
Penelitian membuktikan bahowa pembunuh no.1 saat ini didunia adalah penyakit
jantung. Masalah penyakit jantung berwawal dari hal sederhana saja misalnya
dari makanan itu sendiri dan pola hidup yang tidak sehat.
Dengan adanya masalah tersebut maka kita sebagai calon
farmasis harus mengetahui cara kerja obat dan efek yang ditimbulkan. Oleh
karena itu, percobaan sistem kardiovaskuler ini perlu
dilaksanakan.
Pada percobaan ini kita menggunakan hewan coba mencit
(Mus musculus), dimana hewan ini akan menjadi hewan percobaan dengan
pemberian obat atau sediaan farmasi
sehingga dari hasil sehingga kita dapat mengetahui efektifitas
setiap obat dari hasil data
praktikum yang didapatkan .
B.
Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami efek fermakologi dari obat
hipertensi terhadap terhadap hewan coba mencit ( Mus musculus ).
C.
Tujuan
Percobaan
Menentukan efek dari
obat hipertensi yaitu Propanolol, Kaptopril, Nifedipin dengan pengamatan warna
telinga dari hewan coba mencit ( Mus
musculus ).
D.
Prinsip
Percobaan
Penentuan efek obat hipertensi yaitu Propanolol, Kaptopril,
Nifedipin terhadap hewan coba mencit (
Mus musculus ) yang sebelumnya diinduksi dengan epinefrin secara
intraperitorial untuk meningkatkan tekanan darah mencit lalu diamati warna
merah telingan mencit dengan interval waktu 0’, 15’, 30’ ,45’,dan 60’ setelah
pemberian obat secara peroral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori
Umum
Hipertensi
didefenisikan sebagai tekanan darah diastolic tetap yang lebih besar dari 90
mmHg disertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik (140 mmHg) (Mycek.2001).
Tekanan
darah tinggi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan peningkatan
risiko stroke, penyakit jantung koroner dan penyakit organ target lainnya (misalnya
retinopati, gagl ginjal) (Neal. 2005)
Tekanan darah pada
pasien hipertensi dikontrol dengan mekanisme
yang sama, yang juga digunakan pada subjek - subjek normotensif.
Regulasi tekanan darah pada hipertensi berbeda dengan keadaan normal dengan baroreseptor
dan system control volume tekanan darah ginjal pada tingkat tekanan darah yang
lebih tinggi (Katzung, 2002).
Mekanisme pengaturan tekanan darah (Mycek. 2001)
a.
Sistem
baroreseptor dan system saraf simpatis
Berorefleks mencakup system saraf simpatis yang diperlukan umtuk
pengaturan tekanan darah yang cepat dari waktu ke waktu. Turunnya tekanan darah
menyebabkan neuron-neuron yang sensitive terhadap tekanan akan mengirimkan
impuls yang lebih lemah kepada pusat-pusat kardiovaskular dalam sambungan sumsum.
Ini akan menimbulkan peningkatan respons reflex pusat simpatik dan penurunan
pusat parasimpatik terhadap jantung dan pembuluh yang mengakibatkan
vasokontriksi dan meningkatkan isi sekuncup.
b.
Sistem
rennin-angiotensin-aldosteron
Ginjal
mengatur tekanan darah jangka panjang dengan mengubah volume darah.
Baroreseptor pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara
mengeluarkan enzim rennin. Peptidase ini akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I yang selanjutnya dikonversi menjadi angiotensin II oleh oleh
enzim pengkonversi angiotensin (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor
yang sangat poten dalam sirkulasi, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Lebih
lanjut, angiotensin II ini memacu sekresi aldosteron, sehingga reansorbsi natrium
ginjal dan volume darah meningkat, yang seterusnya juga akan meningkatkan
tekanan darah.
Hipertensi merupakan
penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik
(hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui
penyebabnya (hipertensi primer atau esensial).Hipertensi sekunder bernilai
kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh
penyakit ginjal kronik atau renovaskular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
hipertensi sekunder antara lain pheocrhromocytoma, sindrom cushing,
hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep
apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid),
amphetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan
venlafaxine (Sukandar, 2008).
Multifaktor
yang dapat menimbulkan hipertensi primer adalah (Sukandar, 2008) :
a. Ketidaknormalan
humoral meliputi system renin-angiotensin-aldosteron, hormone natriuretik, atau
hiperinsulinemia.
b. Masalah
patologi pada system syaraf pusat, serabut saraf otonom, volume plasma, dan
konstriksi arteriol.
c. Defisiensi
senyawa sintesis lokal vasodilator pada endothelium vascular, misalnya
prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida, atau terjadinya peningkatan
produksi senyawa vasokontriktor seperti angiotensin II dan endotelin I.
d. Asupan
natrium tinggi dan peningkatan sirkulasi hormone natriuretik yang menginhibisi
transport natrium intraseluler, menghasilkan peningkatan reaktivitas vascular
dan tekanan darah.
e. Peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler, memicu perubahan vascular, fungsi otot halus
dan peningkatan resistensi vascular perifer.
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingginya tekanan darah, menurut Joint National Comitte on prevention,
detection, evaluation and treatment og high blood pressure (JNC), membuat
klasifikasi yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada JNC V (1992)
hipertensi dibagi dalam 4 tingkat : ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Pada JNC VI (1997) hipertensi hipertensi dibagi menjadi tingkat 1, tingkat 2,
dan tingkat 3 ditambah 1 kelompok hipertensi sistolik terisolasi, sedangkan
klasifikasi baru JNC VII (2003) hanya membagi hipertensi menjadi tingkat 1 dan
tingkat 2 dan menghilangkan kelompok hipertensi sistolik terisolasi (Mardjono,
2007).
Berdasarkan tinjauan klinis dan etiologi
hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sebagai berikut : (Mutschler, 1991)
1. Hipertensi
primer
(Sinonim
: hipertensi esensial, genuine, idiopatik) dengan penyebab yang masih belum
diketahui
2. Hipertensi
sekunder
Yang
terjadi akibat perubahan organ secara patologik.
a. Renal
- Renovaskuler
(karena stenosis arteri renalis)
- Renoparenkimal
(misalnya pada glomerulonefritis kronis, penciutan ginjal pielonefritik, ginjal
kista, amiloidosis, periarteritisnodosa, nefropati kehamilan)
b. Endokrin
(Pada
sindrom Cushing, sindrom Conn, hipertireosis, akromegali, feokromositoma)
c. Kardiovaskuler
(Misalnya
pada stenosis ismusaorta, stenosis aorta, blockade jantung total, sindrom
jantung hiperkinetik)
d. Neurogen
(Akibat
penyaklit organik pada sistem saraf, misalnya tumor, ensefalitis, meringitis,
keracunan karbonmonoksida dan talium)
Dari
kesemuanya ini :
- Hipertensi
primer (esensial) sekitar 90 %
- Hipertensi
renal 6-8 %
- Hipertensi
endokrin lebih kecil sama dengan 1 %
- Hipertensi
kardiovaskuler lebih kecil sama dengan 1 %
- Hipertensi
neurogen lebih kecil 1 %
Pada orang normal dan hipertensi, curah
jantung dan resistensi perifer diatur oleh suatu mekanisme pengatur yang saling
tumpah tindih yaitu barorefleks disalurkan melalui sistem saraf simpatik, dan sistem
renin-angiotensin-aldosteron.Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dimana
ginjal mengatur tekanan darah jangka panjang dengan mengubah volume darah.
Baroreseptor pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan darah (dan stimulasi
reseptor β-adrenergik simpatik) dengan cara mengeluarkan enzim renin. Peptidase
ini akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjurnya
dikonversi menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat poten dalam sirkulasi,
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut angiotensin II ini memacu
sekresi aldosteron, sehingga reabsorbsi natrium ginjal dan volume darah
meningkat, yang seterusnya juga akan meningkatkan tekanan darah (Mycek, 2001).
Obat-Obat
antihipertensi terdapat 7 golongan yaitu (Mycek, 2001) :
1. Golongan
Diuretik (bumetanid, furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton dan
triamteren).
2. Golongan
Penyekat β (atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, propanolol dan timolol)
3. Golongan
Inhibitor ACE (benazepril, kaptopril, enalapril, fosinopril, lisinopril,
moeksipril, quinapril dan ramipril)
4. Golongan
Antagonis Angiotensin II (losartan)
5. Golongan
Penyekat Kanal Kalsium (amlodipin, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nisoldipin dan verapamil)
6. Golongan
Penyekat α (doksazosin, prazosin dan terazosin)
7. Lain-lain
(klonidin, diakzoksid, hidralazin, α-metildopa, minoksidil dan natrium
nitroprusid).
Mekanisme kerja obat golongan antihipertensi
yaitu sebagai berikut (Mycek, 2001) :
1. Obat
antihipertensi golongan diuretik dapat menurunkan tekanan darah dengan
menyebabkan diuresis (menurunkan cairan vascular tubuh) dimana obat golongan
ini bekerja dimulai dengan meningkatkan ekskresi natrium dan air dari dinding
arteriolar yang berperan dalam penurunan volume ekstrasel, sehingga menimbulkan
pengurangan isi sekuncup jantungdan aliran darah ginjal.
2. Golongan
penyekat β dapat menurunkan tekanan darah terutama mengurangi isi sekuncup
jantung. Obat ini menurunkan aliran simpatik dari SSP dan menghambat pelepasan
renin dari ginjal,karena itu mengurangi pembentukan angiotensin II dan sekresi
aldosteron .
3. Golongan
ACE inhibitor dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi
vascular perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun
kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin yang
mengubah angiotensin I membentuk vasokontriksi poten angiotensin II. ACE
inhibitor juga menurunkan sekresi aldosteron sehingga mengurangi retensi
natrium dan air.
4. Golongan
antagonis angiotensin II merupakan penyekat reseptor angiotensin II yang sangat
sensitif. Efek farmakologik sama dengan ACE yaitu menimbulkan vasodilatasi dan
menyekat sekresi aldosteron.
5. Golongan
penyekat kanal kalsium dimana mekanisme kerja obat golongan ini adalah
menghambat kanal kalsium dengan cara terikat pada kanal kalsium tipe L di
jantung dan otot polos koroner dan vascular perifer sehingga akan terjadi
penurunan kontraksi dan menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.
6. Golongan
penyekat α dimana mekanisme kerjanya yaitu menghambat reseptor α1
sehingga menurunkan resistensi vascular perifer dan menurunkan tekanan darah
arterial dengan menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan vena (memberikan
efek vasodilatasi).
7. Lain-lain
:
a. Bekerja
sentral, dimana mekanisme kerja dari obat-obat ini adalah sebagai agonis
α-adrenergik dimana obat ini mengurangi aliran adrenergik sentral sehingga
menurunkan tekanan darah.
b. Vasodilator,
dimana mekanisme kerja dari obat-obat ini adalah dengan cara merelaksasi otot
polos vascular, yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan
darah
c. Kedaruratan
Hipertensi, dimana obat-obat ini diberikan pada saat darurat saja dengan cara
intravena, yang dapat menyebabkan vasodilatasi langsung, dengan refleks
takikardia. Obat ini dapat menurunkan tekanan darah pada semua orang, apapun
penyebabnya.
Berdasarkan tingginya
tekanan darah seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya ˃140/90 mmHg
(Gunawan,2009) :
Klasifikasi
|
Sistol
|
Diastol
|
mm Hg
|
mm Hg
|
|
Normal
|
˂ 120
|
˂ 80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-89
|
Hipertensi
|
|
|
Tingkat 1
|
140-159
|
90-99
|
Tingkat 2
|
˃ 160
|
˃ 100
|
Berdasarkan etiologinya
hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial atau hipertensi primer atau
idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas.
Penyebebnya multifaktorial meliputi faktor genetika dan lingkungan. Dan
Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok
ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal),
hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, oabt-obat-obatan dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa hipertensi renovaskuler , misalnya pada stenosis
arteri renalisvakulitis internal (
Gunawan,2009).
Ginjal mengatur tekanan
darah jangka panjang dengan mengubah
volume darah. Barometereseptor pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan darah
(dan stimulasi reseptor ß-adrenergik simpatik) dengan cara mengeluarkan enzim
renin . Pepetidase ini akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya dikonversi
menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin (ACE). Angiotensin
II adalah vasokonstriktor yang sangat poten dalam sirkulasi, menyebabkan
peningkatan tekanan darah . Lebih lanjut, angiotensin II ini memacu sekresi
aldosteron, sehingga reabsorbsi natrium ginjal dan volume darah meningkat ,
yang seterusnya juga akan meningkatkan tekanan darah (Mycek,2001).
Antihipertensi memiliki
beberapa golongan obat yaitu golongan diuretic, Penyekat-Beta, inhibitor ACE,
Antagonis angiotensin II , Penyekat kanal kalsium, Penyekat –Alfa dan obat
golongan lain-lain (Mycek,2001).
Golongan diuretik tiazid
bekerja merendahkan tekanan darah ,dimulai dengan peningkatan sekresi Na+
dan air. Ini menurunkan volume ekstrasel menimbulkan pengurangan isi sekuncup
jantung dan aliran darah ginjal. Contoh obatnya yaitu Hidroklorotiazid.
Sedangkan diuretic loop , bekarja cepat pada pasien contoh obatnya Furosemid.
Menyebabkan penurunan resisitensi
vaskuler ginjal. Meningkatkan isi kadar kalsium urine sedangkan
diuretika tiazid menurunkan konsentrsi kalsium pada urine (Mycek,2001) .
Golongan penyekat
ß-adrenoreseptor, contoh obatnya yaitu : Atenolol, Labetalol, Metoprolol,
Nadolol, Propanolol dan Timolol, menyebebkan penurunan tekanan darah terutama
mengurangi isi sekuncup jantung . Obat ini menurunkan aliran simpatik dari SSP
dan menghambat pelepasan renin dari ginjal , karena itu mengurangi pembentukan
angiotensin II dan sekresi aldosteron. (Mycek,2001).
Golongan inhibitor ACE
,contoh obatnya yaitu Benazepril, Kaptopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril,
Moeksinipril, Quinapril, Ramipril, menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
resistensi vaskuler perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun
kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensinogen
yang mengubah angiotensin I membentuk vasokontriksi poten angiotensin II.
Vasodilatasi terjadi sebagai efek kombinasi vasokontriksi yang lebih rendah
disebabkan oleh berkurangnya angiotensin II dan vasodilatasi dari peningkatan
bradikinin (Mycek,2001).
Golongan Antagonis
angiotensin II contoh obatnya yaitu Losartan, menurunkan tekanna darah dengan
memblok reseptor angiotensin . Obat ini mempunyai sifat yang sama dengan
inhibitor ACE yaitu menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan sekresi
aldosteron (Neal,2006).
Golongan penyekat kanal
kalsium contoh obatnya yaitu Amlodipin, Diltiazem, Felodipin,Isradipin,
Nefedipin, dan Verapamil, menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat
masuknya kalsium kedalam sel. Hal ini
menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah (Neal,2006).
Golongan penyekat
α-Adrenergik menyebabkan penyakatan kompetitif α1 – Adrenoreseptor
contoh obatnya yaitu Doksazosin, Praosin, Terasozin. Obat-obat ini menurunkan
vaskuler periver dan menurunkan tekanan darah arterial dengan menyebabkan bukan hanya perubahan yang kecil
dari curah jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan viltrasi glomerulus (Mycek,2001).
B.
Uraian
Bahan
1.
Air Suling
(Ditjen POM, 1995)
Nama resmi : Aqua Destillata
Nama lain :
Aquadest, air suling
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak mengandung bahan
kimia yang dapat membahayakan tubuh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai
pelarut
2. Nifedipin (Ditjen POM, 1995)
Nama resmi :
Nifedipin
Nama lain :
Nifedipin
Pemerian :
Serbuk hablur putih dan rapuh.
Kelarutan :
Larut dalam air dan etanol 95% P
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :
Obat hipertensi
3.
Epinefrin (Ditjen
POM, 1979)
Nama resmi : EPINEPHRINUM
Nama Lain : Epinefrina (Adrenalina)
Rumus
Molekul : C9H13NO3
Berat
Molekul : 183,21
Pemerian
: Serbuk hablur renik, putih atau putih
kuning gading.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air; tidak larut dalam
etanol (95%)P dan dalam eter P. mudah larut dalam larutan asam mineral, dalam
natrium hidroksida P, dan dalam kalium hidroksida P, tetapi tidak larut dalam
larutan ammonia dan dalam alkali karbonat, tidak stabil dalam alkali atau
netral, berubah menjadi merah jika kena
udara.
Kegunaan :
Agonis adrenergic bekerja langsung
4.
Captopril (Ditjen
POM : 1995)
Nama Resmi :
CAPTOPRILIUM
Sinonim :
Captopril
Pemerian : Serbut hablur putih atau hampir putih, bau khas
seperti sulfida .melebur pada suhu 104o sampai 110o.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam methanol, dalam
etanol dan kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai obat pada hipertensi
5.
Propanolol (Ditjen POM : 1995)
Nama Resmi : PROPRANOL HYDROCHLORIDUM
Sinonim : Propranol Hidroklorida
Pemerian : Serbut hablur, putih atau hampir putih, tidak
berbau, rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol, sukar larut
dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai obat hipertensi
C. Uraian Obat
1.
Captopril
Nama sediaan : Captopril
(ISO,2010).
Golongan obat : Inhibitor ACE
(Mycek,2001).
Indikasi :
Untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung, pasca infark miokard, dabetes
nefropati (ISO,2010).
Kontra
indikasi : Hipersensitivitas
Efek samping : Hilangnya rasa ( kadang – kadang juga pencium,
batuk kering, dan exanthema. ( Tjay , 2008)
Farmakodinamik : Memperkuat tonus sfingter esofagus distal dan
meningkatkan amplitudo kontraksi
esofagus (Ganiswarna,2002).
Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral 60 – 65 % dan berkurang
bila diberikan 1 jam sebelum makan.
Ikatan dengan protein plasma sekitar 30 %. Waktu paruh eliminasinya sekitar 2,2
jam. Eksresi utuh dalam urin terjadi pada 40% dari dosis yang bioavailabet, maka
pada gangguan ginjal dosis obat harus dikurangi. (Ganiswarna, 2002).
Dosis :
Hipertensi : oral 1 -2 dd mg, bila perlu
setelah 2 -3 minggu 1-2 dd 50 mg.
(Ganiswara, 2002).
2.
Nifedipin® (Tjay, 2007)
Zat
aktif : Nifedipin
Golongan Obat : Penyekat kanal kalsium
Indikasi : Semua bentuk angina pectoris,kardiomiopati, obstruktif dan
nonobstruktif hipertropik, hipertensi arterial, termasuk krisis hipertensi.
Kontraindikasi : Wanita
hamil
Efek samping : Udema
pergelangan kaki, mual, sakitkepala, takikardia, kemerahan pada muka dan leher,
hipotensi.
Farmakokinetik : Bersifat
vaskuloselektif dan generasi yang baru memiliki selektivitas
yang lebih tinggi. Sifat vaskuloselektif ini menguntungkan karena efek
langsung pada nodus AV dan SA minimal menurunkan resistensi perifer tanpa
penurunan fungsi jantung yang berarti jantung yang berarti dapat dikombinasikan
dengan obat penyekat β.
Farmakodinamik : Resorpsinya
dari usus baik (90%), tetapi BA-nya hanya rata-rata 60% karena FPE tinggi. Mulai kerja kapsul dalam 20 menit dan
bertahan 1-2 jam, tablet oros masing-masing 2-4 jam dan 16-18 jam. PP-nya diatas 90%, plasma-t½-nya 2-5 jam
(k.l. 11 jam pada tablet retard).
Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit inaktif yang dieksresikan lewat
kemih (90%) dan tinja (10%).
Dosis : Pada hipertensi 3 dd 10-20 mg atau 2 dd20-40 mg
retard d.c.; angina oral 3-4 dd 10mg tablet (ditelan utuh), berangsur-angsur
dinaikan sampai maksimal 6 dd 20 mg. Atau 1 dd
30-120 mg tablet retard pagi hari d.c.; Pada raynaud 2 dd 10-20 mg
tablet retard d.c.
3.
Propanolol (Tjay, 2007)
Zat aktif :
Propanolol hidroklorida (IONI,2000).
Gol.obat :
Golongan beta bloker (IONI,2000).
Indikasi :
Hipertensi , feokromositoma ,
angina , aritmia , kardiomiopati
, obstruktif hipertrofik , takikardi ansietas dan tirotoksikosis (tambahan), profilaksis
setelah infark miokard ,
profilaksis , migrant, dan tremor esensial (Sukandar, 2008).
Kontraindikasi : Asma atau riwayat
penyakit dan paru obstruktif (beta bloker)
termasuk yang dianggap kardoselektif , seharusnya
tidak diberikan kepada pasien
dengan riwayat asma atau
bronkospasme. Namun pada situasi
yang sangat jarang
dimana beta bloker harus
diberikan kepada pasien demikian , dapat
diberikan beta bloker
yang kardoselektif dengan sangat hati-hati dan dibawah pengawasan spesialis ,
gagal jantung yang
tidak terkendendali ,
bradikardi yang nyata ,sindrom penyakit sinus ,
blok AV derjat dua atau tiga, syok
Kardiogenik feokromositoma (Sukandar,2008).
Efek
samping : Bradikardi , gagal
jantung , gangguan konduksi, bronkospasme , vasokonstriksi perifer , gangguan saluran cerna ,
fatigue , gangguan tidur, jarangruam kulit
dan mata kering
(reversible bila obat dihentikan), ksaserbasi, psoriasis (IONI,2000).
Farmakodinamik : propanolol
menurunkan tekanan darah
pada hipertensi (Ganiswarna,2002).
Interaksi
obat : Catatan :
pemakaian beta bloker
secara topical pada mata dapat diikuti dengan absorbsi sistemik.
Karena itu harus
dipertimbangkan kemungkinan
adanya interaksi , terutama
dengan obat –obat seperti
verapamil (Sukandar,2008).
Dosis : oral , hipertensi ,
dosis awal 80
mg 2xsehari, Tingkatkan pada
interval mingguan bila perlu, dosis pemeliharaan 160
- 320 mg sehari (IONI,2000).
D.
Uraian Hewan Coba
1.
Mencit (Mus musculus)
a. Klasifikasi
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.
(Depkes, 2010).
b. Karakteristik
Dalam
laboratorium mudah ditangani,
ia bersifat penakut,
fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada malam
hari, kehadiran manusia akan menghambat mencit. Suhu tubuh normal (37,4°C). Laju respirasi normal
163 tiap menit
E. Patofisiologi
1.
Gagal jantung
(Sukandar,2008)
·
Penyebab disfungsi sistolik (penurunan
kontraklititas) adalah penurunan massa otot(misalnya, infark miokardial),
kardiomiopati yang terdilatasi serta hipertrofi ventrikel. Hipertrofi ventrikel
dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah (misalnya karena hipertensi
sistematik atau pulmonari, maupun stenosis pada katup aortik atau pulmonalik)
atau tingginya vatolume darah.
·
Penyebab disfunsi diastolik adalah peningkatan
kelakuan ventrikel, hipertropi ventrikel, penyakit-penyakit miokardial yang
bersifat infiltratif, iskemi maupun infark miokardial, stenosis pada katup
mitral maupun triskupidalis dan penyakit-penyakit perikardial (misalnya
perikarditis hemoperikardium).
·
Penyebab gagal jantung paling umum adalah penyakit
jantung iskemik, hipertensi, atau keduanya.
2.
Hipertensi (Sukandar, 2008)
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat
disebakan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme
patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau
esensial). Hipertensi sekunder bernilai dari 10% kasus hipertensi, pada umunya
kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovaskular.
Kondisi lain dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain
pheochrhromocytoma, sindrom cushing, hipertiroid, kehamilan, obstruktif sleep
apne, dan kerusakan aorta.
Multiaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer, adalah:
-
Ketidaknormalan humoral meliputi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, hormaon natriuretik, atau hiperunsulinemia.
-
Maalah patologi pada sistem syarf pusat, serabut
saraf otonom, volume plasma, dan kontriksi arteriol.
3.
Aritmia (Sukandar, 2008)
a.
Aritmia supraventrikular
Takikardia supraventrikular yang umum yang
memerlukan terapi obat adalah fibrilasi atrium atau flutter atrium, takikardia
supraventrikular proksimal, dan takikardia atrium otomatis.
-
Fibilasi atrium, atau flutter atrium
Fibrilasi atrium dikarakteriasi dengan kecepatan
yang ekstrim (400 sampai 600 denyut/menit) dan terjadi ketidakteraturan
aktivasi natrium. Selain itu, pada fibrilasi atrium juga terjadi kehilangan
kontraksi atrium, dan impuls supraventrikular masuk ke sistem konduksi
atrioventrikular (AV) pada berbagai tingkatan, yang menyebabkan aktivasi
ventrikular tak teratur dan ketidakteraturan denyut (120 sampai 180
denyut/menit).
-
Takikardia supraventrikular paroksimal yang
disebabkan reentry
Takikardia supraventrikular proksismal (PSVT)
muncul karena mekanisme reentrant termasuk aritmia yang disebabkan oleh reentry
nodus AV, reentry AV yang melibatkan jalur AV anomali, reentry AV yang
melibatkan jalur AV anomali dan reentry intra-atrium.
b.
Bradiaritmia
Bradiaritmia sinus asimptomatik (denyut jantung
kurang dari 60 denyut/menit) umum terjadi pada anak muda dan individu aktif
secara fisik. Beberapa penderita dengan disfungi nodus sinus (sindrom sinus)
disebabkan oleh penyakit jantung organik dan proses penuaan normal, gangguan
fungsi nodus SA. Nodus sinus biasanya representasi dari penyakit konduksi yang
menyebar, yang dapat disertai blok AV dan takikardia proksimal, seperti
fibrilasi atrium.
F.
Prosedur Kerja
Mencit ditimbang dan dikelompokkan menjadi tiga kemudian diinduksi dengan
epinefrin. Kemudian masing-masing Mencit diberi sediaan obat yang berbeda
yaitu propanolol, nifedipin dan captopril.
Diamati telinga mencit pada menit ke 0’, 15’, 30’, 45’ dan 60’.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat yang Digunakan
Adapun
alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
1.
Kanula
2.
Labu
ukur 10 ml
3.
Spoit
1 cc
4.
Stopwatch
5.
Timbangan
analitik
B.
Bahan
yang Dipakai
Adapun bahan yang dipakai pada percobaan ini
yaitu:
1. Alkohol
2. Epinefrin
3. Captopril
4. Na-CMC
5. Nifedipin
6. Propranolol
C.
Hewan
Coba
Adapun hewan coba yang digunakan pada
percobaan obat antihipertensi yaitu mencit (Mus
musculus).
D.
Cara
Kerja
a. Penyiapan
Hewan Coba
1.
Dipilih mencit jantan yang sehat
2. Dipuasakan
selama kurang lebih 8 jam
3. Ditimbang
dan dikelompokkan berdasarkan berat badannya
4. Diberi
tanda menggunakan spidol.
b. Pembuatan
Bahan
a) Epinefrin
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diambil
1 ml epinefrin kemudian addkan dengan aquadest sampai 10 ml.
3. Diambil
lagi 1 ml larutan diatas kemudian tambahkan dengan aquadest hingga 10 ml dan
masukkan dalam vial.
b) Captopril
1.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Ditimbang Captopril yang telah digerus
sebanyak 4,26 mg.
3.
Dilarutkan dengan
aquadest sebanyak 10 ml.
4.
Masukkan ke dalam Vial.
c) Propanolol
1.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Ditimbang Propanolol yang telah digerus sebanyak
7,64 mg.
3.
Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10
ml.
4.
Masukkan ke dalam Vial.
d) Nifedipin
1.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Ditimbang Nifedipin yang telah digerus
sebanyak 47,89 mg.
3.
Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10
ml.
4.
Masukkan ke dalam Vial.
c. Perlakuan
Hewan Coba
a)
Disiapkan alat, bahan dan hewan coba
(Mencit) yang akan digunakan
b) Diinduksi
mencit dengan menggunakan epinefrin 1 ml
c) Diamati
warna telinga mencit
d) Disuntikan
obat-obat antihipertensi, propanolol, nifedipin, dan captopril dengan
menggunakan spoit 1 ml secara oral.
e) Diamati
telinga pada mencit pada menit ke 15, 30, 45, dan 60.
BAB IV
DATA PENGAMATAN
A. Data
Pengamatan
Berat
Mencit
|
Vp
|
Obat
|
Efek
Farmakologi (menit)
|
|||
0’
|
30’
|
45’
|
60’
|
|||
29 g
|
0,96 ml
|
Captopril
|
+
|
+
|
+
|
+
|
26 g
|
0,86 ml
|
Nifedipin
|
+
|
+
|
+
|
+
|
28 g
|
0,93 ml
|
Propanolol
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Keterangan:
+ = Vasodilatasi (warna
telinga merah)
-
= Vasokonstriksi (warna
telinga pucat)
BAB
IV
PEMBAHASAN
Golongan
obat kardiovaskular merupakan obat-obat yang secara langsung dapat memulihkan
fungsi otot jantung dan pembuluh darah yang terganggu ke keadaan normal.
Golongan kardiovaskular ini terdiri dari Obat antihipertensi, Obat hipolipidemik,
dan Obat-obat diuretik.
Obat
Antihipertensi merupakan Obat yang dapat mengatasi terjadinya hipertensi.
Hipertensi dibagi menjadi dua yakni Hipertensi ringan dan Hipertensi Berat.
Hipertensi ringan sering diobati dengan obat tunggal sedangkan hipertensi berat
memerlukan pengobatan beberapa obat yang dipilih untuk mengendalikan efek
samping dalam rejimen kombinasi.
Tujuan
dari percobaan ini yaitu untuk menentukan efektifitas pemberian obat
Kardiovaskular (antihipertensi) yaitu Kaptopril, Nifedipin, dan Propanolol
terhadap hewan coba Mencit (Mus
musculus).
Obat antihipertensi yang
digunakan pada percobaan ini yaitu Kaptopril, Nifedipine dan Propanolol.
Mekanisme
terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati
Mekanisme
kerja obat kaptopril yaitumengurangi resistensi vaskular perifer tanpa
meningkatkan curah jantung. Obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin
yang mengubah angiotensin I membentuk vasokonstriksi poten angiotensin II.
Mekanisme kerja obat Nifedipin yaitu menurunkan
resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner.
Mekanisme kerja obat propanolol tidak
begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan
renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
Pada percobaan
ini terlebih dahulu mencit
diinduksi denganEpinefrin, kemudian amati efek yang terjadi pada mencit,
setelah itu diberikan satu persatu obat secara per oral pada hewan
coba mencit dengan variasi berat yang berbeda, kemudian amati perubahan yang terjadi.
Hasil yang diperoleh dari
percobaan ini yaitu setelah diinduksi Epinefrin semua mencit mengalami
vasokontriksi, kemudian setelah disuntik dengan Captopril mencit mengalami
vasokintriksi, begitu juga yang terjadi pada saat mencit diberikan obat
Nifedipin dan Propanolol
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian obat epinefrin menimbulkan efek
vasokontriksi . hal ini sudah sesuai sebab epinefrin merupakan obat golongan
simpatomimetik dimana salah satu efek yang ditimbulkan berupa vasokontriksi.
Begitupun dengan pemberian obat Captopril, Nifedipin, dan Propanolol
menimbulkan efek Vasodilatasi.
B.Saran
Sebaiknya
pengamatan dilakukan lebih teliti oleh semua praktikan agar data yang diperoleh
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013. Penuntun Anatomi Fisiologi Manusia.Universitas Muslim
Indonesia.Makassar.
Depkes, Badan POM. 2000. Informasi Obat Nasional
Indonesia. : Jakarta.
Dirjen
POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
III. Departemen Kesehatan RI. : Jakarta.
Dirjen
POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Ganiswara
G. Sulistia. 2002. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. UI Press : Jakarta.
Gunawan,Gan Sulistia. 2007. Farmakologi
dan Terapi Edisi 5, Fakultas Kedokteran-Universitas
Indonesia : Jakarta.
Mardjono,
Mahar., 2007., FARMAKOLOGI DAN TERAPI,
Balai Penerbit FKUI., Jakarta.
Mycek. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Penerbit Widya Medika : Jakarta.
Mutschler,
E. 2000. “Dalam Buku Dinamika Obat”.
Penerbit ITB : Bandung.
Neal, M.J., 2006. At a Glance FARMAKOLOGI MEDIS Edisi kelima. Erlangga: Jakarta
Sukandar, E.Y, dkk.
2008. IsoFamakoterapi. ISFI Penerbitan : Jakarta
Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat-Obat
Penting. Percetakan PT Gramedia : Jakarta.
LAMPIRAN
A. Skema
Kerja
Amati
B. Perhitungan
Dosis
1. Propanolol
Etiket = 40 mg/tab
Dosis = 40 mg
Berat
rata-rata = 196,1 mg
Dosis
:
Untuk mencit 20 g : 0,0026 x 40 = 0,104 mg
Untuk mencit 30 g :
x 0,104 = 0,156 mg
Larutan stok 10 ml =
0,156 = 1,56
mg/10 ml
Berat
yang ditimbang =
196,1 = 7,64 mg/10 ml
2. Captopril
Dosis
obat = 25 mg
Berat
etiket = 25 mg/tablet
Berat
rata-rata = 218,53 mg
Dosis :
Untuk
mencit 20 g : 25 x 0,0026 = 0,065 mg
Untuk
kelinci 30 g :
x 0,065 = 0,0975 mg
Larutan
stok 10 ml =
0,0975 = 0,975 mg/10 ml
Berat
yang ditimbang =
218,53 = 4,26 mg/10
ml
3. Nifedipin
Dosis
obat = 40 mg
Berat
etiket = 10 mg/tablet
Berat
rata-rata = 307,03 mg
Dosis :
Untuk mencit 20 g : 40 x 0,0026 = 0,104
mg
Untuk kelinci 30 g :
x 0,104 = 0,156 mg
Larutan stok 10 ml =
0,156 = 1,56 mg/10 ml
Berat
yang ditimbang =
307,03 = 47,89 mg/10
ml
4. Epinefrin
Dosis obat =1 mg
Larutan stok = 10 ml
Dosis untuk mencit 20 mg = 1 mg X 0,0026
mg/ml
= 0,0026
=
0,0039
=
0,039 mg/ml
Pengenceran
0,1x = 0,39 mg
C.
Nama
Paten Obat
1. Epinefrin : PV Carpine, opticas, Pimplex (konimex).
2. Nifedipin
: Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat,Nifecard, Vasdalat
3.
Propanolol : Blokard, Inderal, Prestoral
4.
Captopril
: Capoten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar