BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua
atau lebih cairan yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi diantaranya
dari bahasa latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis
suatu emulsi alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak
penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan
untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikn, emulsi parafin)dan emulsi untuk
penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire =
menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga
sediaan obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam
pengertian fisika.
Ahli fisika kimia menentukan
emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamis, dari dua
cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur.
Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan suatu emulgator merupakan faktor yang penting karena mutu dan
kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah
satu emulgator yang yang banyak
digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase
terdisperisnya.Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar.
Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka
guugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa
minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung
membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih
kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah
kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang
lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase
terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik
pembuatan
2.
Penambahan
garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan
emulsi.
3.
Pengocokan
yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil
akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan
pecah.
4. Penyimpanan
Pada percobaan ini
kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dari
golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperlihatkan karena
mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang
digunakan.
Dalam bidang
farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak
dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
:
a.
Emulsi
minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di dalam fasa air
b.
Emulsi
air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Emulsi sangat
bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu
diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak.
Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan
kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
B. Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum
adalah untuk menentukan emulsi yang stabil berdasarkan nilai HLB butuh.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori Umum
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak
tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. (Anief, M., 2005).
Emulsi yang
digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan
immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan
lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik
karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk
beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (Jankins, 1957).
Dalam
bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Ansel,
1989)
1.
Emulsi
minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.
2.
Emulsi
air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Dalam pembuatan
suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih
dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan
antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan
globul-globul fasa terdispersinya (Ansel, 1989).
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu : (Parrot.
1970).
1.
Membentuk lapisan monomolekuler ;
surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah
lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara
minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting
mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah
energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh
sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang
mendekat.
2.
Membentuk
lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler
disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi
pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan.
Keefektivitasnya tergantung pada
kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.
3.
Pembentukan
kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat
dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur
spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya
dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah
strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap
distribusi fase emulsi.
4.
Emulsi
yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan
tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai
globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi
merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan
luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (Parrot.
1970).
Emulsi dapat
distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu
penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar
muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik
disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi
tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling
partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran
(Ansel, 1989).
HLB adalah nomor
yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan
hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:
(Anief, M., 2005).
Nilai HLB Tipe system
3 – 6 A/M emulgator
7 – 9 Zat pembasah
(wetting agent)
8 – 18 M/A
emulgator
13 – 15 Zat
pembersih (detergent)
15 – 18 Zat
penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai
HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin
tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil. (Anief, M.,
2005).
Dalam
bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Ansel,
1989)
3.
Emulsi
minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.
4.
Emulsi
air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Tipe emulsi yang umum
dari emulsi farmasetik dan kosmetik mengandung air sebagai salah satu fase dan
minyak atau lemak sebagai fase lainnya, jika tetesan minyak didispersikan
dalam fase kontinu berair emulsi diistilahkan minyak dalam air (o/w).
Jika minyak adalah fase kontinu, emulsi adalah tipe air dalam minyak
(w/o). telah diamati bahwa emulsi o/w kadang-kadang berubah menjadi emulsi w/o
dan sebaliknya. Perubahan tipe emulsi ini disebut inversi. Sejak kira-kira
1978, dua tipe emulsi ditambahkan, diklasifikasikan sebagai
emulsi ganda. Perhatian diterima dari
permukaan kimia. Ini secara keseluruhan untuk menyiapkan emulsi ganda
dengan sifat minya dalam air dalam minyak o/w/o, atau air dalam minyak dalam
air w/o/w. beberapa emulsi juga dapat berubah, meskipun selama perubahan
itu biasanya membentuk emulsi yang sederhana. Jadi emulsi w/o/w normalnya
berubah menjadi emulsi o/w. (Lachman, 1994)
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu (DOM, 1971):
1.
Emulsi tipe M/A (minyak dalam
air).
Adalah emulsi yang terdiri dari
butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air
fase eksternal.
2.
Emulsi tipe A/M (air dalam minyak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang
tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak
sebagai fase eksternal.
Dalam pembuatan
suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih
dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan
antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan
globul-globul fasa terdispersinya. (Ansel, 1989)
Umur sediaan suatu
produk busa secara langsung dihubungkan dengan kestabilan kinetiknya.
Kestabilan kinetik berarti sifat-sifat fisika kimia darisuatu emulsi tidak
berubah secara berarti selama periode waktu yang cuikup lama. Dilain pihak,
kestabilan termodinamik dari tipe yang dipostulatkan secara umum untuk sistem
terlarut atau mikroemulsi umumnya tergantung pada temperatur. Dengan demikian,
setelah suhu dari suatu produk terlarut diganggu, akhirnya akan kembali ke
keadaan aslinya (dalam hal ini jernih atau transparan) bila temperatur
dikembalikan ke normal. Termodinamika tidak dapat meramalkan bagaimana keadaan
asli (jernih) dikembalikan dengan cepat.
Gejala ketidakstabilan yaitu:
1.
Pembentukan krim
2.
Flokulasi
3.
Penggumpalan
Ada beberapa kriteria yang ditemui
dalam pembuatan emulsi. Mungkin yang paling penting dan nyata adalah emulsi
yang memiliki stabilitas fisik adequate, tanpa ini, emulsi akan segera
kembali menjadi dua bagian fase. Sebagai tambahan, jika produk emulsifikasi
mempunyai aktivitas antimikroba (seperti lotio pengobatan), harus dijamin bahwa
formulasi memiliki derajat aktivitas. Sering bahan menunjukkan aktivitas
antimokroba rendah dalam emulsi daripada dalam larutan. Umumnya ini karena
pembagian efek antara fase minyak dan fase air yang mana menyebabkan penurunan
konsentrasi “efektif” dari bahan aktif. Pembagian juga diambil kedalam
jumlah dimana pengawet dipertimbangkan untuk mencegah mikrobiologi yang
mengganggu pada emulsi. Akhirnya stabilitas kimia dari bahan bervariasi pada
emulsi seharusnya diterim
dengan beberapa perhatian, seperti bahan mungkin
mudah mengalami degradasi pada tahap emulsifikasi daripada ketika berada
pada fase baik. Pada diskusi, pertimbangan detail akan batasan pertanyaan dari
stabilitas fisik diulang pada topik ini setelah dipublikasikan oleh Garret dan
Kitchnrer dan Musseilwhite. Untuk informasi pada pengaruh bahwa
emulsifikasi dapat mempunyai aktivitas biologi dan kimia dari material dalam
emulsi. (RPS 18th, 1990)
Teori dari stabilitas emulsi telah
didiskusikan oleh Eccleston dalam percobaan untuk situasi yang dimengerti pada
kedua emulsi sederhana o/w danw/o, dan sistem komersial kompleks.Tiga fenomena
besar dengan stabilitas fisik, adalah
(RPS 18th, 1990)
B.
Uraian
Bahan
1. Sorbitan atau span 80 (Rowe, raymod
C,2009)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Nama
lain : Sorbitan atau
span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian :
Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak
larut tetapi terdispersi
dalam air dan dapat bercampur dengan
alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan :
Sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh :
4,3
2. Polisorbat
80, tween (Ditjen POM.1979)
Nama
resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental,
transparan, tidak berwarna, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air,
dalam etanol (95%)P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam
parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan :
Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh :
15
3.
Air suling (Ditjen POM.1979)
Nama resmi :
Aqua destilata
Nama
lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai fase air.
4. Minyak
kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : Oleum cocos
Nama
lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,
bau khas tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah
larut dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
C.
Prosedur Kerja (Anonim.2013)
a.
Penentuan
HLB butuh minyak dengan jarak HLB lebar
R/ minyak 20 %
Emulgator 3 %
Air ad 100 %
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh
masing-masing 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 :
Prosedur kerja
1. Hitung jumalah tween dan span yang diperlukan untuk
setiap nilai HLB butuh.
2. Timbang masing-masing bahan diperlukan.
3. Campurkan minyak dengan span, campuran air dengan tween
lalu panaskan di atas penangas air sampai suhu 60oC.
4.
Tambahkan
campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk dengan menggunakan
pengaduk elektrik selama lima menit.
5.
Masukkan
emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan beri label untuk masing-masing HLB.
6.
Tinggi
emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai memasukkan emulsi ke
dalam tabung.
7.
Amati
jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi kriming
ukur tinggi emulsi yang membentuk cream.
8.
Tentukan
pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stbil.
1.)
Penentuan
HLB butuh minyak dengan jarak HLB sempit
Dari
hasil percobaan diatas diperoleh nilai HLB butuh berdasar atas emulsi yang tampak relative paling
stabil, misalnya HLB butuhnya 9. Untuk memperoleh nilai HLB butuh yang lebih
akurat, perlu dibuat satu seri emulsi lagi dengan nilai HLB 8 sampai 10 dengan
jarak HLB masing-masing 0,25. Prosedur kerjanya sama dengan percobaan di atas.
BAB III
METODE
KERJA
A.
Alat
dan Bahan
1.)
Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu: Batang pengaduk, Cawan porselin, Gelas kimia 100 ml,
Galas ukur 50 ml, Gelas Ukur 25 ml, Gelas Arloji, Kompor Listrik,Lap Kasar,
Mixer, Pipet tetes, Sendok tanduk, Stopwatch, Termometer, Timbangan.
2.)
Bahan yang Digunakan
Bahan yang diggunakan dalam praktikum kali ini adalah: Aluminium foil, Aquadest, minyak kelapa, Parafin Cair,
Span 80 , Tween 80.
B. Cara
Kerja
1.
Disiapkan
alat dan bahan
2.
Dihitung
jumlah parafin, Span dan Tween 80 yang
dibutuhkan untuk masing-masing HLB butuh (HLB 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12) .
3.
Ditimbang
parafin, Span dan Tween 80 sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan.
4.
Dicampur
Parafin dengan Span 80 dan Air dengan Tween 80
5.
Dipanaskan
di atas penangas air dengan suhu 70oC untuk sampel parafin dengan
span 80 dan suhu 75oC untuk sampel tween 80 dengan air sambil
diaduk.
6.
Diangkat
dan dicampurkan minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk dengan
menggunakan mixer dengan kecepatan yang konstann selama 5 menit.
7.
Kemudian
masukkan kedalam gelas ukur sesuai dengan HLB masing-masing
8.
Dibiarkan
beberapa saat dan amati perubahan yang terjadi pada masing-masing HLB (melihat
pemisahan dari emulsi).
9.
Dicatat
hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
Nilai HLB
|
hasil
(Pemisahan air dengan minyak)
|
HLB 5
|
15 ml
|
HLB 6
|
12,5 ml
|
HLB 7
|
10,5 ml
|
HLB 8
|
6 ml
|
HLB 9
|
6,5 ml
|
HLB 10
|
10 ml
|
HLB 11
|
13 ml
|
HLB 12
|
12,5 ml
|
2.
Perhitungan
R/ minyak Kelapa 25% HLB
butuh 5-12
Emulgator 5%
Air
ad 100%
Dibuat 50 mL
Tween 80 = 15
Span 80= 4,3
·
Minyak Kelapa = 

·
Emulgator = 

a. HLB
5
[(a x HLB Tween)+(Jumlah emulgator
– a) x HLB Span ] = Jumlah emulgator x HLB butuh
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 5
15a
+ 10,75 – 4,3a = 12,5
15a – 4,3a = 12,5 – 10,75
10,7a = 1,75
a = 

a= 0,1635 gram
span = 2,5 gram – 0,1635 gram =
2,3365 g
b. HLB
6
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 6
15a
+ 10,75 – 4,3a = 15
15a – 4,3a = 15 – 10,75
10,7a = 4,25
a = 

a= 0,3971 gram
Span = 2,5 g – 0,3971 g = 2,1029 g
c. HLB
7
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 7
15a
+ 10,75 – 4,3a = 17,5
15a – 4,3a = 17,5 – 10,75
10,7a = 6,75
a = 

a= 0,630 gram
jadi span = 2,5 g – 0,630 g = 1,87 g
d. HLB
8
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 8
15a
+ 10,75 – 4,3a = 20
15a – 4,3a = 20 – 10,75
10,7a = 9,25
a = 

a= 0,864 gram
Span = 2,5 g – 0,864 g = 1,636 g
e. HLB
9
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 9
15a
+ 10,75 – 4,3a = 22,5
15a – 4,3a = 22,5 – 10,75
10,7a = 11,75
a = 

a= 1,098 gram
Span = 2,5 g – 1,098 g = 1,402 g
f. HLB
10
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 10
15a
+ 10,75 – 4,3a = 25
15a – 4,3a = 25 – 10,75
10,7a = 14,25
a = 

a= 1,331 gram
Span = 2,5 – 1,331 g = 1,169 g
g. HLB
11
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 11
15a
+ 10,75 – 4,3a = 27,5
15a – 4,3a = 27,5 – 10,75
10,7a = 16,75
a = 

a= 1,565 gram
Span =
2,5 g – 1,565 g = 0,935 g
h. HLB
12
(a x 15) + [ (2,5 - a) x 4,3 ]
= 2,5 x 12
15a
+ 10,75 – 4,3a = 30
15a – 4,3a = 30 – 10,75
10,7a = 19,25
a = 

a= 1,799 gram
Span = 2,5 g – 1,799 g = 0,701 g
B. Pembahasan
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termadinamik tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair yang
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang
farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
1. Emulsi
minyak dalam air, yaitu bila fase minyak
terdispersi di dalam fase air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi di dalam fase minyak
Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat
pula terjadi emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini
merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor
yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator
yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih dikenal
dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan
antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan
globul-globul fase terdisperisnya.Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis
surfaktan digunakan. Secara kimia,
molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan
dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus polar akan
terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa minyak. Surfaktan
yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak
dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung
membentuk emulsi air dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan
distribusi yang teratur dari fase
terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat
jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi
). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik
pembuatan
2.
Penambahan
garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan
emulsi.
3.
Pengocokan
yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil
akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan
pecah.
4. Penyimpanan
Pada percobaan ini mula-mula dilakukan
adalah menentukan jumlah span dan tween yang akan digunakan dan bahan yang
lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu tujuannya bahan
yang berfase air dicampur dengan fase air itu sendiri dan untuk fase minyak
juga pada fase minyak itu sendiri.
Adapun parameter
ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan ini, yaitu:
·
Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan
partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi
adalah terjadinya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di
dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan yang paling pekat
berada di sebelah atas atau sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fase yang
terdispersi.
·
Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena
ini terjadi bukan semata-mata karena
energi bebas permukaan tapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film
antar permukaan. Koalesan adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi
lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari
pada tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan
pengocokan.
Jadi
pada percobaan ini untuk fase air yaitu
tween 80 dan air, sedangkan untuk fase minyak yaitu span 80 dan minyak
kelapa pada cawan porselen. Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70oC.
Alasannya, kedua fase tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70oC
sehingga dapat diperoleh emulsi yang baik dan tidak pecah.
Pada
fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari suhu
rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat terjadi penurunan suhu yang cepat. Lalu
campuran dikocok, dengan cara pengocokan intermitten menggunakan mikser selama
5 menit.dan diistirahatkan setiap 30 detik. Pengocokan intermitten dilakukan
untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam air dengan baik serta emulgator
dapat membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi.
Dari hasil percobaan dapat diperoleh perhitungan jumlah tween 80 dan span
80 yaitu untuk HLB butuh 5-12 adalah untuk HLB butuh 5 adalah 0163 g dan 2,336
g, untuk HLB butuh 6 adalah 0,397 g dan 2,102 g,untuk HLB butuh 7 adalah 0,630
g dan 1,87 g, untuk HLB butuh 8 adalah 0,864 g dan 1,636 g, untuk HLB butuh 9,
adalah 1,098 g dan 1,402 g, untuk HLB butuh 10 adalah 1,331 g dan 1,169 g, untuk HLB butuh 11 adalah 1,565 g dan 0,935 g
dan untuk HLB butuh 12 adalah 1,799 g dan 0,701 g.
Pada hasil percobaan HLB butuh 5-12 tidak ada emulsi yang stabil. Hal ini
disebabkan karena pengadukan yang mungkin terlalu keras atau cepat. Dan emulsi
yang paling cepat memisah di antara emulsi-emulsi yang lain dalam hal ini
setelah pengocokan dan terjadi pemisahan yaitu pada emulsi dengan HLB
butuh 5.
Aplikasinya dalam bidang farmasi
yakni emulsi digunakan sebagai bentuk sediaan obat yang dapat digunakan oral,
topikal, parental. Emulsi yang digunakan secara oral biasanya emulsi yang
bertipe A/M, emulsi semisolid biasanya digunakan secara topikal, dan emulsi
yang digunakan secara parental adalah lotio-lotio, krim, salep dan sebagainya.
Di dalam suatu percobaan biasanya dikenal dengan yang
namanya faktor kesalahan. Dimana faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam
percobaan kestabilan emulsi ini yaitu:
a.
Kesalahan
dalam menghitung jumlah tween dan span sesuai dengan HLB butuhnya.
b.
Kesalahan
dalam penimbangan bahan.
c.
Kesalahan
dalam mencampur bahan,
d.
Kesalahan
dalam memanaskan ataupun
e.
Kesalahan
dalam mengaduk campuran.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat
ditarik kesimpu;an yaitu:
1. Pada
HLB 5 volume yamg memisah adalah 15 ml
2. Pada
HLB 6 volume yang memisah adalah 12,5 ml
3. Pada
HLB 7 volume yang memisah adalah 10,5 ml
4. Pada
HLB 8 volume yang memisah adalah 6 ml
5. Pada
HLB 9 volume yang memisah adalah 6,5 ml
6. Pada
HLB 10 volume yang memisah adalah 10 ml
7. Pada
HLB 11 volume yang memisah adalah 13 ml
8.
Pada HLB 12 volume yang memisah
adalah 12,5 ml
B. Saran
Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai
praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anief,
Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.143, 147.
Anonim, 2013. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”.Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.
Ansel,
H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Ditjen POM, 1979. ”Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen POM, 1995. ”Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gennaro, A, R. 1990. ”Reumington’s
Pharmacetical Science 18th”. Mack Pubishing Company, Easton.
Jenkins,
G.L., (1957), “Scoville’s ; The Art Of Compounding’, Ninth Edition,
McGraw-Hill Book Company,Inc., New York, Toronto, 314, 315.
Lachman, dkk, 1994. ”Teori dan Praktek Farmasi Industri”, Universitas Indonesia, Jakarta
Martin,
Alfred, 1993. ”Farmasi Kimia”, Universitas Indonesia, Jakarta
Martin, W, Erick. 1971. ”Dispensing Of Medication”.
Mack Publishing Company, Easton.
Parrot,
L.E., (1970), “Pharmaceutical technology”, Burgess Publishing Company.
Mineneapolis, 335.
Terimakasih kak Artikel Emulsi nya sangat membantu dan mudah dipahami
BalasHapusEmulsi adalah suatu system heterogen yang terdiri dari sebuah fase cair yang tidak tercampur yang terdispersi dalam face cair lainnya