Sabtu, 27 Desember 2014

Emulsifikasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi diantaranya dari bahasa latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis suatu emulsi alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikn, emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika. 
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator  yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdisperisnya.Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan distribusi yang teratur  dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1.      Teknik pembuatan
2.      Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan emulsi.
3.      Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4.      Penyimpanan

Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak  dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
a.    Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di dalam fasa air
b.   Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum adalah untuk menentukan emulsi yang stabil berdasarkan nilai HLB butuh.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Teori Umum
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. (Anief, M., 2005).
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (Jankins, 1957).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Ansel, 1989)
1.         Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.
2.         Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya (Ansel, 1989).
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu : (Parrot. 1970).
1.      Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi  yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
2.      Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya  tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.
3.      Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4.        Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (Parrot. 1970).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Ansel, 1989).
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system: (Anief, M., 2005).
Nilai HLB                   Tipe system
3 – 6                            A/M emulgator
7 – 9                            Zat pembasah (wetting agent)
8 – 18                          M/A emulgator
13 – 15                        Zat pembersih (detergent)
15 – 18                        Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil. (Anief, M., 2005).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Ansel, 1989)
3.   Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.
4.   Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Tipe emulsi yang umum dari emulsi farmasetik dan kosmetik mengandung air sebagai salah satu fase dan minyak atau lemak sebagai fase lainnya, jika tetesan minyak didispersikan dalam fase kontinu berair emulsi diistilahkan minyak dalam air (o/w). Jika minyak adalah fase kontinu, emulsi adalah tipe air dalam minyak (w/o). telah diamati bahwa emulsi o/w kadang-kadang berubah menjadi emulsi w/o dan sebaliknya. Perubahan tipe emulsi ini disebut inversi. Sejak kira-kira 1978, dua tipe emulsi ditambahkan, diklasifikasikan sebagai emulsi ganda. Perhatian diterima dari permukaan kimia. Ini secara keseluruhan untuk menyiapkan emulsi ganda dengan sifat minya dalam air dalam minyak o/w/o, atau air dalam minyak dalam air w/o/w. beberapa emulsi juga dapat berubah, meskipun selama perubahan itu biasanya membentuk emulsi yang sederhana. Jadi emulsi w/o/w normalnya berubah menjadi emulsi o/w. (Lachman, 1994)
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu (DOM, 1971): 
1.      Emulsi tipe M/A (minyak dalam air). 
           Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.
2.      Emulsi tipe A/M (air dalam minyak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal. 
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya. (Ansel, 1989)
Umur sediaan suatu produk busa secara langsung dihubungkan dengan kestabilan kinetiknya. Kestabilan kinetik berarti sifat-sifat fisika kimia darisuatu emulsi tidak berubah secara berarti selama periode waktu yang cuikup lama. Dilain pihak, kestabilan termodinamik dari tipe yang dipostulatkan secara umum untuk sistem terlarut atau mikroemulsi umumnya tergantung pada temperatur. Dengan demikian, setelah suhu dari suatu produk terlarut diganggu, akhirnya akan kembali ke keadaan aslinya (dalam hal ini jernih atau transparan) bila temperatur dikembalikan ke normal. Termodinamika tidak dapat meramalkan bagaimana keadaan asli (jernih) dikembalikan dengan cepat.
Gejala ketidakstabilan yaitu:
1.      Pembentukan krim
2.      Flokulasi
3.      Penggumpalan
Ada beberapa kriteria yang ditemui dalam pembuatan emulsi. Mungkin yang paling penting dan nyata adalah emulsi yang memiliki stabilitas fisik adequate, tanpa ini, emulsi akan segera kembali menjadi dua bagian fase. Sebagai tambahan, jika produk emulsifikasi mempunyai aktivitas antimikroba (seperti lotio pengobatan), harus dijamin bahwa formulasi memiliki derajat aktivitas. Sering bahan menunjukkan aktivitas antimokroba rendah dalam emulsi daripada dalam larutan. Umumnya ini karena pembagian efek antara fase minyak dan fase air yang mana menyebabkan penurunan konsentrasi “efektif” dari bahan aktif. Pembagian juga diambil kedalam jumlah dimana pengawet dipertimbangkan untuk mencegah mikrobiologi yang mengganggu pada emulsi. Akhirnya stabilitas kimia dari bahan bervariasi pada emulsi seharusnya diterim  dengan beberapa perhatian, seperti bahan mungkin mudah mengalami degradasi pada tahap emulsifikasi daripada ketika berada pada fase baik. Pada diskusi, pertimbangan detail akan batasan pertanyaan dari stabilitas fisik diulang pada topik ini setelah dipublikasikan oleh Garret dan Kitchnrer dan Musseilwhite. Untuk informasi pada pengaruh bahwa emulsifikasi dapat mempunyai aktivitas biologi dan kimia dari material dalam emulsi. (RPS 18th, 1990)
Teori dari stabilitas emulsi telah didiskusikan oleh Eccleston dalam percobaan untuk situasi yang dimengerti pada kedua emulsi sederhana o/w danw/o, dan sistem komersial kompleks.Tiga fenomena besar dengan stabilitas fisik, adalah  (RPS 18th, 1990)
B.     Uraian Bahan
1.    Sorbitan atau span 80 (Rowe, raymod C,2009)
Nama resmi                 : Sorbitan monooleat
Nama lain                    : Sorbitan atau span 80
RM                              : C3O6H27Cl17
Pemerian                     : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
              karakteristik dari asam lemak.
 Kelarutan                   : Praktis     tidak     larut     tetapi     terdispersi  
                                      dalam air dan dapat      bercampur      dengan  
                                      alkohol sedikit larut dalam  minyak biji kapas.
Kegunaan                    : Sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh                 : 4,3
2.      Polisorbat 80, tween (Ditjen POM.1979)
Nama resmi                 : Polysorbatum 80
Nama lain                   : Polisorbat 80, tween
Pemerian                     : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan                    : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan                    : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh                 : 15
3.      Air suling (Ditjen POM.1979)
Nama resmi                 : Aqua destilata
Nama lain                    : Air suling
RM/BM                       : H2O / 18,02
Pemerian                     : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.                                  
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
            Kegunaan                    : Sebagai fase air.


4.      Minyak kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi                   : Oleum cocos
Nama lain                      : Minyak kelapa
Pemerian                       : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat, bau khas  tidak tengik.
Kelarutan                      : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan                : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                      : Sebagai sampel
C.    Prosedur Kerja (Anonim.2013)
a.       Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB lebar
R/                                minyak                        20 %
                                    Emulgator                   3 %
                                     Air ad                       100 %
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 :
Prosedur kerja
1.   Hitung jumalah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2.   Timbang masing-masing bahan diperlukan.
3.   Campurkan minyak dengan span, campuran air dengan tween lalu panaskan di atas penangas air sampai suhu 60oC.
4.   Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk dengan menggunakan pengaduk elektrik selama lima menit.
5.   Masukkan emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan beri label untuk masing-masing HLB.
6.   Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai memasukkan emulsi ke dalam tabung.
7.   Amati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi kriming ukur tinggi emulsi yang membentuk cream.
8.   Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stbil.
1.)    Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB sempit
Dari hasil percobaan diatas diperoleh nilai HLB butuh berdasar  atas emulsi yang tampak relative paling stabil, misalnya HLB butuhnya 9. Untuk memperoleh nilai HLB butuh yang lebih akurat, perlu dibuat satu seri emulsi lagi dengan nilai HLB 8 sampai 10 dengan jarak HLB masing-masing 0,25. Prosedur kerjanya sama dengan percobaan di atas.





BAB  III
METODE KERJA
A.    Alat dan Bahan
1.)    Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu: Batang pengaduk, Cawan porselin, Gelas kimia 100 ml, Galas ukur 50 ml, Gelas Ukur 25 ml, Gelas Arloji, Kompor Listrik,Lap Kasar, Mixer, Pipet tetes, Sendok tanduk, Stopwatch, Termometer, Timbangan.
2.)    Bahan yang Digunakan
Bahan yang diggunakan dalam praktikum kali ini adalah: Aluminium foil, Aquadest, minyak kelapa, Parafin Cair, Span 80 , Tween 80.
B.     Cara Kerja
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Dihitung jumlah parafin, Span  dan Tween 80 yang dibutuhkan untuk masing-masing HLB butuh (HLB 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12) .
3.      Ditimbang parafin, Span  dan Tween 80 sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
4.      Dicampur Parafin dengan Span 80 dan Air dengan Tween 80
5.      Dipanaskan di atas penangas air dengan suhu 70oC untuk sampel parafin dengan span 80 dan suhu 75oC untuk sampel tween 80 dengan air sambil diaduk.
6.      Diangkat dan dicampurkan minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk dengan menggunakan mixer dengan kecepatan yang konstann selama 5 menit.
7.      Kemudian masukkan kedalam gelas ukur sesuai dengan HLB masing-masing
8.      Dibiarkan beberapa saat dan amati perubahan yang terjadi pada masing-masing HLB (melihat pemisahan dari emulsi).
9.      Dicatat hasilnya.





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
1.      Tabel Hasil Pengamatan



Nilai HLB
hasil (Pemisahan air dengan minyak)
HLB 5
15 ml
HLB 6
12,5 ml
HLB 7
10,5 ml
HLB 8
6 ml
HLB 9
6,5 ml
HLB 10
10 ml
HLB 11
13 ml
HLB 12
12,5 ml









2.      Perhitungan
R/        minyak Kelapa            25%                             HLB butuh 5-12
                 Emulgator                   5%
                 Air ad                          100%
Dibuat 50 mL
Tween 80 = 15
                 Span 80= 4,3
·         Minyak Kelapa =
·         Emulgator =
a.       HLB 5
[(a x HLB Tween)+(Jumlah emulgator – a) x HLB Span ] = Jumlah emulgator x HLB butuh
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 5
15a  + 10,75 – 4,3a  = 12,5
15a – 4,3a = 12,5 – 10,75
10,7a = 1,75
a =
a= 0,1635 gram
span = 2,5 gram – 0,1635 gram = 2,3365 g
b.      HLB 6
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 6
15a  + 10,75 – 4,3a  = 15
15a – 4,3a = 15 – 10,75
10,7a = 4,25
a =
a= 0,3971 gram
Span = 2,5 g – 0,3971 g = 2,1029 g
c.       HLB 7
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 7
15a  + 10,75 – 4,3a  = 17,5
15a – 4,3a = 17,5 – 10,75
10,7a = 6,75
a =
a= 0,630 gram
jadi     span = 2,5 g – 0,630 g = 1,87 g
d.      HLB 8
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 8
15a  + 10,75 – 4,3a  = 20
15a – 4,3a = 20 – 10,75
10,7a = 9,25
a =
a= 0,864 gram
Span = 2,5 g – 0,864 g = 1,636 g
e.       HLB 9
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 9
15a  + 10,75 – 4,3a  = 22,5
15a – 4,3a = 22,5 – 10,75
10,7a = 11,75
a =
a= 1,098 gram
Span = 2,5 g – 1,098 g = 1,402 g
f.       HLB 10
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 10
15a  + 10,75 – 4,3a  = 25
15a – 4,3a = 25 – 10,75
10,7a = 14,25
a =
a= 1,331 gram
Span = 2,5 – 1,331 g = 1,169 g
g.      HLB 11
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 11
15a  + 10,75 – 4,3a  = 27,5
15a – 4,3a = 27,5 – 10,75
10,7a = 16,75
a =
a= 1,565 gram
 Span = 2,5 g – 1,565 g = 0,935 g
h.      HLB 12
(a x 15) + [ (2,5 - a)  x 4,3 ]  = 2,5 x 12
15a  + 10,75 – 4,3a  = 30
15a – 4,3a = 30 – 10,75
10,7a = 19,25
a =
a= 1,799 gram
Span = 2,5 g – 1,799 g = 0,701 g
B.     Pembahasan
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termadinamik tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair yang lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila  fase minyak terdispersi di dalam fase air.
2.  Emulsi air dalam minyak, yaitu bila  fase air terdispersi di dalam fase minyak
Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat pula terjadi emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator  yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdisperisnya.Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan distribusi yang teratur  dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1.      Teknik pembuatan
2.      Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan emulsi.
3.      Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4.      Penyimpanan
Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan jumlah span dan tween yang akan digunakan dan bahan yang lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu tujuannya bahan yang berfase air dicampur dengan fase air itu sendiri dan untuk fase minyak juga pada fase minyak itu sendiri.
Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan ini, yaitu:
·         Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan yang paling pekat berada di sebelah atas atau sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fase yang terdispersi. 
·         Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan  semata-mata karena energi bebas permukaan tapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesan adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari pada tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan.
Jadi pada percobaan ini untuk fase air yaitu  tween 80 dan air, sedangkan untuk fase minyak yaitu span 80 dan minyak kelapa pada cawan porselen. Kemudian pencampuran  dilakukan pada suhu 70oC. Alasannya, kedua fase tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70oC sehingga dapat diperoleh emulsi yang baik dan tidak pecah.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari suhu rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat  terjadi penurunan suhu yang cepat. Lalu campuran dikocok, dengan cara pengocokan intermitten menggunakan mikser selama 5 menit.dan diistirahatkan setiap 30 detik. Pengocokan intermitten dilakukan untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi  ke dalam air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi.
Dari hasil percobaan dapat diperoleh perhitungan jumlah tween 80 dan span 80 yaitu untuk HLB butuh 5-12 adalah untuk HLB butuh 5 adalah 0163 g dan 2,336 g, untuk HLB butuh 6 adalah 0,397 g dan 2,102 g,untuk HLB butuh 7 adalah 0,630 g dan 1,87 g, untuk HLB butuh 8 adalah 0,864 g dan 1,636 g, untuk HLB butuh 9, adalah 1,098 g dan 1,402 g, untuk HLB butuh 10 adalah 1,331 g dan 1,169 g,  untuk HLB butuh 11 adalah 1,565 g dan 0,935 g dan untuk HLB butuh 12 adalah 1,799 g dan 0,701 g.
Pada hasil percobaan HLB butuh 5-12 tidak ada emulsi yang stabil. Hal ini disebabkan karena pengadukan yang mungkin terlalu keras atau cepat. Dan emulsi yang paling cepat memisah di antara emulsi-emulsi yang lain dalam hal ini setelah pengocokan dan terjadi pemisahan yaitu pada emulsi dengan HLB butuh  5.
Aplikasinya dalam  bidang farmasi yakni emulsi digunakan sebagai bentuk sediaan obat yang dapat digunakan oral, topikal, parental. Emulsi yang digunakan secara oral biasanya emulsi yang bertipe A/M, emulsi semisolid biasanya digunakan secara topikal, dan emulsi yang digunakan secara parental adalah lotio-lotio, krim, salep dan sebagainya.
Di dalam suatu percobaan biasanya dikenal dengan yang namanya faktor kesalahan. Dimana faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan kestabilan emulsi ini yaitu:
a.       Kesalahan dalam menghitung jumlah tween dan span sesuai dengan HLB butuhnya.
b.      Kesalahan dalam penimbangan bahan.
c.       Kesalahan dalam mencampur bahan,
d.      Kesalahan dalam memanaskan ataupun
e.       Kesalahan dalam mengaduk campuran.


BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpu;an yaitu:
1.      Pada HLB 5 volume yamg memisah adalah 15 ml
2.      Pada HLB 6 volume yang memisah adalah 12,5 ml
3.      Pada HLB 7 volume yang memisah adalah 10,5 ml
4.      Pada HLB 8 volume yang memisah adalah 6 ml
5.      Pada HLB 9 volume yang memisah adalah 6,5 ml
6.      Pada HLB 10 volume yang memisah adalah 10 ml
7.      Pada HLB 11 volume yang memisah adalah 13 ml
8.      Pada HLB 12 volume yang memisah adalah 12,5 ml
B.     Saran
Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai praktikum ini.









DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.143, 147.
Anonim, 2013. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”.Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Ditjen POM, 1979. ”Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen POM, 1995. ”Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gennaro, A, R. 1990. Reumington’s Pharmacetical Science 18th. Mack Pubishing Company, Easton.
Jenkins, G.L., (1957), “Scoville’s ; The Art Of Compounding’, Ninth Edition, McGraw-Hill Book Company,Inc., New York, Toronto, 314, 315.
Lachman, dkk, 1994. ”Teori dan Praktek Farmasi Industri”, Universitas Indonesia, Jakarta
Martin, Alfred, 1993. ”Farmasi Kimia”, Universitas Indonesia, Jakarta
Martin, W, Erick. 1971. ”Dispensing Of Medication”. Mack Publishing Company, Easton.
Parrot, L.E., (1970), “Pharmaceutical technology”, Burgess Publishing Company. Mineneapolis, 335.






1 komentar:

  1. Terimakasih kak Artikel  Emulsi nya sangat membantu dan mudah dipahami


    Emulsi adalah suatu system heterogen yang terdiri dari sebuah fase cair yang tidak tercampur yang terdispersi dalam face cair lainnya

    BalasHapus