LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN
PRAKTIKUM
“FENOMENA
DISTRIBUSI”

OLEH:
NAMA :
SRI ATMI ANGGRAINI SISIGAN
STAMBUK :
150 2012 0052
KELAS :
W1-A
KELOMPOK :
IV (EMPAT)
ASISTEN :
FADHLIAH FAHRI
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi
karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk di sini
pengawetan sistem minyak-air,
kerja obat pada yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh
tubuh. Teori-teori tentang
absorpsi, ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien
partikel.
Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien
partisinya. Hal ini disebabkan oleh
komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid. Dengan demikian
obat-obat yang mudah larut dalam lipid akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya
obat-obat sukar larut dalam lipid akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah
larut dalam lipid tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang
besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipid akan memiliki koefisien
partisi lipid air kecil.
Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen.
Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi
dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan
ekstraksi dan kromatografi obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka
semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai koefisien partisi suatu
senyawa tergantung pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan
pengukuran.
Percobaan
ini dilakukan untuk menentukan koefisien partisi suatu zat dengan cara
mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling
bercampur. Dengan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang fenomena distribusi suatu obat jika
berada dalam tubuh.
B. Tujuan Praktikum
Mengetahui
dan memahami cara penentuan koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam
dua pelarut yang tidak saling bercampur
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori Umum
Suatu
zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling
bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran
dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua
fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam
pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan
larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan
dengan konsentrasi tertentu (Martin, 1993).
Pelarut
secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah
satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang
bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada
muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana
tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan
dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan
pelaruit yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan
pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang
mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat
non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rivai,
1995).
Pengetahuan
tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui
oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan
dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air,
kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke
seluruh tubuh (Martin, 1993).
Sebagai
molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum
distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase,
yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin, 1993).
Apabila
ditinjau dari suatu zat tunggal yang tidak bercampur dalam suatu corong pisah
maka dalam sistem tersebut akan terjadi swuatu keseimbangan sebagai suatu zat
terlarut dalam fase bawah dan zat terlarut dalam fase atas. Menurut hukum
Termodinamika, pada keadaan seimbang dan rasio aktivitas species terlarut dalam
kedua fase itu merupakan suatu ketetapan atau konstanta. Hal ini disebut sebagai Hukum Distribusi Nerst.
Nilai K tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konstanta absolut zat atau
volume kedua fase itu (Runate, 1996).
Kerja pengawetan dari asam lemah dalam system
air. Larutan, makanan dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim
mikroorganisme, yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian.
Enzim-enzim yang dihasilkan oleh ragi, kapang dan bakteri harus dimatikan atau
dihambat pertumbuhannya untuk mencegah pengrusakan. Sterilisasi dan penambahan
zat kimia pengawet adalah hal umum digunakan dalam bidang farmasi untuk
mengawetkan larutan obat dari serangan berbagai mikroorganisme. Asam benzoat
dalam bentuk garam larut yaitu Natrium benzoat, kadang-kadang digunakan untuk
tujuan ini karena efeknya yang tidak membahayakan untuk manusia jika dimakan
dalam jumlah kecil (Martin, 1993).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
distribusi zat dalam larutan, yaitu (Cammarata, 1995):
1. Temperatur
Kecepatan
berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC.
2. Kekuatan
Ion
Semakin
kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3. Konstanta
Dielektrik
Efek
konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik diekstrapolarkan
sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan
ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut
adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya
negatif.
4. Katalisis
Katalisis
dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat juga
menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan
bertambah.
5. Katalis
Asam Basa Spesifik
Laju
distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju
peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hidrogen atau
hidroksi.
6. Cahaya
Energi
Cahaya
seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi.
Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan diabsorbsi
untuk mengaktifkan molekul – molekul
Mekanisme
kerja dari pengawet atau bakteriostatik dari asam benzoat dan asam-asam lainnya
disebabkan hampir seluruhnya atau oleh asam yang terdisosiasi dan tidak dalam
bentuk ionik. Para peneliti menemukan bahwa ragi saccaromyces ellipsoideus yang tumbuh secara normal pada pH 2.5 – 7 dengan adanya asam atau garam organik
kuat, ditahan pertumbuhannya apabila konsentrasi asam sampai 25 mg/100ml. Kerja
pengawetan dari asam benzoat tidak terdisosiasi jika dibndingkan dengan
efektivitas dari ion asam benzoat diduga disebabkan oleh mudahnya molekul tidak
terionisasi relatif menembus membran hidup dan sebaliknya, sulitnya ion
melakukan hal itu. Molekul tidak terdisosiasi, yang terdiri dari bagian non
polar yang besar, larutan dalam membran lipid dari mikroorganisme dan menembus
membran ini dengan cepat. (3)
C
(HA)w=
--------------------------------
Kq + 1
+ Ka/(H3O=)
Dimana
: (HA)w = Kadar asam dalam air
C
= Kadar asam total
K =
Koefisien disribusi
q = Perbandingan volume kedua cairan
Ka
= Konstanta asam
Konsentrasi pengawet yang
diperlukan dalam suatu emulsi tergantung pada kemampuannya untuk berinteraksi
dengan mikroorganisme. Karena mikroorganisme dapat tinggal di dalam air atau
fase lemak atau keduanya, maka pengawet bagaimanapun koefisien partisi minyak
airnya, harus berada pada level yang efektif dalam kedua fase. Hampir tidak
dapat dibayangkan bahwa suatu pengawet tunggal dapat mendistribusikan diri pada
konsentrasi yang efektif dalam kedua fase, antara fase-fase tanpa memperhatikan
komposisinya. Oleh karena itu biasanya dimasukkan pengawet yang larut dalam
fase air dan pengawet yang terutama
larut dalam fase minyak. Distribusi suatu pengawet antara lemak dan fase air
dari emulsi dapat ditentukan dengan prosedur umum yang digunakan untuk
mengevaluasi koefisien distribusi. Interaksi emulsi dari berbagai alkil
hidroksibenzoat (pengawet yang paling luar digunakan dalam emulsi). Biasanya
yang disebut terikat tidak mudah menghasilkan aktivitas antimikroba. Tampak
bahwa pengawet fenol rentan terutama terhadap interaksi dengan senyawa yang
mengandung gugus polioksietilen (Lachman, 1986).
Apabila asam benzoat
tidak berasosiasi dalam fase minyak dan tidak terdisosiasi menjadi ion-ionnya
dalam air, persamaan (90) dapat
digunakan untuk menghitung tetapan distribusi. Tetapi apabila terjadi asosiasi
dan disosiasi keadaan menjadi lebih rumit. Kasus umum dimana asam benzoat
berasosiasi dalam fase minyak dan terdisosiasi dalam fase cair (Martin, 1993).
Dua kasus akan
dibicarakan. Pertama, menurut Garret dan Woods asam benzoat dianggap terdistribusi
antara kedua fase minyak kacang dan air. Walaupun asam benzoat mengalami
dimerisasi (asosiasi menjadi 2 molekul) dalam banyak zat pelarut pada pH
larutan (Martin, 1993).
B. Uraian Bahan
1. Air
suling (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : Aqua destillata
Nama
lain : Aquadest, air suling
Rumus
molekul : H2O
Berat
molekul : 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut, media
distribusi
2. Asam Benzoat (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : Acidum bonzoicum
Nama
lain : Asam benzoat
Rumus
molekul : C7H6O2
Berat
molekul : 122,12
Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 350
bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian
kloroform P, dalam 3 bagian eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Asam borat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
: Acidum boricum
Nama lain : Asam borat
Rumus molekul : H3BO3
Berat molekul : 61,83
Pemerian :
Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak berwarna, tidak berbau,
rasa agak asam dan pahit kemudian manis
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
Penetapan kadar : 1 ml natrium hidroksida setara dengan
61,83 mg H3BO3
4. Fenolftalein (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : Phenolphtalein
Nama lain : Fenolftalein

Rumus bangun :
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih
kekuningan lemah, tidak berbau,
stabil di udara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam eter
Perubahan
warna : Tidak berwarna dalam suasana asam
dan alkali lemah dan memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat.
Range
pH : 8,3 – 10,0
Kegunaan
: Sebagai indikator
5. Minyak
kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : Oleum cocos
Nama lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berwarna, kuning pucat, bau khas tidak
tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat
mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
6. Natrium
hidroksida (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii hydroxidum
Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus
molekul : NaOH
Berat
molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran,
massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera
menyerap CO2.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
dan dalam etanol (95 %) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan titran
C. Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
a. Menentukan
Koefisien Partisi
1.
Timbang
100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL
2.
Larutkan
dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 mL dengan
aquadest
3.
Ambil
25 mL dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan
25 mL minyak kelapa
4.
Kocok
selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah diamkan selama 10-15 menit
hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5.
Buka
tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam
Erlenmeyer
6.
Tambahkan
indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam Erlenmeyer
7.
Titrasi
larutan dengan titran larutan baku NaOH 01 N sampai terjadi perubahan warna
indicator dari bening menjadi merah muda
8.
Ambil
25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian
9.
Ulangi
prosedur di atas untuk asam benzoate
10. Hitung koefisien partisi
b. Penetapan Kadar Asam Borat
Timbang
seksama 1 g, larutkan dalam 30 ml air tambahkan 50 ml gliserol yang telah
dinetralkan terhadap larutan fenolftalein. Titrasi dengan natrium hidroksida 1
N menggunakan indicator larutan fenolftalein.
1 ml
natrium hidroksida 1 N setara dengan 61.38 mg H3BO3
BAB
III
KAJIAN
PRAKTIKUM
A.
Alat Yang Dipakai
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum yaitu botol semprot, buret 50 ml, cawan
porselin, corong, corong pisah, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas
ukur 25 ml, penyangga corong pisah, pipet tetes, statis atau klem.
B.
Bahan Yang Dipakai
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu aluminium
foil, aquadest, asam benzoat, asam
borat, indicator fenolftalein, kertas label, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak
kelapa, tissue.
C. Cara kerja
a.
Penetapan Kadar Asam Borat
1. Timbang saksama 100 mg asam borat
2. Larutkan dalam 100 ml aquadest
3. Pipet 20 ml dari larutan tadi, kemudian
masukkan ke dalam corong pisah, lalu tambahkan dengan 50 ml minyak kelapa, dan
dikocok dan dibiarkan selama 15 menit
4. Ambil larutan tadi sebanyak 15 ml, tambahkan
indiator PP.
5. Titrasi dengan larutan baku NaOH
b.
Penetapan Kadar Asam Borat dengan Koefisien Partisi
1. Timbang
25 asam borat, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2. Larutkan
dengan aquadest dan cukupkan volume larutan hingga 100 ml
3. Ambil
25 ml dari larutan tersebut, masukkan ke dalam corong pisah, kemudian tambahkan dengan 25 ml minyak
kelapa
4. Kocok
beberapa menit campuran di dalam corong pisah, kemudian diamkan selama 10-15
menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5. Buka
tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampungnya ke dalam
Erlenmeyer
6. Tambahkan
indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes
7. Titrasi
larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari bening menjadi merah muda
c. Penetapan Kadar Asam Borat tanpa Koefisien
Partisi
1. Timbang
100 mg asam borat, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2. Larutkan
dengan aquadest, kemudian cukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest
3. Tambahkan
indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam Erlenmeyer
4. Titasi
dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari
bening menjadi merah muda
d.
Penetapan Kadar Asam Borat Menurut FI
Timbang seksama 1 g, larutkan dalam 30 ml air
tambahkan 50 ml gliserol yang telah dinetralkan terhadap larutan fenolftalein.
Titrasi dengan natrium hidroksida 1 N menggunakan indikator larutan
fenolftalein
BAB
IV
KAJIAN
HASIL PERCOBAAN
A. Hasil
Percobaan dan Perhitungan
a. Tabel
- Penentuan
Kadar Asam Borat
Erlenmeyer
|
Volume Titran
|
1.
Asam Borat + minyak
|
1,2
|
2.
Asam Borat
![]() |
03
|
3.
Asam Benzoat + minyak
|
1,6
|
4.
Asam Benzoat
![]() |
1,4
|
- Penentuan
Koefisien Partisi
Erlenmeyer
|
Kadar Asam Borat (%)
|
|
Dalam air
|
Dalam minyak
|
|
1. Asam Borat
|
74,186%
|
296,784%
|
2. Asam Benzoat
|
68,376%
|
78,144%
|
b. Perhitungan
1.
Penentuan Kadar Asam Benzoat
·
Asam benzoat + minyak =
x
100%

=
x
100%

= 78, 144 %
·
Asam benzoate
minyak =
x
100%


=
x
100%

=
68,376 %
·
Asam borat + minyak = 

= 

= 296,784 %
·
Asam borat
minyak = 


=


=
74,189 %
=


=
74,196 %
b.
Penetuan Koefisien Partisi
K
benzoat = 

= 

= 

= 

= 0,142 K < 1 = hidrofilik
K borat = 

= 

= 

= 3 K
> 1 = lipofilik
BAB V
PEMBAHASAN
Koefisien partisi adalah
perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang
tidak bercampur.
Faktor yang mempengaruhi
kofisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2,
dirumuskan
K = 

Keterangan : K =
koefisien partisi
C1 = kadar
zat dalam pelarut 1
C2 = kadar
zat dalam pelarut 2
Fenomena distribusi
adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang
tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara
pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
Suatu zat dapat larut kedalam dua macam
pelarut yang keduanya tidak saling bercampur.jika kelebihan cairan atau zat
padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan yang tidak saling
bercampur,zat itu akan mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga
masing-masing menjadi jenuh.jika itu ditambahkan kedalam pelarut tidak
tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan,maka zat
tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi
tertentu
Untuk menentukan
kadar dari masing-masing sampel yaitu asam borat dan asam benzoat digunakan
rumus :
C = 

Pelaksanaan praktikum
dimaksudkan agar kita mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi
suatu zat di dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pada praktikum kali
ini, kita akan menentukan koefisien partisi suatu zat. Dalam percobaan di atas
kita menggunakan alat antara lain erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, buret
50 ml, gelas ukur 25 ml, corong pisah, corong, penyangga corong pisah, botol
semprot, pipet tetes, statis atau klem, dan cawan porselin. Adapun bahan yag
kita gunakan antara lain asam borat, asam benzoat, larutan baku NaOH 0,1 N,
indikator fenolftalein, akuadest, minyak kelapa, tissue, aluminium foil, dan
kertas label.
Untuk percobaan
menentukan koefisien partisi, pertama-tama ditimbang saksama 100 mg asam borat,
lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian dilarutkan dengan aquadest,
dan dicukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest. Kemudian diambil
25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam corong pisah, lalu ditambahkan
dengan 25 ml minyak kelapa. Dikocok larutan tersebut selama beberapa menit dalam
corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama
lain. Kemudian dibuka tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dari minya dan
menampungnya dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein
sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer tersebut. Lalu dititrasi dengan larutan
baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Kemudian hitung koefisien partisinya. Dan ulangi prosedur di atas dengan
menggunakan asam benzoat.
Dari percobaan yang
telah dilakukan didapatkan kadar asam benzoat
ditambah dengan minyak yaitu 78,144%, dan untuk kadar asam benzoat tidak
ditambah dengan minyak yaitu 68,376%. Sedangkan untuk kadar asam borat ditambah
dengan minyak yaitu 296,784%, dan untuk kadar asam borat tidak ditambah dengan
minyak yaitu 74,196%.
Untuk hasil koefisien
partisi dari asam benzoat adalah 0,142, yang berarti larutan bersifat
hidrofilik karena nilai koefisien partisinya kurang dari 1. Sedangkan untuk
koefisien partisi dari asam borat adalah 3, yang berarti larutan bersifat
lipofilik karena koefisien partisinya lebih besar dari 1.
Pada percobaan ini,
digunakan larutan baku NaOH 0,1 N, karena sampel yang ingin diketahui kadarnya
adalah dalam bentuk asam, sehingga proses titrasi yang akan dilakukan adalah
titrasi alkalimetri, yang mana titran yang digunakan adalah larutan baku basa,
dan titrat yang digunakan adalah asam. Dan digunakan indikator fenolftalein
karena jika kita menggunakan larutan baku NaOH maka indikator yang paling umum
digunakan adalah indikator fenolftalein.
Titik akhir titrasi
adalah suatu keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan
warna. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang tambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan [ H+ ] = [ OH- ].
Dalam praktikum ini
digunakan air dan minyak kelapa, karena air dan minyak kelapa merupakan dua
jenis pelarut cair yang tidak saling bercampur, hal ini tentu saja sesuai
dengan teori fenomena distribusi yaitu untuk mengetahui kadar dan koefisien
partisi dari asam borat dan asam benzoat dalam kedua pelarut tersebut.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu
untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk
menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang
baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam
minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi
oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk
menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan
salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang
diinginkan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Koefisien partisi asam benzoat adalah 0,142, oleh sebab
itu asam benzoat mempunyai sifat hidrofilik (suka air)
2. Koefisien partisi asam borat adalah 3, oleh sebab itu
asam borat mempunyai sifat lipofilik (suka minyak)
B. Saran
Praktikan harus lebih teliti dalam proses titrasi agar
tidak terjadi kelebihan titrasi seperti pada saat titrasi asam benzoat tanpa
penambahan minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Cammarata, S. (1995).“Farmasi Fisika”.
UI-Press. Jakarta.
Ditjen
POM. (l979). “Farmakope Indonesia” Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Lachman,
L. 1986. “Teori dan Praktek Farmasi Industri”
Martin,
Alfred. (1993).”Farmasi Fisik” jilid I Edisi III. UI-Press. Jakarta
Martin,
Alfred. (1993).”Farmasi Fisik” jilid II Edisi III. UI-Press. Jakarta.
Rivai,
H. (1995). “Azas Pemeriksaan Kimia”. UI-Press. Jakarta.
Runate,
FA. (1996). “Analisis Instrumental Farmasi I”. Jurusan Farmasi,
F-MIPA Unhas.
Makassar.
.
SKEMA KERJA
1. Penetapan Kadar Asam Borat dengan koefisien partisi
Ditimbang asam
borat 100 mg,lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
![]() |

Diambil 25 ml larutan tersebut, dimasukkan
kedalam corong

Dikocok selama bebrapa menit campuran
yang ada

Didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan
memisah satu sama
lain
![]() |

Ditambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes
kedalam Erlenmeyer
![]() |
Dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N
sampai


Diulangi prosedur diatas dengan asam
benzoate
![]() |
Dihitung
kofisien partsinya
2. Penetapan Kadar Asam
Borat tanpa Koefisien Partisi
Ditimbang asam
borat 100 mg,lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
![]() |




Hitung
koefisien partisinya