Kamis, 19 Juni 2014

Fendis

LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM
“FENOMENA DISTRIBUSI”
Logo-UMI-Makassar.jpg
OLEH:
                     NAMA              : SRI ATMI ANGGRAINI SISIGAN
                     STAMBUK       : 150 2012 0052
                     KELAS             : W1-A
                     KELOMPOK    : IV (EMPAT)
                     ASISTEN         : FADHLIAH FAHRI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk di sini pengawetan sistem minyak-air, kerja obat pada yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh. Teori-teori tentang absorpsi, ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partikel.
Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipid akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipid akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipid tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipid akan memiliki koefisien partisi lipid air kecil. Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai koefisien partisi suatu senyawa tergantung pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan koefisien partisi suatu zat dengan cara mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur. Dengan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui  tentang fenomena distribusi suatu obat jika berada dalam tubuh.
B. Tujuan Praktikum
 Mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Martin, 1993).
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelaruit yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rivai, 1995).
Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh (Martin, 1993).
Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin, 1993).
Apabila ditinjau dari suatu zat tunggal yang tidak bercampur dalam suatu corong pisah maka dalam sistem tersebut akan terjadi swuatu keseimbangan sebagai suatu zat terlarut dalam fase bawah dan zat terlarut dalam fase atas. Menurut hukum Termodinamika, pada keadaan seimbang dan rasio aktivitas species terlarut dalam kedua fase itu merupakan suatu ketetapan atau konstanta. Hal  ini disebut sebagai Hukum Distribusi Nerst. Nilai K tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konstanta absolut zat atau volume kedua fase itu (Runate, 1996).
Kerja pengawetan dari asam lemah dalam system air. Larutan, makanan dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim mikroorganisme, yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh ragi, kapang dan bakteri harus dimatikan atau dihambat pertumbuhannya untuk mencegah pengrusakan. Sterilisasi dan penambahan zat kimia pengawet adalah hal umum digunakan dalam bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat dari serangan berbagai mikroorganisme. Asam benzoat dalam bentuk garam larut yaitu Natrium benzoat, kadang-kadang digunakan untuk tujuan ini karena efeknya yang tidak membahayakan untuk manusia jika dimakan dalam jumlah kecil (Martin, 1993).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu (Cammarata, 1995):
1.       Temperatur
Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC. 
2.       Kekuatan Ion
Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3.       Konstanta Dielektrik
Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
4.       Katalisis
Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
5.       Katalis Asam Basa Spesifik
Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.
6.       Cahaya Energi
Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul
Mekanisme kerja dari pengawet atau bakteriostatik dari asam benzoat dan asam-asam lainnya disebabkan hampir seluruhnya atau oleh asam yang terdisosiasi dan tidak dalam bentuk ionik. Para peneliti menemukan bahwa ragi saccaromyces ellipsoideus yang tumbuh secara normal pada pH  2.5 – 7 dengan adanya asam atau garam organik kuat, ditahan pertumbuhannya apabila konsentrasi asam sampai 25 mg/100ml. Kerja pengawetan dari asam benzoat tidak terdisosiasi jika dibndingkan dengan efektivitas dari ion asam benzoat diduga disebabkan oleh mudahnya molekul tidak terionisasi relatif menembus membran hidup dan sebaliknya, sulitnya ion melakukan hal itu. Molekul tidak terdisosiasi, yang terdiri dari bagian non polar yang besar, larutan dalam membran lipid dari mikroorganisme dan menembus membran ini dengan cepat. (3)

                                            C

(HA)­­­­w= --------------------------------
               Kq  +  1  +  Ka/(H3O=)
        Dimana :  (HA)w =   Kadar asam dalam air
                           C        =  Kadar asam total
                          K        =  Koefisien disribusi
                         q        =  Perbandingan volume kedua cairan
                           Ka      =  Konstanta asam
Konsentrasi pengawet yang diperlukan dalam suatu emulsi tergantung pada kemampuannya untuk berinteraksi dengan mikroorganisme. Karena mikroorganisme dapat tinggal di dalam air atau fase lemak atau keduanya, maka pengawet bagaimanapun koefisien partisi minyak airnya, harus berada pada level yang efektif dalam kedua fase. Hampir tidak dapat dibayangkan bahwa suatu pengawet tunggal dapat mendistribusikan diri pada konsentrasi yang efektif dalam kedua fase, antara fase-fase tanpa memperhatikan komposisinya. Oleh karena itu biasanya dimasukkan pengawet yang larut dalam fase air dan pengawet yang  terutama larut dalam fase minyak. Distribusi suatu pengawet antara lemak dan fase air dari emulsi dapat ditentukan dengan prosedur umum yang digunakan untuk mengevaluasi koefisien distribusi. Interaksi emulsi dari berbagai alkil hidroksibenzoat (pengawet yang paling luar digunakan dalam emulsi). Biasanya yang disebut terikat tidak mudah menghasilkan aktivitas antimikroba. Tampak bahwa pengawet fenol rentan terutama terhadap interaksi dengan senyawa yang mengandung gugus polioksietilen (Lachman, 1986).
Apabila asam benzoat tidak berasosiasi dalam fase minyak dan tidak terdisosiasi menjadi ion-ionnya dalam air, persamaan (90)  dapat digunakan untuk menghitung tetapan distribusi. Tetapi apabila terjadi asosiasi dan disosiasi keadaan menjadi lebih rumit. Kasus umum dimana asam benzoat berasosiasi dalam fase minyak dan terdisosiasi dalam fase cair (Martin, 1993).
Dua kasus akan dibicarakan. Pertama, menurut Garret dan Woods asam benzoat dianggap terdistribusi antara kedua fase minyak kacang dan air. Walaupun asam benzoat mengalami dimerisasi (asosiasi menjadi 2 molekul) dalam banyak zat pelarut pada pH larutan (Martin, 1993).














B. Uraian Bahan
1.     Air suling (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi            : Aqua destillata
Nama lain               : Aquadest, air suling
Rumus molekul     : H2O
Berat molekul        : 18,02
            Pemerian                : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan       tidak berasa  
              Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik
              Kegunaan              : Sebagai pelarut, media distribusi
2.    Asam Benzoat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi            : Acidum bonzoicum
Nama lain               : Asam benzoat
Rumus molekul     : C7H6O2
Berat molekul        : 122,12
            Pemerian                :  Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak          berbau
            Kelarutan               : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P
            Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan              : Sebagai sampel
3.    Asam borat (Ditjen POM, 1979)

                Nama resmi           : Acidum boricum

Nama lain               : Asam borat
Rumus molekul     : H3BO3
Berat molekul        : 61,83
Pemerian                : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis
            Kelarutan               : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P
              Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik
              Kegunaan              : Sebagai sampel
            Penetapan kadar     : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg H3BO

4.    Fenolftalein (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi                : Phenolphtalein
Nama lain                   : Fenolftalein
Rumus molekul         : C20H14O4 /318,00
Rumus bangun         :



           Pemerian          : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan     lemah, tidak berbau, stabil di udara
Kelarutan                   :  Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter
Perubahan warna    : Tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah dan memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat.
Range pH                  :  8,3 – 10,0        
Kegunaan             :  Sebagai indikator

5.    Minyak kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi              : Oleum cocos
Nama lain                 : Minyak kelapa
Pemerian                  : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat, bau khas  tidak tengik.
Kelarutan                   : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                : Sebagai sampel
6.    Natrium hidroksida (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi              : Natrii hydroxidum
Nama lain                 : Natrium hidroksida
Rumus molekul       : NaOH
Berat molekul           :  40,00
Pemerian                  : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah,             sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2.
Kelarutan                  : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol                  (95 %) P
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                : Sebagai larutan titran
C. Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
a. Menentukan Koefisien Partisi
1.    Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL
2.    Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 mL dengan aquadest
3.    Ambil 25 mL dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan 25 mL minyak kelapa
4.    Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5.    Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam Erlenmeyer
6.    Tambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam Erlenmeyer
7.    Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 01 N sampai terjadi perubahan warna indicator dari bening menjadi merah muda
8.    Ambil 25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian
9.    Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
10. Hitung koefisien partisi
b. Penetapan Kadar Asam Borat
Timbang seksama 1 g, larutkan dalam 30 ml air tambahkan 50 ml gliserol yang telah dinetralkan terhadap larutan fenolftalein. Titrasi dengan natrium hidroksida 1 N menggunakan indicator larutan fenolftalein.
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 61.38 mg H3BO3







BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A. Alat Yang Dipakai
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu botol semprot, buret 50 ml, cawan porselin, corong, corong pisah, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 25 ml, penyangga corong pisah, pipet tetes, statis atau klem.
B. Bahan Yang Dipakai
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu aluminium foil, aquadest,  asam benzoat, asam borat, indicator fenolftalein, kertas label, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak kelapa, tissue.
C. Cara kerja
a. Penetapan Kadar Asam Borat
1.  Timbang saksama 100 mg asam borat
2.  Larutkan dalam 100 ml aquadest
3.  Pipet 20 ml dari larutan tadi, kemudian masukkan ke dalam corong pisah, lalu tambahkan dengan 50 ml minyak kelapa, dan dikocok dan dibiarkan selama 15 menit
4.  Ambil larutan tadi sebanyak 15 ml, tambahkan indiator PP.
5.  Titrasi dengan larutan baku NaOH
b. Penetapan Kadar Asam Borat dengan Koefisien Partisi
1.   Timbang 25 asam borat, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2.   Larutkan dengan aquadest dan cukupkan volume larutan hingga 100 ml
3.    Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan ke dalam corong pisah,       kemudian tambahkan dengan 25 ml minyak kelapa
4.    Kocok beberapa menit campuran di dalam corong pisah, kemudian diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5.    Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampungnya ke dalam Erlenmeyer
6.    Tambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes
7.    Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda
c.  Penetapan Kadar Asam Borat tanpa Koefisien Partisi
1.    Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2.    Larutkan dengan aquadest, kemudian cukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest
3.    Tambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam Erlenmeyer
4.    Titasi dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda
d. Penetapan Kadar Asam Borat Menurut FI
Timbang seksama 1 g, larutkan dalam 30 ml air tambahkan 50 ml gliserol yang telah dinetralkan terhadap larutan fenolftalein. Titrasi dengan natrium hidroksida 1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein


BAB IV
KAJIAN HASIL PERCOBAAN
A. Hasil Percobaan dan Perhitungan
a. Tabel
  1. Penentuan Kadar Asam Borat
Erlenmeyer
Volume Titran
1. Asam Borat + minyak
1,2
2. Asam Borat  minyak
03
3. Asam Benzoat + minyak
1,6
4. Asam Benzoat  minyak
1,4




  1. Penentuan Koefisien Partisi
Erlenmeyer
Kadar Asam Borat (%)
Dalam air
Dalam minyak
1. Asam Borat
74,186%
296,784%
2. Asam Benzoat
68,376%
78,144%

b. Perhitungan
1. Penentuan Kadar Asam Benzoat
·         Asam benzoat + minyak =  x 100%
                                           =  x 100%
                                           = 78, 144 %
·         Asam benzoate  minyak =  x 100%
=  x 100%
= 68,376 %
·         Asam borat + minyak =
 =
 = 296,784 %
·         Asam borat  minyak =
=
= 74,189 %
=
= 74,196 %
b. Penetuan Koefisien Partisi
K benzoat =
=
=
=
= 0,142                                  K < 1 = hidrofilik

K borat =
=
=
= 3                                K > 1 = lipofilik











BAB V
PEMBAHASAN
Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur.
Faktor yang mempengaruhi kofisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan
K =
Keterangan : K = koefisien partisi
                        C1 = kadar zat dalam pelarut 1
                        C2 = kadar zat dalam pelarut 2
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
Suatu zat dapat larut kedalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur.jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur,zat itu akan mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.jika itu ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan,maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu
Untuk menentukan kadar dari masing-masing sampel yaitu asam borat dan asam benzoat digunakan rumus :
C =
Pelaksanaan praktikum dimaksudkan agar kita mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu zat di dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pada praktikum kali ini, kita akan menentukan koefisien partisi suatu zat. Dalam percobaan di atas kita menggunakan alat antara lain erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, buret 50 ml, gelas ukur 25 ml, corong pisah, corong, penyangga corong pisah, botol semprot, pipet tetes, statis atau klem, dan cawan porselin. Adapun bahan yag kita gunakan antara lain asam borat, asam benzoat, larutan baku NaOH 0,1 N, indikator fenolftalein, akuadest, minyak kelapa, tissue, aluminium foil, dan kertas label.
Untuk percobaan menentukan koefisien partisi, pertama-tama ditimbang saksama 100 mg asam borat, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian dilarutkan dengan aquadest, dan dicukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest. Kemudian diambil 25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam corong pisah, lalu ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa. Dikocok larutan tersebut selama beberapa menit dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. Kemudian dibuka tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dari minya dan menampungnya dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer tersebut. Lalu dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Kemudian hitung koefisien partisinya. Dan ulangi prosedur di atas dengan menggunakan asam benzoat.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar asam benzoat  ditambah dengan minyak yaitu 78,144%, dan untuk kadar asam benzoat tidak ditambah dengan minyak yaitu 68,376%. Sedangkan untuk kadar asam borat ditambah dengan minyak yaitu 296,784%, dan untuk kadar asam borat tidak ditambah dengan minyak yaitu 74,196%.
Untuk hasil koefisien partisi dari asam benzoat adalah 0,142, yang berarti larutan bersifat hidrofilik karena nilai koefisien partisinya kurang dari 1. Sedangkan untuk koefisien partisi dari asam borat adalah 3, yang berarti larutan bersifat lipofilik karena koefisien partisinya lebih besar dari 1.
Pada percobaan ini, digunakan larutan baku NaOH 0,1 N, karena sampel yang ingin diketahui kadarnya adalah dalam bentuk asam, sehingga proses titrasi yang akan dilakukan adalah titrasi alkalimetri, yang mana titran yang digunakan adalah larutan baku basa, dan titrat yang digunakan adalah asam. Dan digunakan indikator fenolftalein karena jika kita menggunakan larutan baku NaOH maka indikator yang paling umum digunakan adalah indikator fenolftalein.
Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang tambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [ H+ ] = [ OH- ].
Dalam praktikum ini digunakan air dan minyak kelapa, karena air dan minyak kelapa merupakan dua jenis pelarut cair yang tidak saling bercampur, hal ini tentu saja sesuai dengan teori fenomena distribusi yaitu untuk mengetahui kadar dan koefisien partisi dari asam borat dan asam benzoat dalam kedua pelarut tersebut.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.













BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat  disimpulkan bahwa
1.    Koefisien partisi asam benzoat adalah 0,142, oleh sebab itu asam benzoat mempunyai sifat hidrofilik (suka air)
2.    Koefisien partisi asam borat adalah 3, oleh sebab itu asam borat mempunyai sifat lipofilik (suka minyak)
B. Saran
Praktikan harus lebih teliti dalam proses titrasi agar tidak terjadi kelebihan titrasi seperti pada saat titrasi asam benzoat tanpa penambahan minyak.




DAFTAR PUSTAKA
Cammarata, S. (1995).“Farmasi Fisika”. UI-Press. Jakarta.
Ditjen POM. (l979). “Farmakope Indonesia” Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Lachman, L. 1986. “Teori dan Praktek Farmasi Industri”
Martin, Alfred. (1993).”Farmasi Fisik” jilid I Edisi III. UI-Press. Jakarta
Martin, Alfred. (1993).”Farmasi Fisik” jilid II Edisi III. UI-Press. Jakarta.
Rivai, H. (1995). “Azas Pemeriksaan Kimia”. UI-Press. Jakarta.
Runate, FA. (1996). “Analisis Instrumental Farmasi I”. Jurusan Farmasi,
F-MIPA Unhas. Makassar.
.









SKEMA KERJA
1. Penetapan Kadar Asam Borat dengan koefisien partisi
Ditimbang asam borat 100 mg,lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
 


Dilarutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga  100 ml    dengan  aquadest

Diambil 25 ml larutan tersebut, dimasukkan kedalam corong
pisah, ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa.

Dikocok selama bebrapa menit campuran yang ada
didalam corong pisah

Didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan
memisah satu  sama lain
 



Dibuka tutup corong pisah, dipisahkan air dan  minyak denganmenampung dalam Erlenmeyer

Ditambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes kedalam Erlenmeyer
 



Dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai
terjadi perubahan indicator dari bening menjadi merah muda.

Diambil 25 ml larutan no.2 diatas

Diulangi prosedur diatas dengan asam benzoate
 


Dihitung kofisien partsinya


2. Penetapan Kadar Asam Borat tanpa Koefisien Partisi
Ditimbang asam borat 100 mg,lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
 


Dilarutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga  100 ml    dengan  aquadest

Diambil 25 ml dari larutan di atas dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes
                                                                           
Dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N, sampai larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda

Hitung koefisien partisinya